Sugiarto Utomo bantu client untuk perkara di pengadilan pajak
dilaporkan: Setiawan Liu
Jakarta, 15 Mei 2022/Indonesia Media – Praktisi hukum bidang kepabeanan dan cukai, Sugiarto Utomo menilai upaya pelayanan (jasa konsultan) terutama pada tahap awal tidak melulu dibarengi dengan kesepakatan nilai fee yang langsung dibebankan kepada client nya. “Saya bantu (client). Kalau (penanganan perkara) menang dibayar, kalau kalah, saya nggak usah dibayar. Saya senang saja kalau bisa mengalahkan Bea Cukai,” Sugiarto Utomo mengatakan kepada Redaksi.
Ia mengaku sempat datang ke kantor perusahaan swasta nasional makanan ternak di Jakarta. Ia menawarkan jasa untuk penanganan tujuh berkas perkara di pengadilan pajak. Rencana awal, Ia bermaksud temui direktur utama perusahaan tersebut. “Saya akhirnya diarahkan temui chief legal officer (kepala staf hukum). Tapi dia tidak merespons penawaran saya. Akhirnya, mereka kalah. Berkas (perkara) nomor 1 – 5 kena SPKTNP (surat penetapan kembali tarif dan nilai pabean). Sementara dua perkara lagi kena TRF (tarif),” kata Sugiarto Utomo.
Sebelumnya, salah seorang dari anggota direksi perusahaan produsen pakan tersebut mengaku sebagai ‘korban’ Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Perusahaan importir memasukkan bahan baku pakan ikan yang digolongkan barang strategis. Dengan demikian, barang yang strategis dikenakan bebas PPN. “Tapi kami kan juga sebagai pengurus asosiasi, hanya melakukan upaya dan mengikuti proses keberatan dan banding dalam penyelesaian sengketa terhadap perusahaan,” kata anggota Direksi tersebut.
Menurutnya, praktisi hukum tersebut salah langkah kalau ‘ngotot’ membawa berkas perkara ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Komoditas pakan ikan dalam ranah direktorat jenderal perikanan budidaya (DJPB) KKP. Tapi petugas Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) pasti mengacu pada signifikansi HS (harmonized system) Code dalam kegiatan ekspor/impor, perdagangan internasional. “DJPB pasti melihat HS Code, karena (impor bahan baku pakan) ranah internasional, dan ada aturan pajak. Kalau (praktisi hukum) counter ke Ditjen Pajak, pasti salah. Kalau mau bawa berkas ke DJPB KKP, percuma saja. KKP tidak bisa intervensi kepada Kementerian Keuangan,” kata anggota Direksi tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Sugiarto Utomo tetap pada pendiriannya, bahwa sengketa terhadap impor fish oil sebagai bahan baku pakan sangat penting. Selain sebagai barang strategis, bahan baku tersebut juga menentukan kelangsungan kegiatan berbagai perusahaan produsen makanan ternak di seluruh Indonesia. “Pemerintah tidak mau bantu, (konsekuensinya) berbagai perusahaan (produsen pakan) bisa mati. Hal ini sudah menjadi sorotan Presiden Jokowi (Presiden RI, Joko Widodo). Kita terus berusaha, goal atau tidak, (asosiasi) jangan tertawa,” kata Sugiarto Utomo.
Ia juga mensinyalir, bahwa ada upaya pemindahan HS Code oleh oknum petugas. Walaupun hal tersebut belum diputuskan oleh Pengadilan Pajak. HS Code yang benar sempat dipindahkan ke posisi yang tidak benar. “Itu barang lain. ada zoom meeting mengenai HS Code yang baru,” ucap Sugiarto Utomo.
Sosialisasi Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) berlangsung pada tanggal 31 Maret 2022 dengan zoom meeting. Sosialisasi dengan pembahasnya, antara lain direktur teknik kepabeanan R Fajar Donny Tjahyadi. Selain itu, ada juga direktur komunikasi dan bimbingan pengguna jasa, DJBC Dwi Heryanto. “Keduanya (narasumber) teman saya. Saya sudah berpengalaman untuk tangani bea cukai selama 52 tahun, berkiprah di pengadilan pajak selama 16 tahun. Sekalipun saya dikalahkan oleh pengadilan, saya berjuang untuk menang. Dan kenyataan saya menang untuk sengketa lain baru-baru ini. Ada dua sengketa yang dimenangkan, tetapi saya tidak mau mendahului keputusan hakim yang ditunjuk untuk memeriksa dan memutus sengketa,” kata Sugiarto Utomo. (sl/IM)