Gugatan terkait hak cipta merek dan logo Njonja Meneer lari dari itikad baik


Gugatan terkait hak cipta merek dan logo Njonja Meneer lari dari itikad baik

dilaporkan: Setiawan Liu

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Semarang, 14 Mei 2020/Indonesia Media – PT Bhumi Empon Mustiko (BEM) menilai upaya gugatan pada Pengadilan Negeri Semarang terkait dengan hak cipta merek dan logo Njonja Meneer seperti pemutar-balikan logika hukum, serta ‘lari’ dari itikad baik. Pihak yang menggugat seakan dompleng logo Njonja Meneer dengan cara memohon pendaftaran hak cipta, rezim kekayaan intelektual. “Bahkan dia menuduh orang yang menggunakan logo dan merek Njonja Meneer sebagai pelanggar hukum. Dia baru daftar hak ciptanya tahun 2019, atau awal 2020. faktanya, lukisan dan merek (Njonja Meneer) sudah digunakan sejak 1919, lha sekarang ini dia bilang bahwa kami yang mencuri (hak cipta), logikanya dimana?,” konsultan hukum BEM Leo Tukan mengatakan kepada IM melalui sambungan telepon.

Kisruh penggunaan merek dan logo Nyonya Meneer kembali mencuat setelah Ahabe Group dengan keturunan Nyonya Meneer menghidupkan kembali bisnis jamu legendaris yang dimulai 1919 itu melalui PT Bhumi Empon Mustiko. BEM adalah pemilik merek dagang Nyonya Meneer dan berdomisili di Semarang, tepatnya di Jalan Raden Patah no 191-199. Selain Nyonya Meneer, BEM juga adalah pemilik dari Makutapop dan Makutarama Botanical Drinks.

Diketahui, kubu Charles Saerang yang mengaku ahli waris Lauw Ping Nio atau Njonja Meneer akhirnya menggugat BEM pada Pengadilan Negeri Semarang terkait hak cipta. Sementara Leo menjelaskan bagaimana duduk persoalan serta cerita awal perusahaan kliennya bsa mendapatkan merek Njonja Meneer. Leo bersikukuh bahwa PT Njonja Meneer berdiri di Semarang tahun 1919 dan kemudian bisnisnya menggunakan logo atau lukisan. “Dia (Charles Saerang) mendaftarkan hak cipta atas logo pada tahun 2019 dan awal 2020. Dia mendaftarkan, setelah mendapat sertifikat kepemilikan. Dia claim bahwa dia adalah pemilik logo Njonja Meneer, serta menuduh PT Bhumi Empon sebagai perbuatan melawan hukum. Pada posisi seperti ini, wartawan kan juga tahu bahwa ada pemutar-balikan (fakta) hukum,” tegas Leo Tukan yang juga dosen senior pada fakultas hukum Universitas Diponegoro Semarang.

BEM mendapat hak atas merek, lukisan Njonja Meneer dari proses yang terjadi sebelumnya. PT Njonja Meneer sebagai pemilik merek yang terdiri dari kata-kata dan foto/lukisan, yang dipailitkan oleh Pengadilan Niaga Semarang pada tahun 2017 yang lalu. Lalu, pada tanggal 3 Agustus 2019, dengan adanya pailit, dilakukan proses pemberesan (aset PT Njonja Meneer).

Pemberesan mencakup penjualan benda-benda intangible, aset-aset intangible berupa merek dagang Njonja Meneer. Proses pemberesan oleh kurator, sampai akhirnya merek tersebut jatuh pada tangan PT Bhumi Empon Mustiko (BEM). “Artinya, semua melalui proses hukum yang sah, legal. PT Bhumi Empon Mustiko memiliki merek, yang keseluruhan ada 72 (aset) yang dijual. (setelah diproses), aset sudah atas nama PT Bhumi Empon Mustiko. Merek tersebut sebelumnya dimiliki oleh Nyonya Meneer, sejak tahun 1919. Setelah melalui proses perpanjangan terus menerus, sampai akhirnya (PT Perindustrian Njonja Meneer, dengan Direktur Utamanya Charles Saerang) dinyatakan pailit lewat putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) Nomor 1397,” tegas Leo. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *