Hematologist perintis mengajar, berceramah, menulis text book untuk kedokteran, PMI
Dilaporkan: Setiawan Liu
Jakarta, 21 Juni 2022/Indonesia Media – Alm. Dr. Putrasatia Irawan (Ie Weng Foek) diberi gelar sebagai hematologist perintis di Indonesia, mengingat perjuangan dan kerja kerasnya tahun 1960-an dan saat itu belum ada pendidikan spesialis hematogi (ilmu darah) di Indonesia. Putrasatia dulunya juga mengajar mata kuliah, memberi ceramah hematologi atau ilmu kedokteran yang mempelajari darah dan gangguan pada darah. “Tentunya Putrasatia mengajar di fakultas kedokteran negeri,” Dr. Ibrahim Irawan, putra sulungnya mengatakan kepada Redaksi.
Dengan ilmu hematologi, dokter dapat mendiagnosis dan mengobati berbagai kelainan darah, seperti anemia, gangguan pembekuan darah, hemofilia, dan leukemia. Kontribusi Putrasatia yang paling significant, kemajuan nyata untuk dunia kesehatan, khususnya PMI (Palang Merah Indonesia). Almarhum sering rela meninggalkan prakteknya demi pengembangan ilmu hematologi. Upaya mengemban amanah hematologist, dan hanya mengandalkan penghasilan sebagai dokter praktek. Sementara, Putrasatia sendiri yang menopang ekonomi keluarga. “Sebagai dokter yang kerja di pemerintahan, semata-mata mengandalkan gaji pemerintah saat itu, mana bisa kita ada hari ini?. Beruntung keluarga kami masih ada perusahaan yang bisa membantu sewaktu Putrasatia berdinas di luar negeri. Almarhum memang sering dikirim keluar negeri dan tidak sebentar. Tentunya harus berbulan bulan,” kata Ibrahim.
Beliau pernah tugas belajar ke Belanda selama sembilan bulan, mempelajari cara membuat Reagan golongan darah. Pemeriksaan golongan darah A, B, O, kebutuhan reagen untuk PMI dulunya masih mengandalkan pembelian dari Amerika.ada 26 penggolongan darah, tapi Ibrahim masih harus menelisik dan mempelajari lagi. “Apa saja (penggolongan darah), saya tidak bisa memberi keterangan lebih detail dan teknis,” kata Ibrahim.
Penggolongan darah sebanyak itu ditemukan seiring perkembangan dan kemajuan ilmu hematologi, saat itu pemeriksaan DNA masih tidak umum dipakai. Belakangan setelah ilmu genetika sudah lebih maju, maka pemeriksaan DNA dinilai lebih efisien dan akurat. “Kerja nyatanya, Putrasatia berhasil membuat Reagan untuk dimanfaatkan di rumah-rumah sakit di seluruh Indonesia,” kata Ibrahim.
Selain mengajar, berceramah, Putrasatia juga sempat membuat textbook atau buku panduan hematologi. Buku tersebut dibuat ketika masih tinggal di Jl. Pintu Kecil, Glodok. Bahkan Ibrahim yang turut mengedit dan mengetik semua tulisan tangan Putrasatia. Buku tersebut sudah lengkap, tapi lebih spesifik untuk dinas transfusi darah dan Rumah Sakit. Buku itu bisa juga dimanfaatkan mahasiswa kedokteran, tapi sebatas panduan garis besarnya saja. “Tapi karena saya sudah lama pindah ke Amerika, saya lupa taruh dimana (textbook hematologi). Saya masih cari,” katanya.
Ia berusaha mengingat-ingat sambil menelisik kembali jumlah dan system penggolongan darah pada manusia. Seingatnya, penggolongan darah terdiri dari A, B, O. Lalu ada system Rhesus negative dan positif, serta penggolongan darah M, N, S. “Tapi seingat saya jauh lebih banyak dari itu. Saya ragu jumlah penggolongan darah. Sehingga saya harus cari (textbook),” kata Ibrahim.
Putrasatia lebih spesifik mendalami dan mengembangkan Golongan darah Bombay. sebagaimana golongan darah tersebut menyebabkan pengrusakan darah merah akibat reaksi Rhesus faktor darah negatif dan positif. Beliau menemukan subgroup dari darah “Bombay” yang pernah ditulis di journal medicine. “Penanggulangan malapetaka ini saat itu dilakukan dengan metode Newborn whole blood exchange,” kata Ibrahim. (sl/IM)