SBY Pakai Jurus Pendekar Mabuk?


EDAN tenan, si penyuap tidak ditangkap tetapi justeru penerima suap yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Para tersangka penerima suap dalam bentuk traveller’s cheque (cek perjalanan) ratusan juta/milyaran rupiah untuk pencalonan Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), ditangkap oleh KPK. Anehnya, justru si pemberi suap hingga kini tidak pernah ditangkap KPK dan terkesan memang tak serius mau menangkapnya.

Sejumlah mantan anggota Komisi IX DPR yang diduga telah menerima uang suap tersebut sudah ditangkap, tetapi pihak pemberinya yang diduga melibatkan Miranda dan Nunun Nurbaeti dibiarkan saja oleh KPK. Selain melanggar azas keadilan, KPK juga terkesan tebang pilih. Pertanyaan dan persoalannya, apakah sikap KPK yang ‘berat sebelah’ akibat adanya tekanan atau intervensi rezim penguasa SBY?

Pasalnya, penangkapan mantan anggota DPR RI yang kebanyakan dari PDIP dan Golkar ini berbarengan dengan gencarnya desakan Hak Angket kasus mafia pajak dan penggoyangan kembali kasus Bank Century yang bisa mengancam posisi SBY. Ditambah lagi, sekarang ini SBY dipusingkan dengan tudingan pemerintahannya melakukan kebohongan publik dan adanya pelecehan koin presiden terhadap dirinya.
Jadi, bisa jadi ada benang merah kaitan antara pusingnya SBY yang sarat goyangan sekarang ini dengan dugaan terkooptasi KPK oleh sang rezim penguasa tersebut.
Maklum, KPK juga manusia yang doyan nasi dan duit, sehingga sulit untuk bermental ‘berani mati’ dalam melakukan pemberantasan korupsi. Kalau ada sedikit berani saja yang mengotak-atik kasus korupsi terkait dengan pihak Istana, maka nasibnya bisa seperti Bibit-Chandra dan Antasari Azhar yang telah mengalami dugaan kriminalisasi sehingga menyulitkannya melakukan tugas KPK?

Pihak PDIP sendiri mencium aroma pengalihan isu dalam penjemputan paksa politikus senior PDIP Panda Nababan oleh KPK di Bandara Soekarno-Hatta, Jumat (28/1). Panda ditangkap agar kasus mafia pajak Gayus Tambunan redup? Dugaan pengalihan isu tersebut disampaikan Ketua DPP PDIP bidang Hukum Trimedya Panjaitan. Anak buah Megawati Soekarnoputri ini tahu saat ini KPK mulai mengusut kasus Gayus.

Sebagaimana diketahui, 19 orang mantan anggota Komisi IX DPR yang ditahan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Enam orang diantaranya adalah kader Partai Golkar. Yakni, Paskah Suzetta, Baharudin Aritonang, TM Nurlif, Asep Ruchimat Sudjana, Reza Kamarullah, dan Achmad Hafiz Zawawi. Tujuh orang lainnya berasal dari PDIP, yaitu Ni Luh Maryani, Max Moein, Engelina Pattiasina, M Iqbal, Poltak Sitorus, Soewarno, dan Matheos Formes.

Satu orang lainnya berasal dari PPP, yakni Daniel Tanjung. Dalam kasus ini, terdapat 26 mantan anggota Komisi IX DPR yang menjadi tersangka. Mereka didugan menerima suap berupa cek pelawat (travellers’ cheque) dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) pada 2004. Pada pemilihan tersebut, terpilih Miranda Swaray Goeltom.

Dalam kasus ini, 19 politisi mantan Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR RI periode 1999-2004 ditahan KPK, termasuk mantan Kepala Bappenas yang juga politisi Golkar, Paskah Suzetta, beserta anggota Komisi III bidang Hukum dari Fraksi PDIP DPR, Panda Nababan. Lima tersangka lainnya akan ditahan pekan depan, karena berhalangan hadir.

Penahanan ini diprotes salah Paskah Suzetta sebelum menjalani pemeriksaan kemarin. Paskah mempertanyakan langkah KPK yang tidak ‘menyentuh’ kepada orang yang diduga menyuap. “Nah, sekarang sudah berapa lama penyuapnya tidak pernah ditetapkan sebagai tersangka. Ini tidak benar,” kata anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR periode 1999-2004 dari Fraksi Partai Golkar itu, seperti dikutip situs berita.

Menurut Paskah, KPK tidak pernah bertanya siapa yang telah mencoba menyuap saat pemilihan Deputi Gubernur Senior BI pada 2004 yang dimenangkan Miranda Goeltom tersebut. “Tidak pernah ada pertanyaan. Seharusnya ditetapkan terlebih dahulu siapa pemberinya,” aku mantan Menteri PPN/Kepala Bappenas itu.

Biar pun politisi yang telah ditangkap KPK tersebut ngedumel atau ngomel tak karuan mencela dan memprotes KPK, tapi lembaga anti korupsi pimpinan Busyro Muqoddas ini seolah menerapkan jurus ‘biar anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu’. Berbagai pihak, ada yang curiga bahwa langkah KPK ini adalah sebagai ‘titipan’ (pesanan) rezim penguasa SBY. Jika benar SBY menekan KPK untuk menangkap dulu si penerima suap tanpa mau menangkap si pemberi suap, ini diduga sebagai jurus pendekar mabuk yang diterapkan SBY. Maklum, dalam politik itu biasa berpikir ‘daripada dibunuh lebih baik membunuh duluan’. (*)


Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *