Praktik mafia anggaran di DPR diperkirakan terus terjadi sepanjang pemerintah tak melakukan pengaturan terkait pembiayaan partai politik dan pembatasan biaya kampanye pada pemilu. Sebagian politisi akan terus mencari peluang memperoleh uang secara instan dari anggaran negara untuk kemudian disetor kepada parpol guna menutup biaya operasional.
Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi mengatakan, pembiayaan parpol menjadi salah satu kunci mengurangi praktik mafia anggaran di parlemen. “Kalau mau jujur, parpol butuh uang besar untuk menjalankan roda partai dari atas hingga bawah. Di Indonesia, banyak larangan terkait pembiayaan, seperti tidak boleh menerima dana dari asing dan mempunyai badan usaha. Akhirnya, para politisi mencari ruang remang-remang untuk memperoleh dana,” katanya dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (17/12/2011).
Padahal, kata Burhanuddin, di banyak negara, parpol memiliki bank, pusat perbelanjaan, untuk membiayai roda partai. Kepemilikan badan usaha juga diyakini dapat mendekatkan parpol kepada para konstituennya. Burhanuddin juga menekankan pentingnya negara memberikan subsidi kepada parpol untuk menjalankan roda organisasi.
Hal kedua yang tak kalah pentingnya adalah pembatasan biaya kampanye parpol pada pemilu. “Kita perlu memikirkan bagaimana memurahkan ongkos politik, mulai dari pemilu legislatif hingga pemilu presiden. Spending kampanye perlu dibatasi. Dengan demikian, sepandai-pandainya parpol mengumpulkan dana, mereka tak dapat menggunakan seluruhnya. Akhirnya, yang terjadi adalah pertarungan gagasan yang lebih programatik,” kata Burhanuddin.
Menurut Burhanuddin, pembatasan biaya kampanye diterapkan di Amerika Serikat. Awalnya, kebijakan ini menuai kritik dari parpol. Kebijakan ini kemudian digugat ke pengadilan. Namun, pada akhirnya, Mahkamah Agung AS mematahkan gugatan tersebut. MA berpendapat, jika pembiayaan kampanye tidak dibatasi, demokrasi akan dirugikan.
Related Posts
