Geliat Waria di Tengah Warga Jakarta


Tebet,

DI kawasan rumah susun (Rusun) Tebet, tampak sekelompok bapak, anak, maupun ibu yang asyik menonton pertandingan voli. Di tengah lapangan voli yang sederhana di lahan hijau dekat rusun tersebut, 12 pemain mulai melancarkan pukulan terbaik mereka.

Dari kejauhan mungkin tak ada yang aneh dari pemandangan ini. Dari dekat tampak para pemain voli itu adalah waria. Dengan dandanan layaknya perempuan serta berambut panjang, mereka leluasa memukul bola.

Masyarakat sekitarnya pun terlihat sudah terbiasa dengan kehadiran mereka. Mamie Yulie (49), yang menjadi Ketua Forum Komunikasi Waria Se-Indonesia, juga tampak tak risi menjadi tontonan warga. “Kami memang biasa bermain di sini, hampir setiap minggu kami kumpul buat main voli, kadang tanding juga dengan penduduk di sini,” ujar Yulie, Kamis (24/2), saat dijumpai Kompas.com di Tebet, Jakarta Selatan.

Mamie Yulie yang bernama asli Yulianus Rettoblaut menceritakan, kelompok waria di Jakarta Selatan sudah setahun ini melakukan kegiatan tanding voli di Tebet. “Ini hanya jadi ajang berkumpul saja, agar kami makin solid. Daripada mangkal, kami salurkan lewat hal-hal positif supaya dinilai baik juga sama warga di sini,” ujarnya.

Ia mengatakan, tidak pernah ada keluhan dari warga sekitar tentang keberadaan belasan bahkan kadang sampai puluhan waria yang berkumpul di sekitar Rusun Tebet itu. Jalinan komunikasi yang baik, diakui Mamie Yulie, menjadi kunci untuk masuk ke dalam masyarakat.

“Kami sadar di stigma negatif oleh masyarakat sebagai penyakit masyarakat dan sebagai kelompok minoritas yang terpinggirkan. Waria juga sering sekali identik dengan mangkal di jalan ataupun ngamen. Tapi, kami buktikan kalau kami tidak selalu seperti itu,” kata Yulie.

Ia dan teman-temannya pun akhirnya berkenalan dengan baik dengan warga rusun Tebet. Dalam keseharian warga, kelompok waria ini juga berusaha ikut serta seperti bakti sosial ataupun pelatihan. “Kami baru usulkan ke warga, mau nggak kami latih tata rias atau rambut gitu? Cuma masih dibahas,” ungkap Yulie.

Tidak seperti di beberapa daerah di mana para waria cenderung menutup diri atau bahkan dikucilkan dari pergaulan, di Tebet kelompok waria justru dapat beraktivitas positif dengan leluasa. Hubungan harmonis pun terjalin dengan warga sekitar. Seno (50), warga Tebet, mengaku tidak mempermasalahkan aktivitas waria di lingkungannya. “Sejauh ini mereka tidak pernah berbuat macam-macam jadi kami terima saja. Kecuali kalau mereka berbuat aneh-aneh jelas kami tidak terima, tapi sejauh ini baik-baik saja,” ungkap Seno.

Hal senada juga diutarakan Sri (45). Sri mengatakan bahwa dirinya sudah terbiasa melihat kelompok waria hilir mudik di dekat rumahnya. “Saya sih sudah terbiasa karena mereka di sini sudah ada setahunan dan dulu masih suka main voli juga mereka (waria) sama anak muda di sini,” katanya.

Jakarta kota tujuan

Yulie mengungkapkan, setidaknya ada sekitar 4.000 waria yang terdaftar dalam Forum Komunikasi Waria Se-Indonesia di Jakarta. Sebagian besar waria ini berasal dari berbagai daerah. “Kalau dilihat, di Jakarta kebanyakan warianya dari daerah. Mereka dibuang dari daerahnya karena identitas mereka, dan akhirnya pindah ke Jakarta sampai sekarang,” ungkap Yulie yang berasal dari Papua.

Jakarta, diakui Yulie, sebagai daerah yang cukup terbuka akan keberadaan kelompok minoritas waria. Hal tersebut, lanjutnya, karena pemikiran warga Jakarta yang lebih maju. “Walaupun masih ada saja beberapa ormas yang selalu tidak menerima keberadaan kami,” tuturnya.

Waria yang pindah ke Jakarta pun akhirnya terbagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dari daerah asal, seperti Kelompok Bima di Jakarta Timur, Kelompok Makassar di Jakarta Utara, dan Kelompok Palembang di Jakarta Barat. Sudah bisa ditebak sebagian besar dari mereka juga tak ber-KTP Jakarta meski sudah bertahun-tahun menetap.

“Kami kesulitan dapat KTP di Jakarta karena identitas kami sebagai waria. Makanya, kami sering kena razia. Kami mohon pemerintah untuk bisa kasih kami KTP,” kata Yulie.

Sementara itu, Kepala Satpol PP Pemprov DKI Jakarta, Effendi Anas, berjanji tidak akan melakukan kekerasan terhadap para waria saat menggelar razia. Effendi juga mengemukakan, pihaknya tengah mencari sebuah lokasi yang akan menjadi tempat penampungan para waria. “Kami akan carikan lokasi, tapi ingat itu untuk hal-hal positif bukan untuk tempat prostitusi,” katanya

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *