Ketentuan HSK Studi di Tiongkok Minimal Level 2


Ketentuan HSK Studi di Tiongkok Minimal Level 2

dilaporkan: Setiawan Liu

Jakarta, 20 April 2019/Indonesia Media – Beberapa mahasiswa Indonesia yang hendak melanjutkan studi di Tiongkok harus mengikuti tes yakni Hanyu Shuiping Kaoshi (HSK) sebagai standardisasi kemahiran berbahasa mandarin. HSK sama seperti tes Toefl bagi siswa yang berencana kuliah di luar negeri dengan bahasa pengantarnya Inggris. HSK juga bersertifikat dan berlaku di Tiongkok. Level HSK tentunya tergantung dari kemampuan siswa mengerjakan tes. “Pengalaman saya (sebagai konsultan pendidikan bahasa mandarin), HSK level 2 (dua) tidak masalah. Level tersebut sudah lolos ke zona aman. Minimal, ketika dia turun dari pesawat, bisa ngomong dan tidak nyasar ketika sedang cari alamat,” Soegihartono dari Akademi Bahasa Asing RA Kartini Surakarta mengatakan kepada IM.

Tes Toefl, HSK disesuaikan dengan perguruan tinggi yang dituju. Siswa harus mencapai score test tertentu sebagai syarat untuk diterima berkuliah disana. Sama seperti Toefl, perguruan perguruan tinggi di Tiongkok juga mensyaratkan lolos HSK level tertentu untuk dapat diterima berkuliah di negeri tersebut, atau mendapat beasiswa. “Saya paksa siswa asal Indonesia minimal mencapai score test HSK 2. Kalau dia bisa mencapai level 4, lebih bagus. Untuk kondisi aman, siswa harus mencapai level 4 untuk menempuh S1 (strata satu). Karena saya lebih banyak terlibat untuk pengurusan beasiswa. Setelah sampai di Tiongkok, saya dorong lagi (siswa) untuk bisa dapat HSK 4 atau 5. Sehingga kemungkinan dapat beasiswa terbuka,” kata Soegihartono.

Jilin university merupakan salah satu yang memberi fasilitas beasiswa untuk mahasiswa asing termasuk yang dari Indonesia. Beasiswa mencakup asrama dan uang saku. Tentunya, Jilin University tidak sembarangan memberikan beasiswa. Agency juga menentukan keberhasilan untuk mendapat beasiswa program S1. Selain fasilitas belajar gratis, siswa juga mendapat uang saku yang diberikan sebesar 2500 RMB (sekitar Rp 5 juta) per bulan. “Ada beberapa agency di Indonesia, termasuk di Jakarta, Jawa Tengah. Biasanya siswa yang berangkat dikenakan biaya,” kata Soegihartono.

Biaya tersebut digunakan agency untuk berbagai keperluan, mulai dari transportasi sampai administrasi. Proses awalnya mulai dari pendaftaran sampai pemberitahuan dari pihak universitas. Ada dua formulir yang dikirim dari Tiongkok ke Indonesia. Salah satunya, formulir atau Surat Undangan. Satu lagi, formulir untuk pengurusan visa tinggal di Tiongkok. “Visa untuk keberangkatan lain lagi. Calon siuswa urus visa keberangkatan dulu. Setelah itu, dia tukar visa tersebut untuk visa tinggal. Setiap tahun, visanya diganti. Ada kode pada visa, (yakni) JW 202,” kata Soegihartono.

Setelah itu, ada pemeriksaan kesehatan di luar pemeriksaan di negara asal. Biayanya antara 400 – 800 RMB. Pengalaman selama mengurus beberapa siswa asal Indonesia, tentunya ada masalah di lapangan termasuk keterlambatan. Beasiswa juga kadang terlambat diterima siswa. “Kadang, beasiswa hanya diberikan untuk setengah bulan. Lalu, bulan berikutnya dia dapat penuh. Beasiswa itu kan uang pemerintah. Kami sebagai agency juga berusaha agar beasiswa bisa diterima tepat waktu,” kata Soegihartono.

Lalu mengurus kesehatan lagi, walaupun di sini mengurus kesehatan. Biaya Rp 400 ribu. Di sana sekitar 400-800 RMB. Begitu sampai di sana, murid saya langsung, karena pengurusan terlambat, berangkat terlambat, sama disana, sudah setengah bulan. Beasiswa juga dikasih setengah bulan, lumrah. Bulan berikutnya, dikasih penuh. Beasiswa terlambat sampai satu minggu, lumrah. Itu kan uang pemerintah. Shg anak dikasih sangu, antisipasi beasiswa terlambat, jangan terjadi kasus kemarin. Dia anggap, saya charge murah.

Selama ini, banyak siswa dari Jawa Tengah termasuk Semarang, Surakarta, Magelang dan lain sebagainya. Soegiharto juga sering memberi arahan sebelum siswa berangkat ke Tiongkok. Pengalaman yang menarik, ada seorang siswa asal Magelang yang berangkat ke Tiongkok karena kemauan orang tua. “Dia berterus-terang kepada saya melalui weechat. Pengakuannya ‘(perintah orang tua) yang penting saya berangkat ke Tiongkok.’ Tapi setelah tahu bahwa beasiswa hanya satu tahun, dia mau balik ke Indonesia. Sehingga, dari pengalaman tersebut saya selalu awasi siswa, kendatipun dia sudah mengikuti perkuliahan di Tiongkok. Karena masalah ini-itu bisa saja terjadi,” kata Soegihartono.

Pasca kelulusan, ijazah yang diterbitkan universitas di Tiongkok harus disetarakan di Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Proses penyetaraan dilihat dari paspor, ijazah siswa. Dikti juga biasanya menyediakan tenaga penerjemah. “Kalau ijazah tidak disetarakan, nanti yang bersangkutan akan kesulitan terutama untuk mencari pekerjaan,” kata Soegihartono. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *