Surat Pembaca ; Nazar Pulang Bawa ‘Tas Hitam’


Perhatian publik beberapa bulan terakhir ini tersedot pada nama Muhammad Nazaruddin, atau kita sebut saja Nazar. Dia disebut-sebut sebagai orang yang tahu banyak soal korupsi di lingkaran kekuasaan di Jakarta.

Dari pangkalan ojek sampai restoran mahal, nama Nazar dikenal. Dan sudah tentu orang-orang yang pernah disebutnya. Nama Nazar cepat menjadi terkenal. Nazar mahal. Butuh dana 4,3 miliar untuk memulangkan dia dari Kolombia pada Sabtu, 13 Agustus. Apakah biaya mahal itu semahal ‘kicauannya’ nanti? Entahlah. Sebab, Nazar pulang bawa “tas hitam”. Dia pulang bawa misteri.

Satu yang jelas, banyak pihak yang berkepentingan dengan Nazar. Partai Demokrat, KPK dan terutama nama-nama yang pernah dia sebut. Namun, apa kepentingan rakyat dengan Nazar?
Sesungguhnya ini pertarungan elit. Coba saja jika Nazar bukan bendahara umum Partai Demokrat, partai berkuasa, dan partainya SBY. Atau jika dia tidak pernah menyebut beberapa nama top. Pasti saja namanya tak setenar ini. Nazar sebenarnya tidak mahal. Dia bukan politisi senior.

Nama Nazar menjadi tenar menyusul terungkapnya kasus suap Wisma Atlit. Sejumlah nama politisi beken disebut-sebut terkait dengan kasus ini.

Usia Nazar masih muda. Pada 26 Agustus 2011 ini usianya genap 33 tahun. Dia lahir di Bangun, Sumatera Utara.

Nazar sempat “berkicau” soal keterlibatan Partai Demokrat dengan proyek pembangunan pusat olahraga Hambalang di Sentul, Bogor, Jawa Barat. Menurut Nazar, fee dari proyek sebesar Rp 1,2 triliun itu, diigunakan untuk dana politik dalam Kongres Partai Demokrat. “Kicauan” itu agaknya tidak merdu di telinga Anas Urbaningrum, Ketua Umum Partai Demokrat. Anas marah besar. Dia merasa Nazar telah mencemarkan nama baiknya. Padahal, konon Anas dan Nazar sudah berteman sejak 2007.

Publik masih ingat betul, ketika dia menghilang mulai 23 Mei lalu. Hari itu adalah juga hari pencopotannya sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat. Keterangan dari para petinggi Partai Demokrat, bahwa Nazar ke Singapura untuk berobat, bukan lari. “Nazaruddin pulang setelah selesai menjalani pengobatan di Singapura,” ujar Anas saat menggelar jumpa pers 6 Juni lalu.

SBY, sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, pada 22 Juli lalu, mengatakan senang jika Nazar kembali ke Tanah Air. Waktu itu Nazar disebut-disebut masih di Singapura. Kata SBY, dia sangat berharap Nazar memberikan informasi selengkap-lengkapnya. “Kembalilah Nazaruddin ke Indonesia, ke Tanah Air, kembalilah,” kata SBY.

Media memberitakan Nazar. Publik dibuat berharap akan terjadi pengungkapan kebenaran. Namun, jika semua kebusukan yang disimpan Nazar akan mengungkap sumber bau busuknya, apakah rakyat otomatis sejahtera? Apakah tidak akan terjadi lagi penggusuran? Apakah tidak akan terjadi lagi pelanggaran HAM di Papua? Apakah rakyat akan benar-benar merdeka? Hmmm, rasanya tidak. Seperti reformasi, yang dulunya ideal bagi rakyat, tapi ternyata tidak.

Kini, Nazar telah pulang. Dia ternyata tidak lagi di Singapura untuk berobat. Dia sudah terbang jauh ke Kolombia sampai ditangkap oleh polisi negara itu. Dia bawa tas hitam yang misterius. Apakah benar kepergiannya ke Singapura untuk berobat, benar-benar karena dia sakit bukan lari atau dilarikan? Jangan-jangan ini hanya sandiwara.

Muhammad Nazaruddin, bisa saja memang benar, bahwa dia menyimpan rahasia kebobrokan para elit penguasa negeri ini. Apakah, kepulangannya ini – yang mahal itu – akan melahirkan perubahan mendasar dalam sistem politik republik yang pada 17 Agustus ini akan berusia 66 tahun? Saya masih ragu. Sebab, ini adalah masalah pertarungan elit politik yang tidak memiliki korelasi dengan kehidupan rakyat yang susah. Sistem yang korup akan menghasilkan proses hukum yang korup pula. Nazar adalah juga komoditi politik para pembesar negara ini.

Di saat hampir selesai menulis catatan ini, pesan masuk di BBM saya. Teman Latief dari Makassar mengirim pesan begini, “Kita bersyukur karena nazar telah tertangkap..ini membuktikan bahwa kalau polisi serius, ke ujung dunia pun koruptor pasti tertangkap…tapi mengapa buron lain seperti nunung masih bebas berkeliaran? Apa karena tidak membahayakan sby,anas dan partainya?” Ehmm.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *