Sendiri : Kasihan, Berdua : Kumbo, Bertiga : Berantem


(Philadelphia, City of Brotherly Love), ‘Yang waras ngalah!, Yang waras ngalah!’, terdengar teriakan sopir van jemputan pekerja melerai cakar-cakaran yang nyaris terjadi antara sesama wanita penumpang. Sesaat sebelumnya, mirip cucu-cucu mereka yang masih TK, dua-puluhan pekerja asal Indonesia berhamburan keluar dari pintu belakang pabrik tempat mereka bekerja. Seperti biasa, tepat pk 05.30 sore, sambil menenteng tas berisi wadah bekas bekal makan siang, mereka berlomba menuju satu-satunya van jemputan pekerja yang akan mengantarkan pulang kepondokan. Kalau saja jendela van bisa dibuka macam bus lebaran, mungkin mereka akan berebut masuk kedalam melalui jendela. 19 orang penumpang dijejal dalam van uzur tanpa AC berkapasitas 15 dan menurut agent yang juga arek Indo, van masih ‘kosong’ dan baru penuh jika terisi 20 ekor ikan sarden. Rupanya penyebab hampir terjadinya perkelahian antara dua wanita itu adalah rebutan tempat duduk dalam van.

‘Belon tahu dia, gua bekas preman!’

, Kata-kata ini keluar dari seorang pria berusia 60-an saat dilerai dari suatu peristiwa adu jotos dengan pria lain yang lebih muda disatu sudut jalan. Entah apa penyebab perkelahian mereka, yang pasti ABG (Angkatan Babe Gue) ini sudah jadi pelanggan polsek South Philly karena sikap premanismenya. Belum lama berselang, dua wanita yang suaminya tertinggal di Indonesia berurusan dengan aparat hukum setelah duel memperebutkan seorang pejantan citizen.

Peristiwa-peristiwa diatas yang terjadi diantara sesama WNI kuli di Philadelphia bukanlah hal langka. Ditiap tempat kerja pasti ada yang dijuluki ‘mak lampir’ karena juahatnya. Pertempuran sengit dapat pecah lantaran masalah sepele seperti rebutan microwave saat makan siang, semburan gas pemusnah massal dalam mobil jemputan yang ‘kosong‘, rebutan WC saat jedah kerja, hingga rebutan hati supervisor agar dapat tugas enteng dan dipromosikan menjadi kuli abadi. Jika pelaku tawuran di Gunung Sahari merupakan anak-anak remaja, yang doyan berantem di Philadelphia adalah mereka yang sudah beranak cucu. ‘Elu engga sekolah yach ?!’, hardik seorang leader berusia 35-an pada bawahannya sebaya ibunya, ‘Elu yang sekolah aja sama jadi kuli!’, demikian apa yang terjadi selanjutnya dapat anda bayangkan sendiri.

Jika dicermati, pertengkaran, perkelahian dan perselisihan berawal dari

sikap royal menghujat dan pelit memuji yang sudah mendarah daging

, kebiasaan mau tahu dan berkomentar pada urusan orang lain, dari gosip yang berkembang biak, dari iri hati, arogansi, dari rasa superior dan yang terakhir, syndrome kedodoran. Saat summer ada sebagian perempuan Indo bahenol yang tidak tahan panas dan memakai baju ala Victoria Secret ketempat kerja, tanpa dikomando seorang wanita berusia 60-an langsung berkomentar ’lihat tuh dia mau jualan’, ditimpali kawannya dengan ’dasar gatel!’. Kita dari kampung seberang tidak terbiasa memuji, apakah ada diantara kita yang dapat meniru orang-orang Amerika supervisor dipabrik yang senantiasa berkata Good Job! Very Good! Perfect! Wonderful! Thank You! untuk memompa semangat dan walaupun kemudian menambah beban kerja, dengan perasaan mangkel kita tetap tersenyum. Berbeda dengan orang Amrik yang langsung mengucap Congratulations! , jika ada arek Indo yang berhasil dipromosikan, yang naik pangkat, bukannya kita merasa bangga malah langsung terdengar komentar miring ‘dia kan sering dipake sama manager!’, ‘dia kan sering nyogok makanan sama supervisor!’.

Sebaliknya, WNI kuli yang sudah naik pangkatnya tidak lagi melihat sesama pekerja asal Indonesia sebagai saudara, sebagai rekan, tetapi sebagai pesaing yang harus dibantai. Demikian hostile, demikian tajam taringnya hingga saat tidak masuk kerja karena sakit, bukannya disambangi rekan-rekannya tetapi disoraki dan disumpahi.

Berdasarkan pengamatan, yang namanya kerja team work tanpa andil kuli dari negara lain, hampir dapat dipastikan akan berakhir dengan keributan karena jongos asal Indonesia hanya mengerti dan menjalankan perintah yang diberikan dalam bahasa Inggris. Dua orang mendapat tugas mengemas beberapa macam barang berbeda dalam satu box dan masing-masing box harus dikirimkan kepuluhan alamat berbeda. Tidak butuh S2 melakukan tugas ini, tetapi karena masing-masing kuli merasa lebih pintar, lebih hebat dari yang lainnya, merasa benar sendiri, keributan pecah dan baru berhenti setelah kuli berbahasa Inggris turun tangan.

‘Si anu itu orang susah di Indonesia, dia bisa datang ke Amerika setelah menjual ginjal suaminya!’, Lho?? Koq tahu sich ginjal suaminya tinggal satu sekarang ? Memangnya sampeyan dengar langsung dari mulut si Anu bahwa duit untuk beli tiket pesawat didapat dari hasil menjual ginjal bojonya ? Lalu siapa yang beli ginjal itu dan dapat berapa duit ? Gosip seperti ini berawal dari ketidak-sukaan rekan kerja pada si Anu.

‘Gua ini bekas tangan kanannya Tommy’, Gua ini mantan anggota DPRD’, Anak buah gua dulu ribuan orang’, ‘Gua dulu orang kepercayaan Salim’, ‘ Pabrik gua aja lebih gede dari pabrik ini’, Wong anak saya semua sekolah di Australi’, Semua konglomerat di Indonesia itu temen gua’, Gua ini orang hebat di Indonesia’, Rumah gua di Indo harganya sekian em’, dst, dst,

Ucapan-ucapan ini kerab keluar dari mulut kuli asal Indonesia pemilik syndrome kedodoran. Tidak dipungkiri, sebagian besar dari para pekerja di Philadelphia bukan berasal dari kelas bawah, bukan para kera biru, bukan mantan tukang becak di Indonesia. Semuanya juragan, orang hebat tetapi faktanya hari ini, walaupun digaji dengan dollar, walaupun sudah hijau, menahan dingin, menahan panas, kita semua tidak lebih dari kacung di Amerika. Manggut-manggut diperintah ini, disuruh itu oleh orang Amerika, tidak jarang mereka menggunakan kakinya menunjukkan sesuatu dan memerintahkan kita loncat-loncatan dalam dumpster agar bisa memuat sampah lebih banyak. Ini adalah pilihan sendiri, tidak ada yang memaksa kita melakukan hal ini. Jadi kuli di Amerika bukanlah profesi yang membanggakan anak cucu, apalagi ditambah record doyan berantem. Kalau saja kita menyadari kenyataan ini, pasti akan tercipta kedamaian, kesejukan dan persatuan sesama kacung di Philadelphia.’Gua datang ke Amerika bukan untuk kerja, tinggal di Amerika cuma lewat hari, engga ada enaknya’, ucapan ini dikatakan seorang pria lebih dari tiga tahun lalu. Kenyataannya sampai sekarang bos ini masih tetap nguli di Philadelphia.

Daripada terus menerus memalukan masyarakat Indonesia di Philadelphia (juga anak cucu anda), bagi anda para pemilik syndrome kedodoran, para preman, para komentator urusan orang lain, yang tidak mau berbagi tempat duduk dalam mobil jemputan, yang tidak tahan aroma kentuxt, sebaiknya alih profesi. Pilihan pertama, transfer duit anda yang jumlahnya sekian em itu ke Amerika dan jadilah pebisnis disini. Tidak sedikit wong Indo yang sukses berusaha dan menjadi teladan di Philadelphia, menyebut beberapa contoh : Indonesia Restaurant, Waroeng Surabaya, Raindrop Cafe, Pendawa Cafe, Java Colonial Cafe, Sky Cafe, Fans Cafe, Santos Groceries, Friendship Groceries, Indonesia Store, Alluring Blue, Ramayana Store, Tasty Asia, Borobudur Market dan lainnya. Pujian setingginya penulis tujukan pada mereka, tanpa gembar-gembor para pengusaha ini telah meningkatkan export produk Indonesia dan membuka lapangan kerja tidak hanya di Amerika juga di Indonesia. Selain mereka yang membuka resto dan toko, di Philadelphia juga berkembang usaha rumahan, yakni mereka yang membuat makanan dan menjual hasil olahannya melalui toko-toko Indonesia. Dari hasil menitipkan masakannya pada groceries stores Indonesia, seorang wanita asal Jawa Timur sanggup membayar cicilan kredit beberapa unit rumahnya disini. Ini luar biasa Cuk!. Alternatif lainnya, bagi anda yang uang sekian embernya sudah dihibahkan ke AC (Atlantic City) dan tidak tersisa lagi, carilah lowongan pekerjaan cleaning service. Dengan melakukan pekerjaan ini, anda tidak perlu menyikut arek Indo karena anda bekerja seorang diri dimalam hari setelah karyawan kantor pulang. Tantangannya adalah jika anda lupa membawa sogokan berupa sesajen, momo tidak waras penunggu gedung akan mengosipkan dan mengadukan pekerjaan anda yang tidak bersih pada supervisornya. Kasihan.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *