Galeri Kaligrafi Islam Tiongkok di Pecinan Pecenongan


Berapa kali Wudi dan Sulaiman mengucapkan ‘Alhamdullilah’ dan ‘Insya Allah’ selama perbincangan kurang dari 10 menit dengan seorang pengunjung Galeri Kaligrafi Islam Tionghoa?. Berapa kalinya tidak dihitung secara persis, tetapi frekuensinya di atas rata-rata umat Muslim Indonesia. Wudi dan Sulaiman adalah dua warga Muslim asli dari provinsi Xinjiang, Tiongkok. Setelah sukses mengelola resto Muslim, keduanya menggelar berbagai karya kaligrafi asli dari tokoh Muslim Xinjiang, Abu Bakar Chang. “Beliau berkunjung ke Indonesia bulan Agustus lalu, bertepatan bulan suci Ramadhan. Beliau tidak bisa berbahasa Indonesia, tetapi rekan kami, Wang Rui yang membantu terjemahan selama kunjungannya di Jakarta,” kata Wudi.
 
Keislaman Sulaiman dan Wudi, sudah tidak diragukan lagi. Bukan hanya dari frekuensi pengucapan ‘Alhamdullilah dan Insya Allah’, tetapi juga berbagai atribut lainnya. Selain ahli dalam kuliner Muslim yang halal 100 persen, keduanya mengerti kaligrafi Islam. Sehingga tidak heran, bulan Agustus lalu, keduanya mengundang tokoh Muslim Tiongkok, Abu Bakar.
 
Kedatangan Abu Bakar sekaligus peresmian Galeri yang berlokasi di Jl. Batu Ceper Raya, Pecenongan Jakarta Pusat. Lokasinya masih bernuansa pecinan di tengah denyut kehidupan bisnis Jakarta. Lokasi Pecenongan juga sangat dikenal dengan kuliner pinggir jalan, termasuk Chinese food. Kawasan ini juga kental dengan budaya Tionghoa, karena bertetanggaan dengan kawasan belanja Pasar Baru. Sehingga galeri dan resto Muslim Tiongkok terhimpit dengan lingkungan non-Muslim.
 
Selain dikenal karena ketokohan Islamnya di Tiongkok, Abu Bakar juga dikenal dengan guratan dan goresan kuas-kuasnya. Setiap guratan dan goresan menghasilkan karya kaligrafi khas Muslim Tiongkok. Menurut Wudi, keindahan kaligrafi ibaratnya sudah merasuk hati masyarakat di Tiongkok. Mulai dari anak-anak kecil di Tiongkok dirasuki keindahan kaligrafi mandarin. Bahkan medianya, tidak hanya kertas, kanvas, kain tetapi juga media keras seperti lantai, aspal/beton jalanan.
 
Abu Bakar sudah menggeluti seni kaligrafi selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Tetapi kekhasan Abu Bakar, setiap kaligrafi aksara mandarinnya bersinggungan dengan ajaran Islam. “Kami dari kota Xinjiang, yang mana banyak kelompok minoritas Islam. Dua mantan presiden Indonesia yang pernah mengunjungi Masjid dan resto Muslim kami, adalah Gus Dur (Alm. Abdurrahman Wahid, presiden ke-4 RI) dan Megawati (presiden ke-5 RI) semasa masih menjabat,” tutur Wudi yang sangat fasih berbahasa Indonesia.
 
Belajar kaligrafi secara tidak langsung membina mentalitas setiap orang. Karena setiap goresan kuas harus dibarengi dengan pikiran terarah, lurus dan positip. Goresan kuas analog dengan ucapan setiap orang. Begitu mengeluarkan kata-kata dari mulut kita, harus terlebih dahulu dipikirkan. Sekali saja, kata-kata kotor, kasar keluar dari mulut setiap orang, akan merugikan diri sendiri dan orang lain. Begitu pula, goresan kuas kaligrafi. Sekali saja menggores, kalau tidak hati-hati, nilai keindahan dan maknanya hilang. “Kami mau memperkenalkan kaligrafi khas Muslim di galeri yang berada satu atap dengan restoran kami. Terbukti, ketika Abu Bakar datang ke sini, beberapa tokoh Muslim dan beberapa selebritis Indonesia seperti Dude Herlino datang. Mereka menyaksikan langsung ketika Abu Bakar menggores kuas kaligrafi,” ceritanya
 
Masjid, kaligrafi, kuliner, kesenian khas Muslim asli Tiongkok adalah bagian dari budaya Muslim dunia. Muslim Tiongkok adalah minoritas yang mayoritas. Artinya, ketika di Tiongkok daratan, jumlah Muslim tidak sebanyak penganut agama Buddha, atau kepercayaan Khong Hucu atau Tao. Tetapi secara jumlah, Muslim di Tiongkok melebihi jumlah Muslim di negara lain seperti Malaysia. Seluruh populasi umat Muslim di Tiongkok mencapai sekitar 28 juta jiwa. Angka tersebut (28 juta) jauh lebih banyak ketimbang Malaysia, yang hanya sekitar 20 juta. Bahkan jumlah Muslim di Tiongkok juga melebihi jumlah Muslim di negara-negara Islam seperti Arab Saudi, Yaman dan lain sebagainya. “Kami adalah minoritas yang mayoritas,” kata Wudi.
 
Sebagian besar berasal dari Xinjiang, Zhuhai dan sekitarnya. Di beberapa kota besar seperti Beijing, Shanghai, Guangzhou, tetap ada komunitas Muslim walaupun tidak sebanyak di Xinjiang. Beberapa suku di Tiongkok yang memeluk Islam antara lain Uygur, Kazakhs, Sala, Dongxiang, Bao’an, Tatar, Uzbek, Tatar dan Tajik. Agama Islam di Tiongkok mulai eksis lebih dari 1.300 tahun yang lalu. Keberadaannya berawal semasa pemerintahan Dinasti Tang (618 – 907). Meskipun tidak ada tanggal yang tepat kapan Islam masuk daratan Tiongkok, tetapi hubungan diplomatik kekaisaran Tang dan kekaisaran Halifa dimulai sejak awal tahun 651 Masehi. “Umat Muslim mulai muncul pada saat itu.”

 

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *