Kasad: Tidak Ada Operasi Militer di Papua + Papua Memanas, Ini Penjelasan TNI dan OPM + Bagaimana OPM Dapat Senjata? Ini Kata KSAD


Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo menyatakan tidak ada operasi militer di Papua menyikapi berbagai insiden penghadangan dan penyerangan oleh kelompok bersenjata terduga Organisasi Papua Merdeka (OPM) terhadap TNI, Polri dan masyarakat.

“Tidak ada. Yang ada hanyalah operasi pengamanan perbatasan dan kebetulan ada kegiatan rutin TNI Manunggal Masuk Desa, maka dilakukan pengamanan,” katanya, usai mendampingi Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro di RSPAD Gatot Soebroto di Jakarta, Kamis (4/8).

Ia menjelaskan, kegiatan TMMD (TNI Manunggal Masuk Desa) sengaja dilakukan di Puncak Jaya, Papua mengingat kondisi infrastruktur, sarana prasarana dan fasilitas umum dan sosialnya cukup memprihatinkan, seperti pangkalan ojek, gereja dan rumah-rumah adat mereka yakni “honai”.

“Kegiatan TMMD di Papua, sama dengan yang dilakukan TNI di daerah lain di Indonesia seperti pembangunan dan perbaikan infrastruktur, sarana prasarana, fasilitas umum dan sosial, terutama di daerah terpencil, daerah tertinggal dan daerah yang rusak akibat bencana alam,” tutur Pramono.

Jadi, lanjut dia, bukan operasi militer dan tidak ada operasi militer di Papua.

Kasad menambahkan, menyikapi perkembangan situasi keamanan di Papua disertai beberapa insiden penghadangan dan penyerangan terhadap pos dan anggota TNI, maka pihaknya meningkatkan kewaspadaan dan patroli.

“Upaya `pembersihan` kelompok bersenjata OPM cukup dilakukan intensif oleh satuan kewilayahan setempat,” ujar Pramono.

Tentang jumlah kekuatan kelompok bersenjata yang diduga OPM, Kasad mengatakan hingga kini belum dapat diprediksi mengingat keberadaan mereka yang terpencar dan mudah berbaur dengan masyarakat setempat.

“Mereka juga kadang muncul, kadang menghilang. Jadi, sampai saat ini data terakhir berapa kekuatan mereka belum dapat diprediksi,” katanya, menegaskan.

Yang jelas, lanjut Pramono, TNI akan terus mengejar keberadaan OPM karena sudah menyangkut keamanan dan kedaulatan negara. “itu sudah otomatis, ada gangguan keamanan kedaulatan, ya kita akan terus kejar,” ujarnya.
Papua Memanas, Ini Penjelasan TNI dan OPM

TNI bangun rumah rakyat. OPM tak suka. Unjuk rasa tujuh kota. Jangan remehkan kekuatan OPM

Tiga prajurit itu terkulai lemah. Di rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta. Kamis 4 Agustus 2011 mereka dijenguk tamu penting.  Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Pramono Edhie Wibowo. Banyak wartawan ikut menjenguk.

Derita tiga prajurit itu dibawa jauh dari Papua, wilayah yang belakangan ini kian memanas. Baku tembak antara sekelompok orang, yang diduga Tentara Pembebasan Nasional — divisi militer dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) terjadi di sejumlah tempat.

Sejumlah kalangan menduga bahwa aksi-aksi yang belakangan marak itu disiapkan guna memberi bobot kepada pertemuan sejumlah pengacara internasional yang digelar di London, Inggris tanggal 3 Agustus 2011. Para pengacara yang dihimpun aktivis OPM di luar negeri itu,  sedang menyusun argumentasi hukum internasional atas tuntutan referendum di wilayah itu.

Tuntutan referendum itu menjadi tema utama yang  diusung para pengunjuk rasa di sejumlah kota di Papua. Dan unjuk rasa itu hampir terjadi bersamaan dengan aksi penembakan sporadis yang berlangsung di sejumlah tempat. Tiga prajurit yang terkulai di Gatot Subroto itu ditembak di tempat dan waktu yang berbeda.

Pertama, pada 25 Mei di Pasar Distrik Illu, Puncak Jaya, korbannya adalah Sertu Kamaruzzaman. Kamaruzzaman mengalami luka di kepala.  Lalu, Pratu Kadek Widana ditembak orang tak dikenal yang diduga OPM pada 5 Juli 2011. Terakhir adalah Pratu Heiberde menjadi korban penembakan pada 12 Juli 2011 di Puncak Jaya.

“Saya tertembak saat melakukan pemantauan pasar di Distrik Illu, Puncak Jaya. Saya tertembak di bagian kepala menembus ke pelipis,” kata Kamaruzzaman usai dijenguk Purnomo dan Jenderal Edhie.

Kamaruzzaman sangat yakin bahwa orang yang menembaknya merupakan anggota OPM. Ada tiga orang yang menyerangnya saat Kamaruzzaman sedang berada di pasar.  “Terjadi di pasar saat saya sedang patroli. Mereka tiga orang, dan saya pastikan itu dari OPM. Karena saya melihat mereka menyerang dan berusaha merampas senjata. Itu sudah pasti OPM,” kata dia.

Bedil Tanpa DOM
Usai menjenguk ketiga prajurit tadi, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Pramono Edhie Wibowo menegaskan bahwa TNI akan ‘membersihkan’ basis Organisasi Papua Merdeka di seluruh wilayah Papua. Namun, TNI, kata Pramono belum akan memberlakukan Papua sebagai daerah operasi militer (DOM).

“Hanya intensitas patroli yang kita tingkatkan,” ujar Pramono usai menjenguk tiga prajurit TNI yang tertembak di Papua. “Tidak ada operasi militer di sana. Yang ada hanyalah operasi pengamanan perbatasan di sana untuk menjaga,” kata Pramono Edhie.

TNI, kata Pramono, juga tidak akan menambah pasukan di wilayah itu.  Pasukan yang bertugas di Papua, katanya,  masih cukup mengamankan wilayah itu.

Sementara, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menegaskan bahwa pemerintah tidak akan menolerir kegiatan apapun yang dapat mengancam keutuhan NKRI. “Kami tidak akan menolerir gerakan separatisme,” ujarnya. Kementerian pertahanan akan melakukan koordinasi dengan pemerintah dan aparat di daerah untuk segera mengambil langkah seperlunya.

TMMD
Ada yang menduga bahwa aksi-aksi itu terkait dengan pertemuan para pengacara di London itu, tapi menurut KSAD Pramono  Edhie, aksi-aksi itu terjadi karena intensitas TNI yang terus membangun wilayah Papua melalui program Tentara Manunggal Membangun Desa (TMMD).

“Saya merasa bahwa meningkatnya gangguan di daerah Puncak Jaya itu karena kegiatan TNI yang sukses merebut hati rakyat. Dan itu sudah mengganggu mereka,” katanya.

Dengan adanya TMMD itulah, Pramono menilai, separatis di Papua merasa terganggu. “Karena mereka selama ini menjanjikan adanya pembangunan, andai nanti sudah merdeka. Mereka itu sudah janji, sudah lama,” katanya.

Menurut Edhie, oknum OPM yang menyerang TNI di Papua tidak senang dengan kegiatan  TMMD. Sejumlah personil TNI yang ditembak itu merupakan anggota yang melaksanakan program TMMD. TNI memang sengaja memilih daerah-daerah yang rawan terpengaruh oleh OPM dalam program ini.

Ia menduga OPM terganggu dengan kegiatan TMMD karena sebelumnya OPM telah menjanjikan kepada warga setempat akan dibangunkan rumah, namun kemudian TNI datang tanpa banyak janji dengan membangun rumah warga melalui TMMD.

Referendum
Aksi unjuk rasa Selasa 2 Agustus 2011 itu digelar serentak di tujuh kota di Papua. Ribuan warga yang tergabung dalam  Komite Nasional Papua Barat (KNPB) itu menuntut referendum.

Di Jayapura unjuk rasa dipusatkan di Expo Waena dan Lingkaran Abepura Jayapura. Aksi itu membuat jalur Jayapura menuju Bandara Sentani lumpuh total. Suasana lengang juga terlihat di sepanjang Jalan Raya Abepura-Sentani. Sementara sejumlah toko memilih tutup, mengantisipasi kemungkinan rusuh.

Ketua KNPB, Maco Tabuni menegaskan bahwa dengan unjuk rasa di sejumlah kota itu, rakyat Papua hendak memperlihatkan kepada dunia  maupun pemerintah Indonesia bahwa mereka ingin menentukan nasib sendiri, melalui mekanisme hukum yang sah dan legal.  “Ini pembuktian kepada dunia dan Indonesia, bahwa rakyat Papua Barat ingin menentukan nasibnya sendiri, melalui referendum yang digelar pihak ketiga, yakni dunia internasional,” tandasnya.

Apapun hasil referendum itu harus diakui oleh masyarakat Papua dan bangsa Indonesia. Maco Tabuni menambahkan, aksi demo damai ini berlangsung serempak di Jakarta dan 7 Kabupaten di Papua. Dalam aksi di Jayapura itu, massa berjalan kaki sejauh 5 kilometer dari arah Waena menuju Lingkaran Abepura.  Mereka melakukan orasi politik tentang keinginan rakyat Papua, yakni referendum digelar di Papua.

Dalam kesempatan yang sama, Marco Tabuni juga mengatakan, bahwa aksi penghadangan dan penembakan yang terjadi di Kampung Nafri Abepura, Senin 1 Agustus, bukan dilakukan kelompok OPM. “Saya berani jamin, pelaku penyerangan di Nafri bukan OPM,” ucapnya disela-sela aksi unjuk rasa.

Sementara Panglima OPM wilayah Perbatasan RI-PNG (Keerom), Lambert Pekikir melalui telepon selulernya, mengaku, OPM tidak bertanggung jawab atas penyerangan di Kampung Nafri. “Tentara Pembebasan Nasional Papua Merdeka tidak bertanggung jawab atas penyerangan di Nafri, karena sementara ini OPM menurunkan senjata, menghormati unjuk rasa menuntut referendum hari ini. Sesuai perintah dari Petinggi OPM di Swedia, Yacob Pray,” ungkapnya.

Lambert Pekikir juga tidak mengetahui kelompok mana yang melakukan penghadangan dan penyerangan. “Saya tidak tahu ini kelompok mana, yang pasti bukan OPM,” paparnya.

Aksi penghadangan dan penyerangan oleh kelompok bersenjata tak dikenal  terjadi di Kampung Nafri, Abepura, Jayapura, Papua, Senin 1 Agustus  2011, pukul 03.00 Waktu Indonesia Timur. Akibatnya 4 orang tewas dan 4 luka-luka. Di lokasi penghadangan itu ditemukan bendera OPM.

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro meminta masyarakat, khususnya masyarakat Papua tidak terprovokasi dengan tuntutan referendum. Menurut dia, pertemuanInternational Lawyer for West Papua  di London, Inggris pada 3 Agustus 2011 yang meminta referendum di Papua, tidak populer di mata rakyat.

“Karena sebetulnya itu hanya dilakukan oleh segelintir orang saja,” kata Purnomo usai menjenguk tiga prajurit TNI yang tertembak di Papua, Kamis 4 Agustus 2011. Bahkan, menurut Purnomo, pertemuan tersebut tidak mendapat simpati dari Kerajaan Inggris. “Dan ternyata, responnya tidak begitu kuat di sana,” tambahnya.

Purnomo mengingatkan seluruh pihak, terus mewaspadai gerakan-gerakan separatis dan upaya memisahkan Papua dari NKRI yang dilakukan segelintir orang. “Kita terus pantau dari berbagai aparat dan juga dengan daerah,” ucapnya.

Jenderal Pramono Edhie Wibowo

Bagaimana OPM Dapat Senjata? Ini Kata KSAD

TNI akan meningkatkan operasi di Papua. Khususnya di basis-basis OPM

Separatis di Papua yang tergabung dalam Organisasi Papua Merdeka (OPM) melancarkan gerakannya dengan senjata. Yang terakhir, mereka diduga menembaki helikopter milik TNI yang mengangkut jenazah Pratu Fana Suhandi anggota TNI dari Yonif 753/AVT Nabire. Ia ditembah dua kali, saat masih hidup dan sesudah nyawa melayang.

Sebelumnya, Pratu Fana tewas ditembak saat bertugas di pos TNI Tingginambut. Yang jadi pertanyaan, dari mana senjata mereka berasal?

Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal Pramono Edhie Wibowo mengatakan, persenjataan OPM berasal dari hasil mencuri senjata milik TNI yang bertugas di Papua. Senjata mereka pun standar.

“Standar mereka itu kan beberapa yang berhasil direbut dari TNI beberapa waktu yang lalu. Kan beberapa waktu yang senjata kita pernah dicuri, pos kita pernah diserang,” tutur Pramono usai menjenguk tiga prajurit TNI di RSPAD, Jakarta, Kamis 4 Agustus 2011.

Selain itu, Pramono juga mengatakan, separatis OPM juga menggunakan senjata rakitan. “Banyak juga senjata rakitan,” katanya.

Namun, Pramono Edhie belum melihat adanya pasokan senjata dari negara lain. “Saya sampai saat ini belum mendeteksi adanya pasokan senjata dari luar dan sebagainya,” ucapnya.

Seberapa besar kekuatan separatis OPM? Pramono belum bisa memastikan. Namun yang pasti, TNI, kata Pramono akan meningkatkan operasi di Papua. Khususnya di basis-basis OPM.

“Terus terang saja dengan adanya peningkatan mereka, secara otomatis kita akan melakukan peningkatan untuk melaksanakan pembersihan daerah tersebut,” jelasnya.

Sebelumnya, KSAD menegaskan, akan menggunakan pendekatan militer kepada pihak yang menganggu kegiatan TNI.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *