Memahami Ideologi Religious Terorisme – Bagian ke-1


Congratulation US Navy Seal berhasil “meng-eliminasi” Osama bin Laden. Terorisme bukanlah hal
yang baru, aksi ini sudah mulai ditulis sejak zaman Roman Empire, namun sampai sekarang dunia masih
menghadapi kesulitan untuk menyepakati definisi secara global. Terorisme bila dilihat secara “akademik
klasik” adalah penggunaan kekerasan untuk mencapai tujuan politik, agama, dan ideologi, yang umumnya
dipercayai secara mitos dilakukan oleh karena adanya unsur kemiskinan, atau
kurangnya pendidikan, namun sekarang teori itu sudah tidak relevan, karena yang terjadi sekarang
umumnya dilakukan oleh group dan individual yang berpendidikan sangat tinggi dari S1, S2, S3, seperti
Insinyur, Doktor, bahkan Professor.

Sebagai contoh FBI (Profiler)Behavior Analyst yang selama beberapa dekade, telah menjadikan “teori
klasik” sebagai standard operating prosedure(SOP) untuk menanggulangi terorisme, kemudian mereka
harus meneliti ulang, karena dalam hanya waktu sekejab setelah terjadinya serangan 9/11 teori prinsipal
mereka menjadi Obsolete !! Mengapa? Karena majoritas seluruh pelaku 9/11 memiliki pendidikan tinggi,
umumnya sama sekali tidak miskin, akan tetapi mereka terlihat sebagai seorang yang taat beragama,
sangat sopan-santun, melakukan hal-hal routine seperti mencuci muka, kaki dan tangan sebelum
membajak kapal, juga dari rekaman “black box” terdengar teriakan Allahu Akbar selama pembajakan dan
juga sebelum kapal terbang menabrak target.

Menurut saksi-saksi dan tetangga sebagai “Sleeping Cells” mereka tidak pernah memperlihatkan sikap
“high profile” terhadap komunitas sekeliling mereka. Sejak saat itu pemerintah Amerika menyimpulkan
selain penggunaan system Profiling yang pada umumnya digunakan sebagai filter pertama, juga
memberikan kesimpulan baru bahwa faktor Ideologi berdasarkan radikalisasi agama seperti Calipah-
Jihad-Sharia dan politik agenda terselubung seperti keinginan menguasai dunia dan mengubah seluruh
umat beragama untuk memeluk Islam, yang menjadikan Motives kuat para pelaku aksi radikal, sebagai
akar dari “religious terrorism”.

Definisi terorisme yang ada sekarang, telah digunakan dan ditulis oleh instansi-instansi pemerintah,
kadang-kadang langsung di asosiasikan dengan serangan-serangan teroris yang terjadi diseluruh dunia,
yang secara sistematis umumnya berdasarkan pemahaman dari satu pihak, dan seringkali terjadi “double
standard” digunakan untuk mengecualikan pihak pemerintah dari definisi yang sama.
Seperti kita tahu efek sampingan dari ‘aksi-teroris’ sangat merendahkan persepsi kelompok dan group
agama yang diasosiasikan, itu menunjukkan kurangnya legitimasi dan dukungan moralitas dari kaum
majoritas agama tersebut dan juga dari seluruh penduduk dunia.

Sebagai bahan renungan, “aksi terorisme atau religious-terorisme” sering menjadi taktik yang
dilakukan oleh para pelaku sebagai sebuah aksi militant atau secara political correctness menggunakan
perkataan “geo-politik” yang mempunyai agenda terselubung lebih besar misalkan mereka percaya
goalnya adalah untuk menyebarkan ideologi agama ataupun untuk menguasai dunia yang secara
historik “kaum radikal melakukan aksi teror dengan menggunakan pedang namun sekarang karena
beralihnya teknologi, lalu mereka menggunakan senjata modern dan serangan bom bunuh diri.

12 Variasi Definisi Terorisme:

1. Bila kita melihat sebelum serangan 9/11, PBB Resolution 49/60, yang diadopsi pada tanggal 9
Desember 1994, disimpulkan bahwa Terorisme adalah: Criminal acts intended or calculated to provoke
a state of terror in the general public, a group of persons or particular persons for political purposes are
in any circumstance unjustifiable, whatever the considerations of a political, philosophical, ideological,
racial, ethnic, religious or any other nature that may be invoked to justify them.

Sejumlah negara-negara anggota PBB sampai saat inipun masih memiliki perselisihan dalam
mendefinisikan terorisme, sehingga hal ini telah menjadikan hambatan yang sangat besar oleh lembaga
dunia untuk berusaha melakukan International Counter Terrorism Measurements dengan definisi yang
dapat disepakati bersama.

2. Setelah PBB, terjadi Konvensi Arab yang membuahkan Definisi Terorisme diadopsikan oleh Dewan
Menteri Dalam Negeri Arab dan Dewan Menteri Keadilan Arab di Kairo, Mesir pada 1998:
Any act or threat of violence, whatever its motives or purposes, that occurs in the advancement of an
individual or collective criminal agenda and seeking to sow panic among people, causing fear by harming
them, or placing their lives, liberty or security in danger, or seeking to cause damage to the environment
or to public or private installations or property or to occupying or seizing them, or seeking to jeopardize
national resources.

3. Kemudian ditahun 2004 Dewan Keamanan PBB menciptakan Resolusi 1566 dengan definisi baru:
Criminal acts, including against civilians, committed with the intent to cause death or serious bodily
injury, or taking of hostages, with the purpose to provoke a state of terror in the general public or in a
group of persons or particular persons, intimidate a population or compel a government or an international
organization to do or to abstain from doing any act.

4. Dilanjutkan dengan panel PBB, pada 17 Maret 2005: As any act “intended to cause death or serious
bodily harm to civilians or non-combatants with the purpose of intimidating a population or compelling a
government or an international organization to do or abstain from doing any act.”

5. Definisi Eropa Union diciptakan untuk tujuan penggunaan hukum didalam Artikel.1 Keputusan
Kerangka Memerangi Terorisme (2002). Hal ini menyatakan bahwa aksi terorisme adalah “Given their
nature or context, may seriously damage a country or an international organization where committed with
the aim of: seriously intimidating a population; or unduly compelling a Government or international
organization to perform or abstain from performing any act; or seriously destabilizing or destroying the
fundamental political, constitutional, economic or social structures of a country or an international
organization.”

6. The United Kingdom’s Terorisme Act 2000 mendefinisikan terorisme “designed seriously to interfere
with or seriously to disrupt an electronic system”. An act of violence is not even necessary under this
definition.”(bersambung ke edisi berikutnya)

Arnold Lukito – Mantan U.S. Marine Corps Security Forces

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *