Indonesia dalam Bahaya Korupsi


JAKARTA — Indonesia sedang dalam situasi bahaya karena kasus korupsi di negeri ini sudah menggurita. Penegakan hukum pemberantasan korupsi belum berjalan maksimal. Di sisi lain, kemiskinan dalam kehidupan masyarakat sudah terstruktur.

“Sekarang itu pemberantasan korupsi tidak bergerak. Ini bahaya,” kata Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD dalam acara “Keprihatinan Korupsi di Indonesia”, di Jakarta, Kamis, (26/5).

Mahfud menjelaskan mengapa pemberantasan korupsi berjalan lambat di Republik ini. Penyebabnya, banyak pejabat dan aparat penegak hukum yang tersandera. Ada dua jenis penyanderaan yang menyebabkan korupsi sulit untuk diberantas. Pertama, diatur supaya tidak ada yang tahu kecuali dia yang berkepentingan sehingga kalau pelaku korupsi tertangkap, dia bisa menyangkal tidak ada bukti dan saksinya.

Kedua, semua orang sudah disandera sehingga pemberantasan korupsi tidak berjalan, mulai dari yang atas hingga ke bawah, dan tidak berani berteriak.

“Yang lebih gila, sekarang itu terjadi penyanderaan antara satu dengan yang lain. Contohnya, saya tahu misalnya si A itu bersalah, tapi si A menyandera. Kalau kamu buka ini, saya buka juga bahwa kamu pernah menerima ini. Apakah kita akan membiarkan negara kita seperti ini,” ujar Mahfud.

Oleh karena itu, Mahfud mengajak semua masyarakat Indonesia untuk “berteriak” jika melihat adanya korupsi. “Kita yang tidak pernah terlibat hal-hal seperti itu harus berteriak habis-habisan kalau kita sayang terhadap bangsa dan negara ini karena hukum juga susah kalau tidak ada alat bukti,” tegas Mahfud.

Solusinya, menurut Mahfud, harus ada orang yang punya kekuasaan, tetapi tidak tersandera. Dengan kekuasaan yang dimiliki oleh orang yang tidak tersandera itulah kita baru bisa melakukan perubahan.

“Sekarang orang saling diam karena tersandera dan saling sandera. Kalau saya melihat kemungkaran, saya tidak boleh diam, tapi saya gunakan kekuasaan,” kata dia.

Keberadaan Politisi

Di tempat terpisah, Komisi Pemberantasan Korupsi menilai keberadaan politisi di pucuk kementerian menjadi potensi permasalahan mendasar atas tindak penyelewengan, termasuk tindak korupsi. Menurut Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas, tindak pidana korupsi di Indonesia sudah menggurita. Di sisi lain, kemiskinan dalam kehidupan masyarakat sudah terstruktur.

“Dalam konteks inilah kami merasakan ada satu hal yang merisaukan, yaitu ketika ada persoalan di negeri kita ini, di mana sejumlah kementerian dipegang oleh menteri yang berasal dari parpol. Potensi masalah muncul ketika pemimpin parpol yang menjadi menteri dari kementerian itu tidak amanah dan melanggar prinsip imparsial,” kata Busyro di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (26/5)

Kementerian BUMN dan KPK sepakat memperluas ruang lingkup kerja sama dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di perusahaan milik negara. Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) kerja sama itu dilakukan oleh Ketua KPK Busyro Muqaddas dan Menteri BUMN Mustafa Abubakar, disaksikan sekitar 150 orang direksi dan komisaris BUMN di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis.

Muqoddas menambahkan merujuk pada Pasal 33 UUD 1945 mengenai ekonomi kerakyatan, dijelaskan bahwa seluruh sumber daya alam dan ekonomi diperuntukkan bagi rakyat. “Jadi manajemen menjadi penting dalam orientasi kerakyatan agar tidak terjadi penyelewengan,” katanya.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *