Kocok Ulang Satgas Antimafia


Manuver anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, Inspektur Jenderal Polisi Herman Effendi, membuktikan bahwa lembaga ad hoc ini tak solid. Ia sempat berencana mengundurkan diri kendati akhirnya tak jadi. Gesekan ini mestinya dijadikan momentum untuk menata ulang Satuan Tugas.
Herman dikabarkan kurang sreg mengenai penanganan kasus rekening gendut milik sejumlah petinggi kepolisian yang memojokkan korpsnya. Lalu, muncul pula perang pernyataan antara Denny Indrayana–Sekretaris Satuan Tugas sekaligus staf khusus presiden bidang hukum–dan juru bicara Markas Besar Kepolisian RI Inspektur Jenderal Edward Aritonang.

Ketua Satuan Tugas Kuntoro Mangkusubroto dan Kepala Kepolisian RI Bambang Hendarso Danuri telah berupaya menenangkan riak-riak itu. Tapi langkah ini rasanya tak menyelesaikan masalah internal Satuan Tugas secara tuntas. Presiden Yudhoyono harus turun tangan, karena Presidenlah yang membentuk lembaga ini melalui Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2009. Ia harus menggaransi bahwa Satgas mampu berfungsi semestinya, yaitu menerima pengaduan, menindaklanjutinya, serta memberikan rekomendasi penanganan kepada instansi yang berkaitan.

Presiden Yudhoyono juga harus membuktikan bahwa mereka bukan lembaga ad hoc untuk sarana politik pencitraan belaka. Langkah lebih tegas–sekaligus lebih baik–harus segera ditempuh. Keretakan internal
itu hendaknya dijadikan momentum untuk menyusun ulang anggota tim tersebut dengan tokoh-tokoh yang bersih, independen, dan berani. Pengurus lembaga ini mesti dijauhkan (karena memang tak ada keharusan) dari unsur kepolisian dan kejaksaan, yang sering menjadi duri dalam daging. Memaksakan anggota yang mewakili unsur penegak hukum malah berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Sebab, pengurus Satuan Tugas yang berasal dari unsur aparat tadi lebih sering bertindak mewakili korps
asalnya. Benturan kepentingan itu tampak ketika Satuan Tugas terlihat lamban merespons kasus rekening superjumbo pejabat kepolisian yang diduga hasil korupsi. Padahal penuntasan masalah rekening tak wajar
ini bisa menjadi shock therapy “bertegangan tinggi” bagi usaha memberantas praktek mafia hukum.

Di negeri dengan penegakan hukum yang masih terseok-seok ini, terapi kejut dan terobosan masih sangat diperlukan. Lembaga ad hoc ini pun didirikan karena “jalur tradisional” penegakan hukum, seperti di
kejaksaan dan kepolisian, tidak berfungsi dengan baik. Jamak terdengar bahwa masih ada aparat hukum yang malah ikut bermain dan merekayasa sebuah perkara demi kepentingan pribadi. Inilah tantangan berat bagi Presiden Yudhoyono, yang telah menetapkan pemberantasan mafia hokum sebagai prioritas nomor satu dalam program 100 hari pemerintahannya.

Satuan Tugas memang tidak berhak menyelidiki dan menindaklanjuti kasus mafia hukum dan peradilan. Payung hukum tim ini juga “hanyalah” keputusan presiden. Namun Satuan Tugas pasti memperoleh dukungan dan legitimasi dari publik bila Kuntoro dan kawan-kawan, dengan sokongan penuh dari Presiden, benar-benar membuktikan keberanian mereka melawan “hantu” mafia hukum, apa pun risikonya

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *