WHC Hongkong Ingatkan Kembali Filosofi Hakka, Penguatan Guanxi


unnamed (2)The 29th World Hakka Conference (WHC; konferensi ke 29 Hakka se-dunia) masih tetap mengedepankan prinsip Guanxi atau Guanshi (networking) berbisnis, mengingat filosofi penyebaran orang Hakka di berbagai negara di lima benua termasuk Afrika.  “Pada konferensi, kami akan bahas berbagai peluang (bisnis), penguatan berbagai bentuk budaya Hakka.

Seperti semangat Maritime Silk Road (jalur sutra Maritim), orang-orang Hakka tersebar (berimigrasi) ke berbagai negara di dunia termasuk Mauritius, negara-ngara di Samudera India, benua Afrika termasuk Asia Tenggara, khususnya lagi Indonesia,” YU Pang Chun, Co-chairman WHC mengatakan kepada Redaksi.

Jalur Sutra Maritim telah dicanangkan Tiongkok untuk kerjasama internasional yang ditengarai supaya lebih melibatkan semua negara-negara sedang berkembang untuk saling berpartisipasi dalam membangun perekonomiannya. Dan mengimplementasikan pembangunan ekonomi di jalur damai dengan moto “Menerima harmoni dengan keragaman” atau bertoleransi dan harmoni dalam keragaman.

“Kami tidak melulu meningkatkan networking orang Hakka, tapi juga memikirkan kondisi ekonomi dunia. Satu decade terakhir, ekonomi dunia agak melambat. Sekarang sudah mulai pulih, peran pebisnis Hakka di berbagai negara di dunia mengakselerasikan. WHC di Hongkong (12 – 15 Oktober 2017) ini menjadi kesempatan yang baik untuk semuanya.”

Anggota Komite Persiapan WHC dipimpin oleh Ketua Komite Nasional CPPCC Mr. Yu Guochun,   Mr. Yu Pengchun, Mr. Lin Guangru,  Direktur  Depatment Store Yuhua  di Hongkong Mr. Yu Weijie, Komite Tetap Konferensi Konsultatif Politik kota Meizhou Mr. Wang Chunhui dan Anggota kota CPPCC Meizhou  Mr. Lin Houping.

Delegasi melakukan kunjungannya ke Indonesia, serta mengunjungi Kedutaan Besar China, Perhimpunan Hakka Indonesia (PHI). Selama kunjungan delegasi juga akan mengunjungi tokoh Hakka di Jakarta dan Bandung. Mereka bermaksud memperkenalkan dan mempromosikan WHC di Hongkong nanti. “Ikut juga dalam rombongan delegasi kami, (yaitu) Youth Entrepreneur Forum. Direkturnya, Mr. Andrew Kelvin (Yu Wai Kit) yang ibaratnya meneruskan tongkat estafet kekuatan bisnis, budaya Hakka.”

WHC terselenggara dengan dukungan antara lain Federasi  Hakka Hong Kong dan Association of Overseas Chinese (AOC) nya, Federation of Returned Overseas Chinese, kantor penghubung  Daerah Administratif Khusus Biro Urusan Pemerintah Hong Kong, Pemerintah Kota Meizhou dan lain sebagainya. Harapannya, tamu Hakka dari seluruh dunia akan hadir dalam konvensi tersebut.

“Semangat meningkatkan Guanxi, budaya Hakka tidak lepas dari suasana kilas balik sejarah perjuangan kita semua. Ingat, ketika ratusan tahun yang lalu, orang-orang Hakka meninggalkan Tiongkok daratan. Mereka berlayar, menyebar ke berbagai daerah termasuk Indonesia. Penyebaran orang Hakka ibaratnya tiada batas, sampai akhirnya kami merasa perlu berkumpul di satu event seperti WHC kali ini.”

Di tempat yang sama, tokoh Hakka dan pendiri Federasi Hakka Indonesia Nurdin Purnomo meyakini prinsip Guanxi sudah tepat. Hakka Indonesia juga sudah membangun reputasi yang baik untuk orang Hakka di seluruh negara di dunia. Buktinya, Hakka Indonesia berhasil menyelenggarakan WHC pada tahun 2002 yang lalu.

Penyelenggaraan WHC bergantian oleh negara lain seperti dari Tiongkok, Taiwan, Hongkong, Malaysia dan lain sebagainya. “Kerjasama, dan penguatan persaudaraan dengan semangat Guanxi. Ini tidak mudah. Mungkin, kegiatan seperti WHC dengan filosofi Guanxi hanya mengena pada imigran asal Tiongkok, khususnya suku Hakka. Orang Jepang, India tidak bisa, apalagi Eropah seperti Rusia. Guanxi juga bukan sebatas business networking, tetapi penyatuan budaya. Karena budaya Hakka yakni kerja keras, jujur dan berorientasi pada pendidikan,” Nurdin mengatakan kepada Redaksi.

Orang orang keturunan Tionghoa atau chinese migrants di wilayah Asia Tenggara sejak dulu sudah dikenal sebagai pedagang yang tangguh. Hasilnya,  mereka mendapatkan kemakmuran dari bisnis  yang dikembangkannya. Mereka yang berimigrasi ke suatu negara di wilayah Asia Tenggara dari Tiongkok membawa serta kebiasaan berdagang. Mereka supel, dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Secara simultan, mereka menerapkan ketrampilan, dan attitude pada tempat tinggal baru mereka. Salah satu kebiasaan yang digunakan Chinese migrants dalam berbisnis yakni pengembangan suatu jaringan bisnis. Keterlibatan yakni kumpulan orang orang yang memiliki hubungan hubungan tertentu karena adanya rasa saling percaya antara satu dengan yang lainnya. “Melalui jaringan bisnis ini untuk saling membantu dapat mendapat profit.” ( IM )

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *