LIBURAN KE PULAU SAMALONA


“Ce..mau makan apa..?” Tanya bhante Dipa ama saya. Saya sich maunya bilang nasi campur Ujung
Pandang ,coto Makassar, sop konro,ikan bakar atau nyuknyan, yang menjadi lagu wajib kalau kamu ke
Makassar.Tapi karena yang tanya biksu, yang seharusnya berpantang makan daging, saya pilih yang
paling aman saja “ Pisang epek di pantai losari saja Dipa,..sambil menikmati matahari tenggelam.”

Kalau di Los Angeles, biasanya saya kebagian hospitality melayani para pendeta. Di Makassar ini
kebalikannya , selama 5 hari saya diajak keliling dan ditraktir oleh biksu. Bhante Dipa ini sebenarnya
adalah biksu yang pernah bertugas di Vihara mama saya di Biak. Kebetulan kita seumur dan mempunyai
banyak persamaan sifat, sehingga mama saya seringkali menganggap dia seperti anaknya. Tidak seperti
biksu pada umunya yang tidak mau mencampuri urusan keduniawian,bhante Dipa ini jago dalam
mendesign dan membangun. Saya sempat melihat vihara yang dia design dan bangun di Tomohon dan
di tanjung bunga Makassar, sangat bagus dan artistik. Dia juga mempunyai pengetahuan luas dan pandai
dalam berdhamma (mengajar ) tidak heran facebooknya “bhante Dip “ sudah melebihi kapasitas 5000
orang. Rupanya saya mendapat kehormatan besar dilayani khusus oleh biksu terkenal seperti dia he..he..

Jalanan sedikit macet di daerah pinggir pantai karena kecil dan sesak dengan sepeda motor dan mobil
yang parkir dimana-mana. Kita mengorder pisang epek lapis keju dan memakannya dimobil ( kan aneh
kalo ada biksu, duduk dipinggir jalan makan pisang epek). “Seharusnya Butce juga jadi biksu , bhante ..”
Kata mama saya sambil menerima pisang epek yang disodorkan oleh bhante Dipa. Saya hanya bisa
meringis. “Waktu kecil teman-temannya bercita-cita menjadi pilot dan dokter, Butce cita-citanya menjadi
biksu..” sambung mama saya lagi.

My mom tidak salah sich , memang betul umur 7 tahun saya sudah fasih menghafal paritta (buku doa
) dalam bahasa pali (India selatan ). Bahkan saya sudah dibabtis dan memakai jubah biru. “Umur 9
tahun dia sudah mengajar sekolah minggu di Vihara lho bhante” my mom nyeletuk lagi . Saya hanya
bisa tertawa.Memang sich waktu itu saya termasuk anak teladan yang paling rajin kevihara setiap
minggu.Biasanya setelah doa pembacaan paritta, kita disuruh bermeditasi selama 30 menit. Kamu
bayangin aja anak umur 9 tahun disuruh diam selam 30 menit. Biasanya instead mengosongkan pikiran,
saya malah berimaginasi mengarang cerita. Setelah selesai meditasi biasanya saya akan dipanggil ke
depan untuk memberikan ceramah atau cerita. Mau tau cerita apa? Cerita fantasy yang saya karang
selama meditasi,pokoknya intinya kebenaran menang melawan kejahatan.

Pinggir laut di pantai losari memang indah tapi sayang tidak terlalu bersih. Untuk berenang dan
mancing biasanya orang akan ke pulau — pulau kecil di sekitar pantai. Aduh saya pengen ke pulau nech.
Seperti bisa membaca pikiran saya ,tiba-tiba bhante Dipa bertanya pada saya, “Ce..kamu mau ke pulau
Samalona? “

“Hah ? mau.sekali !.gimana caranya, charter perahu? “ Tanya saya surprise.. Bhante Dipa senyum-
senyum aja, “Pokoknya beres , Selasa ini kalian siap-siap jam 9 pagi di dermaga, saya ada kapal ” Wao
hebat juga teman saya ini, pikir saya. Ternyata ada salah seorang umatnya yang menawarkan untuk
memakai kapal pesiarnya kapan saja. “Saya ndak pernah mau..malas pergi sendiri, tapi khusus untuk
temanin Butce saya akan pergi .” sahut Bhante Dipa..Saya senyum-senyum saja , Trims Dipa

“Saya belum pernah ke Samalona..” sahut sepupu saya Puti . Puti ini memiliki hotel di dekat pantai losari
yaitu hotel Mercure, yang saya tempati selama di Makassar. “Hah? Yang bener? Kamukan tinggal di
pinggir pantai..ndak pernah ke Samalona..” Sahut saya surprise. “Demi kau Butce..saya akan pergi..tapi
kau jaga saya ya…” sahutnya. “Beres.non..” He..he sepupu saya ini ndak bisa berenang.

Kapal pesiar yang kita pakai ini adalah motor boat yang berkapasitas 50 orang, cukup besar untuk
memuat kita semua yang berjumlah sekitar 35 orang. Motor boat ini ditambatkan di dermaga restaurant
yang berada dipinggir pantai. Didalam motor boat ini ada satu tempat tidur susun dan 2 buah dipan,
juga ada dapur kecil. Lautnya terlihat tenang dan biru, saya bisa melihat juku mairo ( ikan kecil ) yang
berenang di bawah jembatan .

Saya menghirup nafas dalam-dalam mencium bau yang sangat familiar di hidung saya, bau segar ..bau
laut.“Dipa kita ke dek atas yok., sekalian foto” AJak saya. Sementara itu anak-anak bermain di dek
depan. Papa saya yang baru datang dari Serui duduk diam di kursi sambil merokok , matanya melirik
mencuri pandang kearah mama saya, pandangan cinta. Sementara itu mom entah merasa entah tidak asik
mengoborl dengan keluarga lainnya. Mereka telah bercerai selama 15 tahun.

Kurang lebih 45 menit kita sampai di pasir putih Samalona. Dari jauh terlihat pasirnya yang putih dan
lautnya yang transparant. Ada beberapa kapal nelayan dan motor boat yang merapat di jembatan,tapi
menurut saya tidak terlalu banyak orang. Karena kita semua baru pertama kali kesana, so we don’t have
any idea mau taruh barang dimana. Begitu turun terlihat beberapa rumah penduduk. ”Mau sewa kamar
pak ?Cuma Rp 200.000.” Dia menunjuk rumah yang bercat biru yang terletak 100 meter dari jembatan.
Kelihatannya lumayan bagus ,di dalam kamar ada tempat tidur dan beranda yang menghadap ke laut.
Didepan beranda itu ada para-para bambu untuk duduk-duduk.

Pantai di depan tempat sewaan kita agak berbatu, namun biasanya tempat seperti ini perfect untuk
melihat ikan hias. Saya memakai snorkel saya dan mulai mengamati karang yang ada…Kebanyakan sich
seperti biasa adalah acropora dengan blue tip. Ikan yang ada mostly clownfish yaitu si nemo. Sementara
itu ibu-ibu mulai menyiapkan nasi campur ujung pandang dan rujak buah. “Baba erokki bayao pannyu?
“(Bapak mau telur penyu?) tawar seorang bapak pada kita. Dia membawa sekeranjang telur penyu
sebesar bola pingpong,namun cangkangnya lunak. Gua hampir loncat, udah 10 tahun ndak makan telur
penyu man..Terakhir gua ke peternakan penyu di Cayman island, tapi tidak boleh makan telur penyu.

“Nona erokki juku” (ibu mau beli ikan ? ) tanya seorang ibu yang membawa ikan baronang sebesar
paha..Perfect untuk bikin ikan bakar. Kita suruh mereka potong-potong dan bakarkan untuk kita .Dilahap
dengan sambal ulek. Hhhmm sedap. Setelah itu saya berjalan mengelilingi pulau yang katanya hanya
sebesar 3.5 hektare. Saya amati bahwa penduduk di pulau ini mempunyi gaya hidup yang santai dan
keliatannya cuek-cuek saja. Tidak ada anak-anak yang menyodorkan survenir seperti yang lazim kita
jumpai di tempat rekreasi. Menurut saya pulau samalona ini punya potensi tinggi untuk di jual sebagai
tujuan wisata. Pasir putih dan jenis terumbu karangnya lebih bervariasi

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *