SEDIKITNYA ada tiga gerakan politik di Indonesia yang akan mengganti ideologi bangsa, Pancasila, dengan ideologi lain.
Ada yang akan mengganti dasar negara Pancasila dengan dasar agama ada juga yang akan menggantinya dengan ideologi komunis.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) 2008-2013, Prof Mohammad Mahfud MD, mengatakan, Pancasila merupakan ideologi yang sangat sakral dan sakti.
Menurut Mahfud MD lewat akun twitternya, Pancasila sudah terbukti sakti.
Dilawan dengan makar dan pemberontakan, tetap selalu menang.
“Diadu dengan argumen selalu menang. Diperdebatkan dlm lembaga konstitusional (pemilu dan sidang MPR) selalu unggul,” ujar Mahfud MD melalui akun twitternya.
Dia pun mengingatkan rakyat Indonesia, terutama para generasi muda, bahwa Pancasila adalah kesepakatan luhur dalam berbangsa dan bernegara.
Simak status Mahfud MD di akun twitternya, Senin (1/10/2018) pagi.
@mohmahfudmd: Pancasila itu sakti. Dilawan dgn makar dan pemberontakan selalu menang. Diadu dgn argummen selalu menang.
Diperdebatkan dlm lembaga konstitusional (pemilu dan sidang MPR) selalu unggul. Hai warga bangsa, hai geerasi muda, Pancasila adl kesepakatan luhur berbangsa dan bernegara.
Mahfud MD mengatakan, sejumlah gerakan politik telah berusaha mengganti Pancasila dengan ideologi lain.
Gerakan yang merongong Pancasila di antaranya pemberontakan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) seperti yang terjadi tahun 1965 lewat gerakan G30S PKI.
Di samping itu, kata Mahfud MD, Pancasila juga teruji menghadapi gerakan Darul Islam (DI) dan Tentara Islam Indonesia (TII) serta Perjuangan Rakyat Semesta (Pesemesta).
Tiga gerakan politik inilah setidaknya yang sudah melakukan upaya mengganti ideologi Pancasila tersebut.
Berdasarkan penelusuran dari berbagai sumber, ini penjelasan ketiga gerakan politik tersebut.
1. Perdjuangan Rakyat Semesta (Permesta)
Perdjuangan Semesta atau Perdjuangan Rakjat Semesta disingkat Permesta adalah sebuah gerakan militer yang dipimpin oleh Letkol Ventje Sumual serta pemimpin sipil dan militer Indonesia bagian timur pada tahun 1957.
Gerakan tersebut dimulai dari pendeklarasian Piagam Perjuangan Semesta pada tanggal 2 Maret 1957 di Makassar, Sulawesi.
Deklarasi didukung hampir seluruh wilayah Indonesia Timur serta mendapat dukungan dari tokoh-tokoh Indonesia Timur, keadaan Indonesia sangat bahaya dan hampir seluruh pemerintahan di daerah diambil oleh militer.
Alasan gerakan terbentuk karena berbagai macam alasan, salah satunya kelompok etnis tertentu di Sulawesi dan Sumatera Tengah merasa bahwa kebijakan pemerintahan hanya mendominasi Jakarta dan membatasi pengembangan daerah lainnya.
Selain itu, terdapat rasa kebencian terhadap kelompok suku Jawa, yang merupakan suku dengan jumlah terbanyak dan berpengaruh dalam negara kesatuan Indonesia yang baru saja terbentuk.
Efeknya konflik ini sedikit menyoal pikiran tentang pemisahan diri dari negara Indonesia, tetapi lebih menitikberatkan tentang pembagian kekuatan politik dan ekonomi yang lebih adil di Indonesia.
Gerakan Permesta yang berpusat di Makassar, Ibu Kota Sulawesi ketika itu; dengan cepat berubah menjadi bencana.
Perang saudara terjadi, Permesta yang dibantu Amerika Serikat dan sekutunya mendapatkan peralatan canggih seperti pesawat, kapal motor hingga persenjataan dan amunisi lengkap.
Tiga tahun digempur Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD) dengan korban jiwa pasa kedua belah pihak, Permesta menyerah.
Amerika Serikat yang terlanjur ketahuan membantu Permesta di balik layar pun meminta maaf kepada Presiden Republik Indonesia, Soekarno.
Perundingan pun dilangsungkan Permesta diwakili oleh Panglima Besar Angkatan Perang Permesta, Mayor Jenderal Alex Evert Kawilarang serta pemerintah pusat diwakili oleh Kepala Staf Angkatan Darat Nicolas Bondan.
Dari perundingan tersebut tercapai sebuah kesepakatan yaitu bahwa pasukan Permesta akan membantu pihak TNI untuk bersama-sama menghadapi pihak Komunis di Jawa.
Pada tahun 1961 Pemerintah Pusat melalui Keppres 322/1961 memberi amnesti dan abolisi bagi siapa saja yang terlibat PRRI dan Permesta tetapi bukan untuk itu saja bagi anggota DI/TII baik di Jawa Barat, Aceh, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan juga berhak menerimanya.
Sesudah keluar keputusan itu, beramai-ramai banyak anggota Permesta yang keluar dari hutan-hutan untuk mendapatkan amnesti dan abolisi.
Seperti Kolonel D.J. Somba, Mayor Jenderal A.E. Kawilarang, Kolonel Dolf Runturambi, Kolonel Petit Muharto Kartodirdjo, dan Kolonel Ventje Sumual beserta pasukannya menjadi kelompok paling akhir yang keluar dari hutan-hutan untuk mendapatkan amnesti dan abolisi. Pada tahun itu pula Permesta dinyatakan bubar.
2. Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII)
Negara Islam Indonesia (disingkat NII; juga dikenal dengan nama Darul Islam atau DI) yang artinya adalah Rumah Islam adalah kelompok Islam di Indonesia yang bertujuan untuk pembentukan negara Islam di Indonesia.
Pergerakan tersebut dimulai pada 7 Agustus 1949 oleh sekelompok milisi Muslim, dikoordinasikan oleh seorang politisi Muslim radikal, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di Desa Cisampah, Kecamatan Ciawiligar, Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat.
Kelompok ini mengakui syariat islam sebagai sumber hukum yang valid. Gerakan ini telah menghasilkan pecahan maupun cabang yang terbentang dari Jemaah Islamiyah ke kelompok agama non-kekerasan
Gerakan ini bertujuan menjadikan Republik Indonesia yang saat itu baru saja diproklamasikan kemerdekaannya dan ada pada masa perang dengan tentara Kerajaan Belanda sebagai negara teokrasi dengan agama Islam sebagai dasar negara.
Dalam proklamasinya bahwa ‘Hukum yang berlaku dalam Negara Islam Indonesia adalah Hukum Islam’, lebih jelas lagi dalam undang-undangnya dinyatakan bahwa ‘Negara berdasarkan Islam’ dan ‘Hukum yang tertinggi adalah Al Quran dan Sunnah’.
Proklamasi Negara Islam Indonesia dengan tegas menyatakan kewajiban negara untuk membuat undang-undang yang berlandaskan syariat Islam, dan penolakan yang keras terhadap ideologi selain Alqur’an dan Hadits Shahih, yang mereka sebut dengan ‘hukum kafir’.
Namun pemberontakan berakhir tragis, seluruh pengikut DI/TII dieksekusi.
Kecuali Penyelesaian terakhir Pemberontakan Daud Beureuh atau DI/TII Aceh yang diakhiri dengan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh pada bulan Desember 1962 atas prakarsa Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel Jendral Makarawong.
3. Partai Komunis Indonesia (PKI).
PKI berawal dari gerakan yang digagas oleh Henk Sneevliet dan kaum sosialis Hindia Belanda lainnya dengan membentuk serikat tenaga kerja di pelabuhan bernama Indies Social Democratic Association (dalam bahasa Belanda: Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV) pada tahun 1914.
ISDV pada dasarnya dibentuk oleh 85 anggota dari dua partai sosialis Belanda, yaitu SDAP dan Partai Sosialis Belanda yang kemudian menjadi SDP komunis, yang berada dalam kepemimpinan Hindia Belanda.
Para anggota Belanda dari ISDV memperkenalkan ide-ide Marxis untuk mengedukasi orang-orang Indonesia mencari cara untuk menentang kekuasaan kolonial.
Pada Kongres ISDV di Semarang (Mei 1920), nama organisasi ini diubah menjadi Perserikatan Komunis di Hindia (PKH). Semaun adalah ketua partai dan Darsono menjabat sebagai wakil ketua. Sekretaris, bendahara, dan tiga dari lima anggota komite adalah orang Belanda.
PKH adalah partai komunis Asia pertama yang menjadi bagian dari Komunis Internasional. Henk Sneevliet mewakili partai pada kongres kedua Komunis Internasional 1921.
Pada periode menjelang kongres keenam Sarekat Islam pada tahun 1921, anggota menyadari strategi Sneevliet dan mengambil langkah untuk menghentikannya. Agus Salim, sekretaris organisasi, memperkenalkan sebuah gerakan untuk melarang anggota SI memegang keanggotaan dan gelar ganda dari pihak lain di kancah perjuangan pergerakan indonesia.
Keputusan tersebut tentu saja membuat para anggota komunis kecewa dan keluar dari partai, seperti oposisi dari Tan Malaka dan Semaun yang juga keluar dari gerakan karena kecewa untuk kemudian mengubah taktik dalam perjuangan pergerakan indonesia.
Pada saat yang sama, pemerintah kolonial Belanda menyerukan tentang pembatasan kegiatan politik, dan Sarekat Islam memutuskan untuk lebih fokus pada urusan agama, meninggalkan komunis sebagai satu-satunya organisasi nasionalis yang aktif.
Bersama Semaun yang berada jauh di Moskow untuk menghadiri Far Eastern Labor Conference pada awal 1922, Tan Malaka mencoba untuk mengubah pemogokan terhadap pekerja pegadaian pemerintah menjadi pemogokan nasional untuk mencakup semua serikat buruh Indonesia.
Hal ini ternyata gagal, Tan Malaka ditangkap dan diberi pilihan antara pengasingan internal atau eksternal. Dia memilih yang terakhir dan berangkat ke Rusia.
Pada Mei 1922, Semaun kembali setelah tujuh bulan di Rusia dan mulai mengatur semua serikat buruh dalam satu organisasi. Pada tanggal 22 September, Serikat Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (Persatuan Vakbonded Hindia) dibentuk.
Pada kongres Komintern kelima pada tahun 1924, ia menekankan bahwa “prioritas utama dari partai-partai komunis adalah untuk mendapatkan kontrol dari persatuan buruh” karena tidak mungkin ada revolusi yang sukses tanpa persatuan kelas buruh ini
Pada 1924 nama partai ini sekali lagi diubah, kali ini adalah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Dalam perjalanannya, PKI membawa pergerakan rakyat Indonesia kepada pemerintahan kolonial Belanda ketika masa penjajahan, termasuk era Jepang dan pasca kemerdekaan.
PKI pun populer, Presiden Republik Indonesia Soekarno bertindak menyeimbangkan antara PKI, militer, fraksi nasionalis, dan kelompok-kelompok Islam yang terancam oleh kepopuleran PKI.
Pengaruh pertumbuhan PKI menimbulkan keprihatinan bagi pihak Amerika Serikat dan kekuatan barat anti-komunis lainnya. Situasi politik dan ekonomi menjadi lebih tidak stabil; Inflasi tahunan mencapai lebih dari 600 persen dan kehidupan Indonesia memburuk.
PKI dirasakan oleh kalangan politik, beberapa bulan menjelang Peristiwa G30S, makin kuat. Sehingga para pesaing PKI mulai khawatir PKI akan memenangkan pemilu berikutnya. Gerakan-gerakan untuk menentang PKI mulai bermunculan, dan dipelopori oleh Angkatan Darat.
Pada Desember 1964, Chaerul Saleh dari Partai Murba (dibentuk oleh mantan pemimpin PKI Tan Malaka) menyatakan bahwa PKI sedang mempersiapkan kudeta. PKI menuntut larangan Partai Murba, tuntutan itu dipaksakan kepada Soekarno pada awal 1965.
Dalam konteks Konfrontasi dengan Malaysia, PKI menyerukan untuk ‘mempersenjatai rakyat’. Sebagian besar pihak dari tentara Angkatan Darat melarang hal ini. Sikap Soekarno tetap secara resmi untuk tidak terlalu mengambil sikap atas hal tersebut karena Sukarno cenderung mendukung Konfrontasi dengan Malaysia seperti PKI.
Pada bulan Juli sekitar 2000 anggota PKI mulai menggelar pelatihan militer di dekat pangkalan udara Halim. Terutama dalam konsep ‘mempersenjatai rakyat’ yang telah memenangkan banyak dukungan di antara kalangan militer Angkatan Udara dan Angkatan Laut.
Pada tanggal 8 September demonstran PKI memulai untuk pengepungan selama dua hari di Konsulat AS di Surabaya. Pada tanggal 14 September, Aidit mengalamatkan kepada gerilyawan PKI untuk mendesak anggota agar waspada dari hal-hal yang akan datang.
Pada 30 September Pemuda Rakyat dan Gerwani, kedua organisasi PKI terkait menggelar unjuk rasa massal di Jakarta terhadap krisis inflasi yang melanda.
Pada malam 30 September dan 1 Oktober 1965, enam jenderal senior Indonesia dibunuh dan mayat mereka dibuang ke dalam sumur.
Pembunuh para jenderal mengumumkan keesokan harinya bahwa Dewan Revolusi baru telah merebut kekuasaan, yang menyebut diri mereka Gerakan 30 September (G30S).
Dengan banyaknya jenderal tentara senior yang mati atau hilang, Jenderal Suharto mengambil alih kepemimpinan tentara dan menyatakan kudeta yang gagal pada 2 Oktober. Pada tanggal 22 November, Aidit ditangkap dan dibunuh.
Pada bulan Desember militer menyatakan bahwa Aceh telah dibersihkan dari komunis.
Bersamaan, khusus Pengadilan Militer yang dibentuk untuk mengadili dan memenjarakan para anggota PKI. Pada 12 Maret, partai PKI secara resmi dilarang oleh Suharto, dan serikat buruh pro-PKI SOBSI dilarang pada bulan April.( Trb / IM )
kalau memang terbukti ketiga Partai itu mau merubah Pancasila maka Pemerintah harus Tegas memBubarkannya atau ditahan sekalipun, karena barang siapa yang mau Merubah Pancasila adalah Pengkhianat Negara Kesatuan RI