MEOK


Kata “MEOK” pertamakali saya dengar datang dari seorang

teman di Jakarta. Ketika itu saya samasekali tidak tahu apa

artinya. Sadar bahwa penggunaan kata bahasa Indonesia

banyak ditaburi singakatan dan synonym bernada lincah, saya

mengira kata itu berhubungan dengan organisasi ekonomi,

karena ada E, O dan K. Tapi susah menempatkan fungsi huruf

M pada permulaan rangkaian kata tsb. Mungkin makro? Jadi,

teka teki itu adalah ungkapan yang berhubungan dengan

Organisasi Makro Ekonomi. Ya, itulah agaknya kepanjangan

arti kata MEOK. Dalam perkiraanku teman ini ingin bicara

mengenai ekonomi, mungkin hendak membincangkan

pertemuan APEX 2013 di Bali baru baru ini dimana Obama

tidak dapat hadir karena pemerintah AS tengah mengalami

shutdown tutup kerja, terpaksa diganti oleh John Kerry.

Kejadian yang telah membuat AS menjadi bahan tertawa.

Wah, ini subject besar memerlukan pengetahuan luas dan

mendalam, sekalipun dalam kenyataan pakar ekonomi paling

sering membuat prediksi tidak tepat, meleset dari target

perhitungan, tidak banyak beda dengan prediksi index pasar

saham, tinggi rendah tidak menentu.

Bayangkan betapa terkejutnya dan geli hatiku ketika diberitahu

bahwa MEOK itu adalah singkatan dari Makan Enak Omong

Kosong. Ahh, rupanya saya sendiri yang telah meleset

menerka. Saya sangat terkesan dengan tingginya imaginasi

temanku dapat membuat singkatan kata humor demikian

menarik berdasarkan gejala kehidupan sehari hari.

Ada sebagian orang tidak setuju bahasa colloquial digunakan

dalam bahasa tulis. Saya termasuk yang berpendapat

sebaliknya. Lain dengan penggunaan pribahasa yang telah

menjadi klise karena terlalu sering dipakai sudah kehilangan

kadar kreatifitas berubah jadi menjemukan. Sebaliknya

penggunaan bahasa colloquil dapat menambah warna, ciri unik

dan memperkaya citarasa sebuah tulisan.

Bahasa colloquil mengingatkan kita kepada food street yaitu

makanan yang dipersiapkan dan dijaja di pinggir jalan. Dulu

di Singapura pada tahun-tahun 60an hingga 70an masih

terdapat food street. Beberapa tempat yang terkenal antara

lain di Cook Road, di tempat parkir di Orchard Road, di Beach

Road dan tentunya banyak lagi di Hong Kong Street, Smith

Street sekitar daerah China Town. Mereka umumnya berjaja

hingga larut malam, sebagian sampai jam 1 atau 2 pagi hari.

Mereka datang berbondong bondong untuk MEOK. Banyak

yang datang dengan mobil mewah, setelah parkir di tepi jalan,

duduk bercampur baur dengan tukang taxi, tukang beca dan

para pekerja manual lainnya, juga perempuan pekerja night

clubs yang datang bersama customer. Tampak yang berjas

berdasi dan yang bercelana pendek bersandal jepit duduk

di bangku makan bersama menikmati bubur Teochew, sate

ayam, ikan bakar, mie pangsit atau mie goreng di bawah

langit terbuka dan pancaran lampu malam di pinggir jalan.

Suasana sangat meriah tidak ada perbedaan tingkat social,

hanya ada persamaan kegemaran menikmati makanan sedap

yang terdapat di sepanjang jalan. Bahasa dialek terdengar

bersimpang siur penuh dengan ungkapan colloquial sepanjang

malam, baik ungkapan yang bernada memuji seperti “sip peh

sui” atau mencela “sip peh chau” ciri ciri yang menggambarkan

kegairahan kehidupan masyarakat pada masa itu. Masa ketika

Singapura masih mencari cari jalan sendiri setelah berpisah

dengan Malaysia.

Sekarang semua itu telah berlalu. Jual makanan di pinggir

pinggir jalan sudah tidak dibolehkan lagi. Sudah ada peraturan

tertentu, semua pedagang makanan dijadikan satu dalam

sebuah gedung yang dipanggil food court atau food centre,

makanan yang dijual juga ditentukan oleh management,

misalnya kalau sudah ada satu kiost menjual makanan

Padang, tidak boleh ada kiost lain menjual makanan yang

sama, agar tidak terlalu sengit bertanding.

Harus diakui, food court jauh lebih nyaman dan bersih

dibanding dengan street food yang dijual di pinggir jalan, tapi

citarasa hidangan jauh menurun, karena banyak masakan

datang dari wholesale supplier, tidak dimasak di tempat seperti

dulu, maka makanan di satu food court rasanya sama seperti

di food court lain. Ini metode yang menguntungkan bagi yang

menjual, tidak perlu susah payah masak sendiri, ringkas dan

mudah, tapi bagi pembeli rasa hidangan di mana-mana sama,

tidak bervariasi. Dan juga suasana di food court tidak terasa

adanya detik nadi bangsa, melainkan sistim consumerism yang

ditata rapih, sterile tidak berjiwa. Maka tidak mengherankan

banyak kiosk menggunakan nama food street lama sebagai

trade mark, seperti original Katong Laksa, original Nasi Lemak

Changi Market dsb demi menarik pembeli.

Dengan adanya speak Mandarin campaign bertahun-tahun,

masyarakat telah melepaskan kebiasaan berkomunikasi dalam

bahasa dialect yang sebenarnya adalah bahasa ibu mayoritas

masyarakat Singapura. Untuk mengutarakan sesuatu kejadian

atau perasaan dengan jitu dan mendalam, bahasa ibu berupa

alat yang paling tepat, spontan dan spot on. Tentunya juga

yang paling nyaman untuk MEOK bersama teman karib.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *