Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto mengatakan pihaknya masih mendalami insiden amuk massa pekerja PT Freeport yang menewaskan satu orang dan puluhan lainnya luka-luka.
“Ini masih kami dalami, kasusnya seperti apa,” katanya seperti dilansir Antara.
Menko Polhukam mengatakan selama ini pemerintah khususnya aparat berupaya agar sengketa karyawan dan manajemen PT Freepot dapat dikelola dengan baik, sehingga tidak menjadi konflik kekerasan.
“Tapi hari ini hal itu terjadi, mudah-mudahan tidak berlanjut dan ini yang sedang didalami,” kata Djoko menegaskan.
Demo pekerja PT Freeport Timika, Papua, semakin memanas pada hari ini. Satu orang pengunjuk rasa dilaporkan tewas dan lima luka di Rumah Sakit Umum daerah Mimika, Papua.
“Semuanya karena tembakan,” kata petugas medis yang tak mau disebutkan identitasnya.
Unjuk rasa pekerja Freeport di terminal Gorong-gorong, Timika, berubah menjadi amuk massa. Polisi menghalangi para pekerja yang terus merangsek terminal Gorong-gorong sehingga terjadi bentrokan.
Massa membakar tiga truk kontainer berisi bahan makanan milik Freeport dan hingga kini belum ada petugas pemadam kebakaran datang.
Amuk massa Timika mengakibatkan puluhan pekerja luka dan dibawa ke Rumah Sakit Mimika.
Bentrokan juga mengakibatkan enam polisi luka di bagian kepala karena terkena lemparan pengunjuk rasa.
Mereka dirawat di Rumah Sakit Mitra Masyarakat. “Kami akan terus memantau situasi di lapangan,” kata juru bicara Polda Papua Komisaris Besar Wachyono.
Demo Berdarah di Freeport, Dua Tewas
Versi karyawan, tembakan aparat keamanan pemicu rusuh. Demonstran membakar tiga kontainer.
Ribuan karyawan PT Freeport Indonesia kembali menggelar demonstrasi di areal Tambang Tembagapura, Senin, 10 Oktober 2011. Tuntutan mereka masih sama dengan aksi digelar mulai 4 Juli dan 15 September 2011 lalu: kenaikan upah. Mereka juga ingin bertemu pihak manajemen, mengajukan perpanjangan unjuk rasa.
Pada aksi pagi hari itu, turut bergabung juga ratusan demonstran yang berasal dari tujuh suku di sekitar areal pertambangan perusahaan Amerika Serikat itu. Mereka menuntut bertemu CEO Freeport, memperjuangkan apa yang mereka sebut hak ulayat, hak warga asli Papua atas tanah itu.
Massa melakukan long march ke Terminal Gorong-gorong. Namun, niat mereka memasuki terminal keberangkatan bus PT Freeport dihalangi aparat. Massa yang tak menyerah mendesak masuk.
Pada pukul 10.00 WIT bentrok pecah di depan terminal. Aparat keamanan menghalau barisan dengan mengeluarkan tembakan peringatan ke arah demonstran. Namun, peluru aparat justru melukai sejumlah orang. Satu di antaranya tewas.
Versi karyawan, tembakan aparat keamanan menjadi pemicu rusuh. Demonstran yang marah pun membalas membakar tiga kontainer milik PT Freeport.
Salah seorang pengurus SPSI PT Freeport pimpinan Sudiro, Frans Wonmaly menjelaskan, rusuh bermula ketika ribuan karyawan yang sejak 15 September lalu menggelar aksi mogok kerja, hendak naik menuju areal tambang di Tembagapura melalui terminal Gorong-gorong. Namun, pihak manajemen Freeport dibantu aparat kepolisian menghadang.
“Karyawan yang hendak naik ini, adalah pemilik ulayat areal tambang. Tujuan naik untuk menutup Freeport karena hingga saat ini manajemen tidak mau berunding. Lantas, saat menuju terminal bus Freeport, mereka dihadang dan kemudian ditembaki aparat,” ujarnya.
Empat karyawan tertembak, dan segera dilarikan ke rumah sakit. Namun, setengah jam kemudian nyawa salah satu karyawan bernama Piter Ayami Seba tidak tertolong. “Ia tewas akibat tembakan di bagian dada,” ujarnya.
Sementara, juru Bicara SPSI Freeport pimpinan Sudiro, Juli Parongrongan mengaku tak tahu motif penembakan oleh aparat keamanan ke arah rekan-rekannya. “Kami tidak memprovokasi, tapi tiba-tiba manajemen mengerahkan polisi yang mengeluarkan tembakan, dan sejumlah rekan kami kemudian tersungkur,” kata Juli.
Jenazah Piter, karyawan bagian catering Freeport yang tewas itu diarak sepanjang 3 kilometer menuju kantor DPRD Mimika. “Sebagai bukti arogansi Freeport,’’ ujarnya.
Amuk demonstran
Juru Bicara Polda Papua, Kombes Wachyono mengatakan, bentrok terjadi dipicu ulah pendemo yang mengamuk dan membakar tiga mobil milik Freeport yang diparkir di lokasi. “Selain membakar kendaraan, para pendemo juga melempari polisi yang saat itu melakukan tugas pengamanan. Akibatnya, tujuh anggota polisi terkena lemparan batu,” ungkapnya.
Karena massa sudah tak terkendali, polisi kemudian mengeluarkan tembakan peringatan, tapi juga tak diindahkan, sehingga mengeluarkan tembakan melumpuhkan. “Ada dua dari pendemo yang terkena tembakan,” ucapnya.
Sementara, juru bicara PT Freeport Indonesia, Ramdani Sirait mengatakan, penembakan berawal dari adanya sejumlah karyawan yang berdemo dari sekretariat Serikat Pekerja PT Freeport di Timika menuju terminal Gorong-gorong. “Mereka bermaksud mengganggu keberangkatan karyawan lain yang akan bekerja,” kata dia dalam surat elektronik kepadaVIVAnews.com.
Kelompok itu berusaha masuk ke terminal, namun tidak diperbolehkan oleh polisi. Pihak keamanan dan polisi langsung memblokir akses, namun demo malah semakin agresif dan brutal, sehingga petugas mengeluarkan senjata. “Insiden tersebut mengakibatkan satu orang meninggal dan beberapa karyawan dan petugas kepolisian cedera,” katanya. “Semua sedang dirawat di klinik dan rumah sakit setempat.”
Freeport mengatakan akan menindak tegas karyawan yang memicu bentrok. “Para individu yang bertanggung jawab atas tindakan agresif yang ilegal ini harus bertanggung jawab atas tindakan mereka,” Ramdani menambahkan.
Satu polisi tewas, wartawan dianiaya
Senin malam, berita duka kembali datang. Juru Bicara Polda Papua Kombes Wachyono mengatakan, seorang anggota Brimob tewas. Dia adalah Briptu Jamil, anggota Resmob Satuan Por 2 Den D Brimob Mabes Polri. “Ia tewas dikeroyok para pekerja Freeport yang demo, bahkan senjatanya juga dirampas dan hingga kini belum ditemukan,” paparnya.
Wachyono melanjutkan, korban tewas di rumah sakit. “Ia tak bisa diselamatkan, akibat lukanya yang parah,” dia mengungkapkan. Pelaku pengeroyokan masih dalam pencarian.
Para wartawan yang sedang melakukan tugas jurnalistik juga ikut mengalami kekerasan. Dua jurnalis, dari Cahaya Papua, Duma Tato Sanda dan wartawan Radar Timika, Syahrul babak belur dianiaya para pekerja yang demo. Kamera, telepon genggam, juga sepeda motor mereka dirampas.
“Mereka tiba-tiba memukul saya, juga menarik paksa kamera, kemudian motor dirampas,” kata Duma.
Pemukulan terjadi ketika mereka meliput pembakaran tiga buah truk milik Freeport. Pekerja mengamuk setelah tersiar kabar seorang rekannya meninggal tertembak saat unjuk rasa berlangsung. “Saya sudah bilang saya wartawan, tapi mereka terus memukul, saya lari tapi masih dilempari dengan batu, untung ada orang yang datang menyelamatkan pakai motor, kalau tidak saya bisa mati karena dipukul banyak orang,” kata dia.
Duma yang dipukul nyaris pingsan. Ia menyesal berada dalam situasi buruk tersebut. “Dalam pelarian itu saya dibuntuti sekitar sepuluh orang. Sandal yang saya pakai terlepas. Beberapa dari mereka melempar saya dengan batu,” ujarnya.
Duma mendapat luka disekujur tubuh. Ia mengenali ciri-ciri pelaku yang memukulnya, bertubuh besar dan berambut ikal. “Saat visum, ditemukan memar dan pembengkakan di tulang pipi, luka di bibir atas, lidah terluka, pembengkakan dan memar di punggung kanan, pinggang kiri dan dada kanan. Ditemukan juga luka di tiga jari kaki kanan,” dia menguraikan.
Ia berharap pelaku diproses hukum, dan barangnya dikembalikan. “Saya tak terima pemukulan ini, mereka karyawan harus dihukum, saya sudah laporkan ini ke polisi.”
Dimintai tanggapan, juru bicara serikat pekerja, Julius Parorongan menandaskan akan memanggil karyawan yang berbuat ulah. “Saya akan cek, ini memang keterlaluan. Saya tak sangka pekerja bisa se-anarkis ini. Usai ada yang ditembak tadi, karyawan memang mulai susah diatur,” ujarnya.
Karyawan Freeport Tewas Ditembak
Seorang karyawan PT Freeport Indonesia tewas, dan tiga lainnya luka setelah diberondong tembakan oleh aparat keamanan, Senin 10 Oktober sekitar pukul 10.30 WIT di terminal Freeport Gorong-gorong Timika, Papua. Mereka ditembaki ketika hendak naik ke areal tambang di Tembagapura.
Miner shot dead in Indonesian strike
Security forces have opened fire on striking Freeport miners, killing at least one person and injuring six others.
Indonesian police have shot and killed one protester and wounded at least six others when they clashed with striking workers at a mine run by US company Freeport McMoran, a union official said.
More than 1,000 workers were involved in the clashes on Monday at the Grasberg complex, one of the world’s biggest gold and copper mines, in Indonesia’s Papua province.
“A protester was killed from a gunshot fired by police and another was shot in the chest,” Virgo Solossa, an official for the mine workers’ union, said. He identified the dead man as 30-year-old Petrus Ayemsekaba.
A doctor at a local hospital confirmed that one person was killed by a gunshot
Union leader Manuel Maniambo said thousands of striking workers were trying to prevent replacement workers from heading by bus to the mine, high up in the mountains.
Blocked by security forces, some of them became angry, throwing rocks and yelling insults.
An AFP reporter at the scene said that workers damaged the entry gate at a mining terminal and burned three food delivery trucks.
‘Complete anarchy’
The troops responded with gunfire, killing one worker and leaving another hospitalised in critical condition, said Maniambo.
A Papua police spokesman Wachyono said at least seven police were hurt in the incident.
He blamed the striking workers, saying security forces had no choice but to fire warning shots after they became violent.
“It was complete anarchy … they were attacking the police,” he said.
The striking miners are demanding that their current minimum wage of less than $2 an hour be raised to globally competitive levels.
Union representatives say that Freeport’s Papuan workers, who are mostly indigenous Melanesians, receive the lowest wages of any Freeport mining facility in the world.
“We call for police and the management to stop production during the period of strike,” protester Yohane Natkime said.
Solossa said that the union, which has been on strike since September 15, last week declared a second month of strike action, after the first month-long strike period expired.
He said that at least 8,000 of the company’s 23,000 workers would remain on strike.
Production in the first week of the strike last month was slashed by 230,000 tonnes a day, representing daily losses of $6.7m in government revenue.
Slowing production at Grasberg, coupled with a spate of strikes at Freeport’s South American mines, has raised concerns of a global copper shortage, analysts have said.