Jakarta – Mantan Asisten Terotorial (Aster) Kepala Staf TNI Angkata Darat (KSAD) Mayjen TNI (Purn) Saurip Kadi menilai, akibat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono SBY terkesan membiarkan mafia berkeliaran dalam segala bidang di negeri ini dan tidaks egera memberantasannya, maka publik bisa menganggap SBY sebagai gembong mafia.
“Logika berpikirnya sebagai berikut: Mafia dalam mengexercise ‘kekuasaannya’ untuk mencapai tujuan menempuh cara mempengaruhi pemerintahan negara yang sah sehingga pemerintah mengikuti semaunya mereka. Siapa yang membikin negara kita hari ini mau mengikuti kemauan mafia…? Ya SBY…!” papar Saurip Kadi kepada jakartapress.com, Jumat (25/2/2011).
“Dia (SBY) bukan mafia, tapi dia yang membuat pemerintahan ini dikuasai mafia, maka pantas disebut sebagai gembong mafia. Soal dia kebagian atau tidak atas rezeki yang diperoleh kaum mafia, itu persoalan lain. Tapi kerugian uang rakyat, ketidakadilan dan lain sebagainya sudah nyata dan itu sumbernya adalah sikap dia yang menyuburkan praktek mafia,” ungkap orang dekat mendiang Presiden Gus Dur ini.
Ia pun menambahkan, SBY-Boediono sangat ‘berhasil’ dalam menyuburkan kesemrawutan kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga negeri ini pantas dijuluki sebagai negeri mafia dan preman. Terlebih lagi belakangan muncul kasus-kasus mafia seperti mafia perpajakan dan hukum.
“Mafia ada di setiap sektor. Meliputi mafia pajak, mafia tanah, mafia perkebunan, mafia pertambangn, mafia pasar modal, mafia BUMN, mafia cukai, mafia perdagangan komoditi, mafia perbankan, mafia pailit, mafia perkara dan kasus markus, mafia polisi, mafia KPK, mafia hukum,mafia anggaran, mafia pilkada, mafia MA, mafia kejaksaan, mafia MK, mafia lingkaran presiden, dan lain-lain,” beber Saurip Kadi. “Jadi pantasnya, SBY-Boediono disebut gembong mafia,” ungkap purnawirawan jenderal yang kelewat vokal ini.
Tidak hanya itu, Saurip melihat maraknya gerakan ekstrim agama, aliran, dan lain-lain adalah salah satu indikator negara mafia karena gerakan seperti itu adalah alat yang efektif dan murah untuk melindungi praktek-praktek mafia. “Celakanya yang dikorbankan adalah hak-hak rakyat baik hak milik, hak hidup, hak kemanan, hak azasi manusia dan lain-lain hanya dijadikan sinetronan,” bebernya pula.
Sebelumnya, Saurip Kadi mengaku kecewa dengan SBY. Sebagai sesama alumni akademi militer, Saurip malu dengan kepemimpinan rekan seangkatannya itu. Saurip berharap alumni Akademi tentara Nasional tidak ada yang seperti SBY. Lulusan terbaik Akademi Militer 1973 itu dianggap gagal memimpin. “Tidak semua lulusan TNI seperti (SBY) itu,” kata Saurip dalam deklarasi Dewan Penyelamat Negara (Depan) di komplek gedung DPR, Senayan, beberapa waktu lalu. “Saya lebih hormat pada polisi lalu lintas di Pancoran,” tandas mantan Aster KSAD.
Untuk mengatasi kemacetan lalu lintas, lanjut Saurip, polantas akan membiarkan kendaraan jalan meski lampu merah menyala. Setelah kemacetan bisa diurai, lanjut Saurip, barulah kendaraan dihentikan ketika lampu merah menyala. “Seperti itulah pemimpin. Jangan suka menyalahkan masa lalu,” kata Saurip sembari menambahkan, pemimpin itu adalah kepercayaan sehingga kalau masyarakat sudah tak percaya lagi, buat apa memimpin?