Peringatan G30S, Menyembuhkan Luka Sejarah


Luka itu masih menganga. Pedih, sakit tak terperi. Padahal, waktu sudah beranjak jauh dari 46 tahun lampau.

Tak ada obat yang mampu menyembuhkannya karena rasa sakit ini merasuk jauh ke lubuk hatinya, merusakkan jiwanya. Bahkan, sampai terbawa-bawa dalam mimpi buruk, hingga hari ini. Mungkin ini pula yang membuatnya menderita insomnia.

Lelaki ini berusia di atas 70 tahun. Masih lekat dalam ingatannya bagaimana orang-orang tak berdosa mengalami penyiksaan luar biasa. Darah di mana-mana, memercik ke tembok-tembok di sebuah ruangan besar.

Ada seorang pemuda dari Ansor yang digebuki dengan ekor ikan pari lalu tidurnya di atas tikar. Ketika bangun tidur keesokan harinya, tikar itu menempel di tubuhnya.

Suatu hari aktivis dari Ansor melancarkan protes terhadap perlakuan sewenang-wenang ini, sehingga pemuda yang sudah telanjur disiksa itu kemudian dikeluarkan dari tahanan. Ketika beberapa orang mempertanyakan mengapa pemuda itu dilepaskan, ada tentara yang menjawab enteng, “Salah ambil.”

Cerita pilu ini diketahui SH dari lelaki tersebut. “Kamu mengenal aku, jadi kamu bisa merasakan apa yang kualami dan kurasakan, kan?” kata pria berperawakan gagah ini sambil tertunduk dan geleng-geleng kepala.

Dia juga menceritakan kisah miris di mana ada seorang anak umur 12 tahun, yang tentu tidak tahu apa-apa tentang peristiwa G30S, tapi ditahan kemudian dipindahkan ke Pulau Buru. Namun, cerita tentang anak ini tak pantas dipublikasikan.

Masih ada lagi jutaan cerita yang membuat bulu kuduk berdiri. Termasuk di kalangan militer sendiri, lelaki ini menyaksikan bagaimana seorang tentara berpangkat mayor jenderal di-PKI-kan, kemudian tanda pangkatnya ditarik begitu saja oleh prajurit “kroco” atas perintah komandan operasi.

Kisah ini meluncur dari mulut pria yang berhati lembut ini. Rasa kemanusiaannya sangat tinggi, terutama untuk membantu masyarakat miskin tanpa memandang segala perbedaan. Bahkan, sejak muda dia sudah bergerak membantu warga di pelosok desa terisolasi.

“Waktu itu (peristiwa G30S) saya tidak bisa mengeluarkan isi hati karena terikat pada sumpah jabatan. Melihat kenyataan itu saya menangis, ada konflik batin, stres. Mungkin saya lebih tersiksa daripada mereka yang disiksa secara fisik itu. Saya tahu bahwa itu tidak benar, tapi saya tidak bisa berbuat apa-apa,” tuturnya.

Ia melanjutkan, perintah dari atasan harus dilaksanakan. Tapi, dalam pelaksanaannya ada yang menyeleweng, misalnya target bernama A pada saat yang ditentukan sudah pindah lokasi, sehingga siapa saja termasuk X yang saat itu sedang berada di lokasi ditangkap militer.

“Jadi asal comot saja, padahal apakah dengan mengambil si X berarti akan bisa mendapatkan si A? Emangnya orang PKI itu bodoh-bodoh?” dia tertawa.

Dia memang termasuk orang yang protes terhadap peristiwa salah sasaran yang berulang kali terjadi itu, dan merasa sangat menyesal pernah memilih profesi sebagai tentara yang kemudian malah terjerumus dalam peristiwa terkelam di negeri ini.

Kasih Kemanusiaan

Sialnya lagi, tak lama kemudian dia justru yang dijebloskan ke penjara. Kelaparan, kesakitan, dan kedinginan mewarnai hari-harinya selama delapan tahun di dalam sel.

Jelas membuncah sudah rasa penyesalan dalam dirinya: mengapa mati-matian mengikuti instruksi pemimpin yang bicara atas nama bangsa dan negara. Namun hikmahnya, justru di dalam penjara itulah rasa welas asih-nya terhadap sesama manusia bersemi kembali.

Inilah sepenggal kisah tentang lelaki ini. Dengan bersusah payah dia melewati perjalanan hidup yang penuh “ranjau”. Satu-satunya penghiburan yang kini dilakukannya adalah menyalurkan kasih kepada sesama lewat Yayasan Pelayanan Kasih (YPK).

Di dalam YPK ada organ bernama Balai Pengobatan Umum (BPU) yang melayani pasien umum dan pasien gigi dari keluarga tidak mampu, serta Crisis Center Yayasan Pelayanan Kasih (CCYPK) yang membantu penderita penyakit berat, khususnya penderita kanker, yang hidupnya berada di bawah garis kemiskinan dan sulit mengakses pelayanan pengobatan.

Tak terkira sudah berapa jumlah orang yang telah dibantunya. Sejak didirikan tahun 2004 YPK telah menolong puluhan ribu orang, terutama dalam bidang kesehatan. Maklumlah, keluarganya sebagian besar berprofesi sebagai dokter.

Seluruh pendanaan untuk menyalurkan bantuan lewat YPK dan CCYPK ini diperoleh dari hasil penyewaan Gedung Grha Kasih dan Vila Grha Kasih yang dibangunnya di atas areal seluas sekitar 7.000 meter persegi di Kampung Cipari, Kelurahan Cisarua, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Gedung dan vila yang indah dengan pemandangan alam eksotis ini disewakan untuk tempat peristirahatan, retret, rapat, dan social outings (misalnya kumpul keluarga).

Tarifnya pun tergolong paling murah jika dibandingkan dengan vila serupa di sekitarnya, jika ditilik dari bangunan yang relatif baru dan fasilitas lengkap. Paling murah, karena tempat ini memang nonprofit, tidak mengambil keuntungan dari para tamunya.

Perjalanan untuk menghidupkan YPK ini pun ternyata tidak mudah, karena dia kesulitan menemukan partner yang bisa menjiwai isi hatinya dalam rangka menjalankan visi-misi tersebut. Maka dia sempat stres gara-gara orang-orang di sekelilingnya tidak pas dalam menerjemahkan kehendaknya yang “lepas bebas” tanpa ikatan duniawi lagi.

Lelaki ini bertekad penuh untuk mendedikasikan sisa hidupnya hanya untuk misi kemanusiaan. Dia tidak pernah menghitung berapa uang yang harus dikeluarkan dan berapa yang harus kembali masuk ke kantong pribadi.

Gedung Grha Kasih dan Vila Grha Kasih dia persembahkan sepenuhnya kepada Tuhan melalui sesama. Buktinya, dia tidak pernah dan tidak akan pernah meminta – walau satu perak pun – uang dari hasil penyewaan ini untuk kantong pribadi maupun keluarganya.

Ungkapan Syukur

Perjalanan untuk mendirikan Grha Kasih pun tidak mudah, karena setelah dibangun sekitar tahun 2000 malah hendak dibakar oleh masyarakat lantaran dikira akan dibuat sebuah gereja.

Tentu saja dia kalang kabut dibuatnya. Namun lambat laun masyarakat bisa memahami dan menerima bahwa tujuan utama pendirian bangunan ini semata-mata untuk membantu sesama yang menderita, tanpa memandang suku, agama, ras, antargolongan (SARA).

Lelaki ini memang berbeda. Gerakan sosial yang dilakukannya unik. Habis-habisan, mati-matian, kata orang. Bahkan ada yang bilang ngongso, memaksakan diri.

Permodalan yang digunakan memang hanya bersumber dari pribadinya seorang diri. Padahal, jika dilihat dari sisi iman, gerakan sosial yang seperti inilah yang justru ideal sebab tanpa embel-embel mencari keuntungan materi pribadi. Sumber modalnya pun tidak diperoleh dari hasil korupsi ataupun menyuap.

Apa yang didedikasikan oleh pria ini hanya bermuara pada satu tujuan, yaitu memuliakan nama Tuhan. Selain itu, sebagai ucapan syukur bahwa berdasarkan keyakinannya, dia telah diampuni dan diselamatkan oleh Tuhan, serta diberi kemurahan rezeki sehingga diberi kesempatan untuk menyalurkan kasih kepada sesama tanpa pamrih.

Yah, dia memang patut bersyukur mengingat seorang teman yang mengenalnya sejak muda pernah berujar kepada SH, “Dia itu orang yang dilindungi oleh malaikat-malaikat. Kalau tidak, dia sudah mati dari dulu-dulu.”

Rasa syukur kepada Tuhan karena telah diselamatkan, telah merasuk jauh ke dalam kalbunya.

Ini tercermin dari ungkapan hatinya dalam kehidupan sehari-hari, yang tak menampakkan sedikit pun ada rasa dendam yang membekas di hatinya terhadap pemimpinnya dahulu, yang telah menjerumuskannya menjadi “pelaku” dalam peristiwa paling gelap di negeri ini.

Hanya karena dia sadar bahwa kondisi politik tahun 1965-an memang serbadilematis, sulit bagi setiap orang untuk menghindarinya.

Padahal, lelaki ini tahu betul, siapa yang seharusnya bertanggung jawab dalam peristiwa G30S.

Namun, dia memilih diam, hanya karena merasa tidak berdaya dan tidak akan ada gunanya jika mengungkapnya ke permukaan. Diam-diam dia telah memaafkan masa lalunya, sebagai satu-satunya obat penyembuh luka sejarah itu.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *