Indonesia Jajaki Kerjasama Harmonisasi Sistem Jaminan Mutu Produk Perikanan Jelang MEA 2015


Memasuk era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, Indonesia akan menjajaki kerjasama untuk harmonisasi sistem jaminan mutu produk perikanan, terutama jenis olahan (pengalengan, pemindangan). Misalkan wacana kerjasama dengan Thailand, selama ini terus mengembangkan industri pengalengan tuna. Posisi Indonesia, bisa dengan mengisi pasokan bahan bakunya. “Selama ini, bahan baku Thailand kurang. Kita bisa sharing bahan baku sesama negara anggota ASEAN, dan tumbuh sama-sama,” Dirjen P2HP (Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan) KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) Saut P. Hutagalung mengatakan kepada Redaksi.

 

Kerjasama pengolahan produk tuna harus dibarengi dengan sistem pengujian sampai pada sertifikasi. Beberapa negara anggota ASEAN bisa semakin meningkatkan daya saing ketika memasuki era MEA. Tetapi untuk pembangunan kerjasama dalam konteks jaminan mutu produk, Indonesia harus lebih dulu memperkuat sistem di dalam negeri. Sampai tahun 2014, KKP sudah mencanangkan 11 produk perikanan olahan bersertifikasi dan mendapat tanda SNI (Standar Nasional Indonesia). “Kalau (sistem) kita sudah kuat, bisa disandingkan dengan SNI Thailand. Jangan sampai kita mengenakan sistem SNI Thailand, karena bisa timpang. Standardisasi ini juga memperlancar perdagangan, melindungi konsumen di ASEAN.”

Wacana lain, penerapan harmonisasi sistem jaminan mutu produk olahan perikanan di bawah pembinaan sinergis BSN (Badan Standardisasi Nasional) dan The Codex Committee on Food Hygiene. Sinergisme dua lembaga tersebut bisa meningkatkan pengawasan fisik produk perikanan di lapangan. Produk perikanan Indonesia harus melalui proses pengujian sampai mendapatkan sertifikasi dan label SNI (Standar Nasional Indonesia). “Era pasar bebas, MEA 2015, kita harus punya sistem (standardisasi) yang equivalent dengan negara lain, misalkan Malaysia. Sistem pengujian, standardisasinya bisa sama,harmonized. Ini mempermudah kita juga. Kita harus bangun kerjasama dalam konteksGtoG (government to government). Bisa saja, ada standardisasi acuannya, dari Codexdan BSN.”

 

Codex didirikan pada tahun 1961 oleh FAO (Food and Agriculture Organization) PBB (Persatuan Bangsa Bangsa), bekerjasama dengan WHO (World Health Organization). Sementara BSN merupakan lembaga pemerintah non-kementerian Indonesia yang tugasnya mengembangkan dan membina kegiatan standardisasi. “Memasuki era MEA, pengujian tidak dengan pengenalan fisik (produk perikanan) di lapangan. Petugas menerapkan sistem random, inspeksi ke pabrik. Tim KKP yang pergi, misalkan ke Malaysia untuk buat harmonisasi sistem jaminan mutu tingkat ASEAN.”

Kalau sudah ada arahan, Codex bisa lebih berperan. Tim Codex yang mengordinasi, termasuk penyusunan materi pengujian produk perikanan yang higienis. Program sertifikasi tentunya melibatkan beberapa negara anggota ASEAN, terutama kementerian teknis masing-masing negara. “Sebelum (materi pengujian) final, kita kirim ke BSN. Ada pengecekan, apakah (materi) sesuai dengan rujukan Codex. Produk kita yang sudah ber-SNI, harus terlebih dahulu ditetapkan oleh menteri kelautan dan perikanan.”

Kerjasama di tingkat ASEAN ditindak-lanjuti dengan penanda-tanganan MoU (Memorandum of Understanding) harmonisasi sistem jaminan mutu. Dengan MoU, masing-masing negara anggota menerapkan standardisasi, tanpa ada kecurigaan dan khawatir dengan produk perikanan. “Hal yang paling umum, (produk) tidak boleh mengandung arsenic, logam berat dan sebagainya. Sehingga ketika ada inspeksi dari negara importir, misalkan Amerika, Uni Eropah, kita bisa aman. Standardisasi kita meyakinkan mereka, semua bisa saling check.”

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *