Keturunan Tionghoa Mulai Tampil


Sejalan dengan gerakan reformasi dan didukung kebijakan politik dari Presiden Abdurrahman Wahid, warga keturunan Tionghoa kini tak lagi hanya terfokus pada bidang ekonomi. Mereka mulai memasuki pula bidang politik yang selama ini seperti ditabukan. Selain mulai mencalonkan diri sebagai

Harian Indonesia Jakarta

anggota parlemen, sejumlah warga keturunan Tionghoa menjelang Pemilu 1999 memunculkan partai sendiri, seperti Partai Reformasi Tionghoa Indonesia, Partai Pembauran Indonesia, dan Partai Bhinneka Tunggal Ika.

Partai Bhinneka Tunggal Ika bisa menempatkan wakilnya di DPR, yakni L Sutanto dari Kalimantan Barat (Kalbar). Jumlah wakil rakyat dari warga keturunan Tionghoa, dari periode ke periode keanggotaan Dewan, juga terus meningkat. Mereka bukan lagi mewakili daerah pemilihan yang merupakan basis warga keturunan Tionghoa, seperti Kalbar, melainkan merata ke berbagai daerah. Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) dari daerah pemilihan Jawa Tengah X, Hendrawan Supratikno, mengakui, langkah Presiden Abdurrahman Wahid yang membuka ruang lebih luas bagi partisipasi warga keturunan Tionghoa dalam kehidupan berbangsa menjadi salah satu momentum bersejarah dalam reformasi dan demokratisasi di Indonesia.”Partisipasi komunitas Tionghoa sekarang ini

Christiandy Sanjaya

makin variatif, tidak hanya diidentikkan dengan bisnis. Ini sekaligus menjadi tantangan bagi komunitas Tionghoa untuk semakin berkontribusi dalam memajukan bangsa,” ujarnya, Minggu (30/1) di Batam.

Dalam bidang politik, Hendrawan mencatat ada 14 orang (data Litbang Kompas, 15 orang) dari total 560 anggota DPR periode 2009-2014 adalah keturunan Tionghoa. Sejumlah kepala daerah juga dijabat keturunan Tionghoa, seperti Wakil Gubernur Kalbar Christiandy Sanjaya dan Wali Kota
Singkawang Hasan Karman. Basuki Tjahaja Purnama pada 2006 melepaskan jabatan sebagai Bupati Belitung Timur untuk mencalonkan diri sebagai Gubernur Bangka Belitung. Namun, ia belum berhasil meraih jabatan itu.

Belum dimanfaatkan Tokoh masyarakat keturunan Tionghoa, Sofyan Wanandi, menilai, kebebasan politik yang dialami warga etnis Tionghoa di Indonesia kini memang jauh lebih baik ketimbang zaman Orde Baru. Sayangnya, iklim kebebasan itu masih belum dimanfaatkan secara maksimal. ”Sejak reformasi, kebebasan politik bagi etnis Tionghoa itu sangat besar. Lihat saja, beberapa orang etnis Tionghoa kini bisa menjadi anggota parlemen, baik di pusat maupun di daerah. Sebagian lain menjadi

Hasan Karman Basuki

pejabat pemerintahan,” ujar Sofyan yang juga dikenal sebagai pengusaha. Kebebasan yang lebih besar itu, menurut Sofyan, juga bisa dilihat dari munculnya sejumlah organisasi komunitas Tionghoa, termasuk pula Koran berbahasa Mandarin. ”Situasi semacam ini tentu tidak akan terjadi pada masa sebelum reformasi,” ujarnya.

Namun, ia mengakui, kondisi penuh tekanan yang dialami etnis Tionghoa dalam jangka waktu panjang tidak bisa hilang begitu saja. Akibatnya, iklim penuh kebebasan sekarang masih belum dimanfaatkan secara maksimal oleh sebagian warga etnis Tionghoa. ”Bagaimanapun, warga keturunan Tionghoa terlalu lama tertekan sehingga sekarang masih ada sebagian di antara mereka yang takut-takut,” tutur Sofyan.

Hendrawan pun mengakui, kebebasan berpolitik bagi etnis Tionghoa belum berjalan sepenuhnya. ”Secara normatif tidak ada diskriminasi, tetapi praktiknya hal itu bisa dirasakan,” katanya. Anggota F-PDIP DPR (daerah pemilihan Bangka Belitung), Rudianto Tjen, juga mengakui masih adanya praktik diskriminasi itu. ”Perlakuan diskriminasi itu masih ditemukan di

Sofyan Wanandi

daerah dalam pemilu kepala daerah (pilkada). Saya mengalaminya saat maju dalam Pilkada Bangka Belitung. Justru yang melakukan adalah elite politik,” katanya. Secara terpisah, Ketua DPRD Kota Singkawang (Kalbar) Tjhai Tjui Mie, Minggu, mengakui, dengan berbagai kekurangan yang ada, kini politisi dari etnis keturunan Tionghoa merasakan atmosfer politik yang makin positif.

Mereka dapat terjun ke kancah politik memperjuangkan kepentingan masyarakat. ”Sekarang masyarakat Tionghoa bisa masuk ke arena politik setelah tak ada lagi diskriminasi. Melalui kancah politik, kami bisa memperjuangkan kepentingan seluruh masyarakat, bukan hanya warga Tionghoa,” kata Tjhai. Selain Tjhai, di Kalbar juga sudah berkiprah beberapa birokrat dan politisi dari etnis Tionghoa. Ia mengungkapkan, perlakuan yang adil terhadap semua etnis di Indonesia harus tetap dipertahankan. ”Saya berharap, ke depan tak lagi dipersoalkan seseorang itu berasal dari
etnis apa. Semuanya berhak mendapatkan perlakuan yang sama karena sesama warga negara Indonesia,” ungkapnya. Hasan Karman mengakui, secara struktural dan hukum, warga keturunan Tionghoa dipulihkan hak-haknya setelah masa reformasi. ”Setelah pemulihan hak itu, masyarakat Tionghoa bisa berperan di semua bidang, termasuk dalam politik,” katanya. Kendati demikian, Hasan masih menemukan di lapangan adanya label  tertentu yang diberikan kepada masyarakat Tionghoa. ”Saya berharap
semakin lama tidak ada lagi orang yang memberikan cap ini dan itu karena kita semua adalah warga negara Indonesia,” katanya.

Terus buka keran Di Jakarta, praktisi hukum Frans Hendra Winarta meminta pemerintah perlu membuka keran atau peluang lebih luas bagi warga keturunan Tionghoa agar dapat bekerja dan berperan di lembaga pemerintah.

Frans Hendra Winarta - Praktisi Hukum

Dengan demikian, warga keturunan Tionghoa dapat lebih berperan dalam pembangunan di segala bidang. Selama ini warga keturunan Tionghoa sangat terbatas untuk bisa menduduki jabatan strategis di pemerintahan karena politik pecah belah dan perlakuan diskriminatif. Ini yang mendorong banyak warga keturunan Tionghoa lebih memilih berkecimpung di dunia usaha atau sektor swasta.

Menurut Frans, politik pecah belah dilakukan sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda. Sikap ini menempatkan warga keturunan Tionghoa sebagai manusia ekonomi. Akses warga keturunan Tionghoa untuk masuk ke instansi pemerintah sangat lemah. Frans mencontohkan, di Amerika Serikat (AS) juga pernah ada diskriminasi terhadap warga berkulit hitam. Namun, Pemerintah AS mengupayakan warga berkulit hitam bisa lebih berperan dan masuk ke perusahaan dengan aksi afirmasi. Saat ini Barack Obama, yang merupakan warga keturunan kulit hitam, pun bisa menjadi Presiden AS.(kompas/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *