Ucapan Berbahaya Anggota DPR


Kecaman yang kerap menghujani anggota Dewan Perwakilan Rakyat ternyata tak membuat arogansi mereka berkurang. Kasus Bambang Soesatyo, politikus dari Partai Golkar yang mengeluarkan pernyataan berbau rasial, merupakan contoh terbaru. Ia tetap tak bersedia meminta maaf kendati banyak pihak menganjurkannya.

Ucapan yang tidak pantas itu disampaikan dalam sebuah acara diskusi bertajuk “Orde Baru Vs Reformasi” di gedung DPR beberapa waktu lalu. Bambang mengatakan kualitas menteri di zaman Soeharto yang diseleksi dengan ketat berbeda dibanding menteri sekarang. Ia kemudian mengkritik kebijakan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dalam soal pembelian pesawat terbang MA-60 dari Cina. Menurut dia, kebijakan ini lebih mengacu ke nenek moyangnya.

Kritik yang dilontarkan anggota Komisi Hukum DPR ini amat tidak bermutu lantaran terlalu menyederhanakan masalah. Pembelian pesawat Merpati pada 2006 jelas tak hanya ditentukan oleh Menteri Perdagangan. Yang memutuskan secara resmi justru Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Badan Usaha Milik Negara, dan pihak Merpati. Bahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla dikabarkan juga ikut berperan karena berkaitan dengan proyek listrik 10 ribu megawatt.

Lain halnya bila Bambang ingin menyentil proses pengadaannya yang disebut-sebut melibatkan keluarga Menteri Mari. Sekalipun masalah ini sudah dibantah oleh Menteri Perdagangan, publik akan mendapat informasi baru jika politikus Golkar itu memiliki bukti yang meyakinkan. Tanpa menggambarkan persoalan secara utuh, bukti atau argumen yang kuat, pendapat seperti itu akan cenderung membodohi publik.

Pernyataan Bambang Soesatyo semakin berbahaya lantaran berbau rasial. Tidak sepantasnya seorang wakil rakyat mengaitkan pembelian pesawat MA-60 dengan garis keturunan Menteri Mari. Dua hal ini sama sekali tak ada hubungannya. Lagi pula, hubungan perdagangan dengan negeri Cina sudah terjalin lama, bahkan sejak zaman ketika kerajaan-kerajaan berjaya di Nusantara.

Ucapan sang politikus bahkan bisa dianggap menebarkan kebencian terhadap keturunan Tionghoa, perbuatan yang jelas dilarang di negara yang berdasar Pancasila ini. Apalagi Undang-Undang Dasar 1945 juga menjamin setiap warga negara terbebas dari perlakuan diskriminatif dalam bentuk apa pun.

Banyak pihak, termasuk kalangan Golkar sendiri, menyarankan agar Bambang meminta maaf atas ucapan itu. Soalnya, masalah sensitif seperti ini bisa merusak ketenteraman masyarakat kita yang plural. Tapi sejauh ini Bambang tetap merasa tidak bersalah dan tidak perlu meminta maaf, baik kepada Menteri Mari maupun publik.

Menghadapi persoalan seperti ini, semestinya pula Badan Kehormatan DPR segera turun tangan. Badan penjaga martabat anggota Dewan ini perlu memanggil dan memberinya sanksi. Tanpa adanya tindakan, publik akan mempertanyakan komitmen DPR dalam menjaga nilai-nilai yang paling mendasar di negara yang berpenduduk majemuk ini.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *