Tingkat hunian hotel di lokasi CFW meningkat karena ekonomi membaik


  • Tingkat hunian hotel di lokasi CFW meningkat karena ekonomi membaik

dilaporkan: Setiawan Liu

Jakarta, 26 Agustus 2022/Indonesia Media – Kenaikan tingkat hunian kamar Hotel All Seasons Jakarta, Thamrin Jl. Talang Betutu, Kebon Melati yang lokasinya pas di depan zebra cross ‘Catwalk’ Citayam Fashion Week (CFW) adalah dua hal berbeda, dan tidak ada kaitannya. Kenaikan jumlah tamu hotel karena memang perekonomian nasional Indonesia mulai pulih, dan kebutuhan akomodasi para pebisnis. “(CFW dan kenaikan jumlah tamu) Tidak ada kaitan. Orang tetap datang ke All Seasons karena kebutuhan, aktivitas bisnis. Ekonomi membaik, lokasi (All Seasons) di tengah kota, dekat dengan MRT (stasiun Dukuh Atas BNI) dan TOD (transit oriented development),” Anthony Putihrai dari Tamara Group (hotel All Seasons) mengatakan kepada Redaksi.

 

Peragaan busana yang memanfaatkan zebra cross Jl. Tanjung Karang (menyatu dengan Jl. Talang Betutu, lokasi All Seasons) menarik perhatian banyak masyarakat Indonesia. Sejak ramai, muncul beberapa daerah di Indonesia mengikuti jejak CFW. Banyak anak muda yang berasal dari CBD (Citayam, Bojong Gede, Depok) main karena akses mudah dan biaya terjangkau. Hal tersebut sebagai faktor utamanya. Anak-anak muda dengan menggunakan kereta, menikmati view Dukuh Atas yang mengagumkan sebagai wajah ibu kota Negara, Jakarta. Zebra ‘catwalk’ cross Jl. Tanjung Karang juga menyatu dengan trotoar samping All Seasons, dan kedai kopi Janji Jiwa. Sehingga berbagai exposure, terutama content creator untuk media sosial termasuk Youtube sering mengarah pada brand All Seasons dan Janji Jiwa. “Ada kenaikan profit, sales (angka penjualan) Kopi. Kalau (kenaikan tamu) hotel berbeda. Pemilik kopi Janji Jiwa, (system) profit sharing dengan kami (sebagai pengelola All Seasons). Kedai kopinya menempel, berada di dalam hotel kami, tapi aksesnya bisa dari Jalan Tanjung Karang juga. Tanah kami cukup luas, besar sehingga kedai kopinya tetap leluasa,” kata Anthony.

Di tempat berbeda, pemerhati tata kota Elisa Sutanudjaja melihat landscape kota, terutama di Dukuh Atas sangat kaya, menarik dan warna-warni. landscape kota di Dukuh Atas berbeda dengan yang di kota tua, Jl. Taman Fatahillah, Pinangsia Jakarta Barat. Landscape di kota tua hanya tunggal dengan deretan bangunan tua colonial. Sebaliknya landscape Dukuh Atas, Jl. Tanjung Karang dan sekitarnya kaya serta ada fasilitas MRT (stasiun Dukuh Atas BNI), KRL Commuter Line atau kereta rel listrik komuter. “berbagai rupa pemandangan. Ada penumpang yang mengenakan headset, berbagai fashion dan lain sebagainya. Itu warna warni (landscape Dukuh Atas) yang sangat bagus untuk background, dengan berbagai angle (sudut pemotretan, shooting video) berbeda. Para penumpang yang turun dari MRT, jalan kaki melewati taman. Kesannya berbeda-beda,” kata Elisa.

Selain itu, kolong flyover atau jalan layang di ibu kota yang ditata menjadi ruang public juga tidak bisa disamakan dengan landscape Dukuh Atas. Kolong-kolong flyover dan jalan tol dalam kota termasuk yang di Slipi, Jakarta Pusat sepi. Tidak ada masyarakat yang beraktivitas termasuk olahraga. Kolong flyover sempat dipoles Gubernur DKI Jakarta menjadi sebuah taman bermain skateboard, tapi tidak diminati. “Itu sepi. di bawah kolong flyover/jalan tol, (masyarakat) menuju kesitu, harus lewat jalan arteri yang ramai dan padat dengan kendaraan bermotor. Alih-alih menciptakan ruang publik, (masyarakat) bisa mendapat polusi, kecelakaan,” kata Elisa. (sl/IM)

 

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *