Heterogenitas, kebhinnekaan sebagai kekuatan SMAN 2 Jakbar
dilaporkan: Setiawan Liu
Jakarta, 15 Januari 2022/Indonesia Media – SMA Negeri (SMAN) 2 Jakarta Barat (Jakbar) menilai bahwa heterogenitas social dan kebhinnekaan (berbeda-beda tetapi satu kesatuan) terjaga dari dulu sampai sekarang, dan tidak lepas dari peran para guru dan alumni. “Heterogenitas dan kebhinnekaan menjadi kekuatan SMA Negeri 2 dari dulu sampai sekarang,” salah satu alumni dan guru SMAN 2 Yoha Yapani mengatakan kepada Redaksi.
Suasana heterogen juga terlihat pada setiap kegiatan reuni, gathering dan lain sebagainya. Sejak dulu, siswa-siswanya juga datang dari berbagai latar belakang suku, agama, ras dan tidak pernah ada eksklusifitas dan klasterisasi. Siswa-siswi SMAN 2 mendapat pelajaran agama Islam, Kristen, Katolik, Buddha dari dulu sampai sekarang. “Bahkan reuni kali ini diselenggarakan di Wihara Amurva Bhumi (Hok Tek Tjeng Sin), cerminan heterogenitas,” kata Yoha.
Sekitar 3 – 4 tahun yang lalu juga sudah ada murid beragama Khong Hucu di SMAN 2. Mengingat Pemerintah Indonesia, khususnya semasa pemerintahan presiden ke 4 RI, alm. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur memberi pengakuan resmi terhadap agama Khong Hucu. “Tapi masalahnya, tidak ada SDM (sumber daya manusia) guru agama Khong Hucu. Sehingga mereka (murid beragama Khong Hucu) mengikuti sesi pelajaran di luar sekolah,” kata Yoha.
Hal yang sama, yakni kegiatan belajar mengajar agama Hindu di SMA 2 sempat terjadi kekosongan SDM guru. Sehingga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mengirim guru ke SMAN 2. Tetapi pada tahun selanjutnya, siswa beragama Hindu tidak ada lagi. Sehingga inisiatif Kemdikbud dengan diketahui kepala sekolah SMAN 2, guru agama Hindu tersebut dikirim ke SMK Negeri 11 Jl. Pinangsia 1 kec. Taman Sari Jakarta Barat. “Sebelumnya, ada murid yang namanya ‘Made’ dan ‘Ida Bagus’. Tapi ketika guru (agama Hindu) dikirim (Kemdikbud), murid-muridnya sudah lulus. Akhirnya SDM gurunya dikirim ke SMK 7, karena lokasinya juga berdekatan dengan SMAN 2,” kata Yoha Yapani.
Karena atmosphere kebhinnekaan SMAN 2 nyata, sehingga Yoha sebagai salah satu guru sempat beberapa kali diundang sebagai pembicara. Ada program khusus Kemdikbud yang mengarahkan sekolah-sekolah di Indonesia untuk tetap menjaga kebhinnekaan. Yoha bersama guru-guru lain dari Sabang sampai Merauke berbagi cerita dan pengalaman dalam menjaga keberagaman suku, agama, ras siswa-siswa di sekolah. “Karena SMAN 2 sebagai incubator kebhinnekaan. Hal yang paling penting, yakni peran guru sebagai role model. Dengan demikian, siswa-siswa akan mengikuti. Guru-guru SMAN 2 juga mumpuni semua siswa dari berbagai latarbelakang. Tidak ada eksklusivisme, klasterisasi. Selain para alumni juga terus menjaga kebersamaan, heterogenitas. Murid-murid SMAN 2 juga memiliki tingkat intelejensia di atas rata-rata,” kata guru mata pelajaran matematika dan ekonomi. (sl/IM)