Buku SBY – Mendiknas Tak Peduli Persepsi Publik


Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh menegaskan pihaknya tidak peduli dengan persepsi publik terhadap buku Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang beredar di sekolah-sekolah di sejumlah daerah. Dia mengatakan, kelayakan sebuah buku hanya ditentukan oleh tim ­penilai, bukan persepsi publik.

Buku SBY

Mendiknas menyebut buku SBY “halal” dibaca siswa dan guru. Hal yang menentukan kehalalan itu adalah tim penilai yang ditunjuk Pusat Kurikulum dan Perbukuan. “Yang menentukan layak (atau) tidak sebuah buku adalah tim penilai, bukan persepsi publik,” sahut Nuh saat memberi keterangan pers di Jakarta, Jumat (4/2). Hadir Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal dan Anggota Tim Panitia Penilaian Buku Nonteks Pelajaran (PPBNP) periode 2007-2009, Bana Kartasasmita. Publik mengkritik masuknya buku seri SBY sebanyak 10 judul itu ke berbagai sekolah untuk dijadikan buku pengayaan. Buku itu pertama kali beredar di sejumlah SMP di Tegal. Beberapa pengamat menilai buku itu tidak layak bagi siswa SMP dan sebagai alat pencitraan, serta kampanye politik dengan target menjaring pemilih pemula. Belakangan peredaran buku SBY justru makin marak, sekarang sudah menyebar ke sejumlah SD di Tangerang, Garut, dan Cirebon. Namun, Nuh telah menegaskan bahwa pemerintah tidak akan menarik buku tentang SBY karena bukan buku haram dan sudah melalui prosedur seleksi yang benar. “Tidak akan ditarik karena bukan buku haram,” kata Nuh di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (31/1).    Buku SBY, jelas Nuh, termasuk dalam 807 buku yang telah lolos seleksi untuk dijadikan buku bahan pengayaan di ­sekolah-sekolah. Nuh menegas­kan buku pengayaan sangat diperlukan untuk meningkat­kan kemampuan membaca siswa. Ini karena berdasarkan riset Programme for Interna­tional Student Assesment (PISA), kemampuan membaca di Indonesia sangat rendah, masih level 2 dari enam level di antara 65 negara. Bana Kartasasmita ­mengatakan buku SBY sudah lulus penilaian tim ahli. Ia

Buku SBY

­mengatakan tim ahli bersifat independen. Saat penilaian, tim tidak  mengetahui penulis dan penerbit buku tersebut. Hasilnya, 10 seri buku SBY mendapat penilaian berbeda, ada yang tiga bintang (sangat bagus), dua bintang (bagus) dan satu ­bintang (cukup). Namun, dipastikan buku SBY di atas ambang kelayakan. “Buku itu memenuhi kriteria sebagai buku pengayaan yang bisa dibaca lintas usia dan lintas kelas, menggunakan bahasa Indonesia yang baik,” kata Bana. Siti Nurohmah, salah satu anggota Tim Penilai untuk materi pendidikan kewarganegaraan dan materi kepribadian menga­takan buku tersebut mampu mengembangkan kepribadian anak. “Saya nilai buku layak dari sisi pengembangan kepribadian. Dari bahasa cukup runtut dan mudah diikuti. Sementara dari penyajian ilustrasi, tampilan, sampul dan sebagainya, semuanya di atas ambang kelayakan dengan kelayakan berbeda-beda,” kata Siti. Terkait dengan pengadaan buku SBY yang menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK), Mendiknas mengatakan, tidak ada yang salah. DAK memiliki alokasi untuk perbaikan ruang kelas, alat peraga, dan buku untuk isi perpustakaan.Mendiknas menyebutkan, selama 2006-2010 jumlah buku nonteks pelajaran yang didaftarkan oleh penerbit sebanyak 27.029 judul. Setelah dinilai, kata Mendiknas, jumlah buku yang layak digunakan sebanyak 2.403 judul, terdiri atas 1.342 buku pengetahuan, 346 buku keterampilan, 248 buku kepribadian, 179 buku referensi, dan 168 ­panduan pendidik. (Naomi siagian/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *