Perseteruan SBY-Anas Tak Kunjung Padam


Keduanya ingin memperoleh simpati publik sebagai pihak yang dizalimi

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Anas Urbaningrum semakin terlibat dalam perseteruan politik setelah Anas mundur dari jabatan Ketua Umum Partai Demokrat.

Mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini mensinyalkan perlawanan terhadap SBY. Ini tampak saat pidato pengunduran diri sebagai Ketua Umum Partai Demokrat beberapa waktu lalu.

“Di atas segalanya, saya ingin menyatakan, barangkali ada yang meramalkan dan menyimpulkan ini adalah akhir dari segalanya. Hari ini saya nyatakan ini baru permulaan. Ini baru awal langkah-langkah besar. Ini baru halaman pertama. Masih banyak halaman-halaman berikutnya yang akan kita buka dan baca bersama. Tentu ini untuk kebaikan kita bersama,” kata Anas yang memberikan perlawanan terhadap SBY dengan pesan halus.

Anas menyatakan, dalam kondisi apa pun akan tetap berkomitmen dan berikhtiar memberikan sesuatu yang berharga bagi masa depan politik dan demokrasi Indonesia. “Jadi, ini bukan tutup buku. Ini pembukaan buku halaman pertama. Saya yakin halaman-halaman berikutnya makin bermakna bagi kepentingan kita bersama,” kata Anas.

Pada waktu pengunduran diri tersebut, Anas telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi Hambalang yang juga melibatkan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Alfian Mallarangeng. Kasus ini berjalan seperti siput di KPK hingga akhirnya Andi ditahan setelah hampir satu tahun ditetapkan sebagai tersangka. Namun, sampai hari ini Anas masih bebas dari penahanan KPK.

Hati SBY mulai kecut menyaksikan Anas dan sejumlah pengurus dan anggota Partai Demokrat mendirikan organisasi massa (Ormas) Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI).

SBY, selaku Ketua Umum Partai Demokrat, merasa terancam dengan kehadiran PPI yang dianggap ingin menggunting dalam lipatan dan mengganggu soliditas partai. Akhirnya, kader Partai Demokrat yang bergabung dalam ormas PPI dikeluarkan dari partai.

SBY memandang PPI sebagai kendaraan Anas untuk menggembosi Partai Demokrat yang sedang berupaya memperbaiki citra dan meningkatkan elektabilitasnya. Kemarahan SBY pada Anas terlihat dari pesan singkatnya kepada petinggi partainya yang bocor ke media. Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu merasa tak habis pikir mengapa mantan anak buahnya terus-menerus menyerangnya.

“Jahat sekali. Luar biasa. Sebenarnya saya tidak ingin melihat ke belakang. Tetapi, pihak Anas terus-menerus menyerang dan menghantam saya dan Partai Demokrat. Setelah hampir tiga tahun saya mengalah dan diam, saatnya saya hadapi tindakan yang telah melampaui batasnya itu,” demikian penggalan SMS SBY.

“Anas amat ganas dalam menyerang dan menghancurkan saya dan partai. Bahkan, secara terbuka ia mengatakan jangan harapkan PD (Partai Demokrat) akan bangkit dan berhasil,” tulis SBY lagi dalam SMS yang ditulis 19 Oktober lalu.

Bertepatan dengan Hari Raya Kurban, Anas mengemukakan pernyataan menarik dan seolah ingin menyindir pihak-pihak yang mengorbankan orang lain demi kepentingan pribadi dan keluarganya. “Kurban itu membawa pentingnya nilai manusia dan kemanusiaan. Kita tak boleh main-main. Manusia itu tak boleh dikorbankan. Hanya hewan yang boleh, itu pun dengan syarat tertentu,” kata Anas.

Ia kembali memberikan sindiran tajam kepada SBY yang mengurbankan sapi impor dan kebijakan ekonomi SBY-Boediono yang gemar melakukan impor pangan. “Alhamdulillah, sudah saya cek satu per satu hewannya, bukan impor. Tak ada sapi, kambing dan, kerbau impor,” ujarnya.

SBY dan orang-orang kepercayaan presiden semakin mendidih kemarahannya melihat tingkah dan pernyataan pedas Anas. Entah merupakan suatu kebetulan atau bukan, KPK segera merespons kegundahan SBY dengan menggeledah rumah kediamanan Anas dan markas PPI. KPK menyita sejumlah dokumen PPI dan uang sebesar Rp 1 miliar. Namun, buku yasin yang ada tulisan Edhie Baskoro Yudhoyono tidak ikut disita, meskipun dokumen itu berada di tempat yang sama.

Anas memang membandingkan antara Partai Demokrat dan PPI seperti seekor macam yang khawatir dengan kucing. Menurut Anas, macan tidak perlu takut dengan kehadiran kucing. Namun, ia menyindir SBY dengan mengatakan, seekor macan bisa memiliki hati kucing, demikian pula sebaliknya, kucing bisa berhati macan.

Kini hubungan keduanya ibarat minyak dengan air. SBY dan Anas terlibat persaingan memperoleh simpati publik dan berebut menjadi korban penzaliman. Keduanya berharap dengan menjadi pihak yang dizalimi, mereka akan menuai simpati publik. Itu memberi keuntungan menjelang Pemilu 2014. Namun, rakyat sudah jenuh dengan pertikaian elite-elite bermental cengeng seperti ini. Itu karena sama sekali tidak ada manfaatnya bagi kepentingan bangsa dan negara.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *