Ekonomi Indonesia Masih Berpeluang Bangkit Kembali dari Dampak Corona, Ini Kata Ekonom Rizal Ramli


Ekonom senior Rizal Ramli menilai peluang perekonomian Indonesia untuk bangkit kembali dari dampak pandemi virus corona tetap masih ada.

Menurutnya itu bisa terjadi bila tim ekonomi memiliki terobosan secara nyata yang mampu menggairahkan kembali perekonomian rakyat.

“Semua masalah pasti selalu ada jalan keluarnya, selama kita memiliki terobosan. Bahkan, masalah itu bisa menjadi peluang,” ujarnya, Sabtu (11/4/2020).

Rizal Ramli mencontohkan kesuksesan tim ekonomi yang dipimpinnya pada era Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, dalam mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi dari negatif 3 persen ke positif 4,9 persen.

Kala itu, strategi kebijakan yang dijalankan pihaknya adalah melalui program restrukturisasi korporasi milik negara maupun unit usaha swasta.

“Tim ekonomi pemerintahan Gus Dur sukses mempercepat pertumbuhan ekonomi dari minus 3 persen ke positif 4,9 persen.

“Seiring dengan itu, utang-pun berkurang, dan mencapai indeks Gini Ratio terendah (0,31) sepanjang sejarah Indonesia adalah melalui program restrukturisasi korporasi milik negara maupun unit usaha swasta,” kata dia.

Mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri tersebut mengungkap beberapa contoh sukses restrukturisasi korporat.

Antara lain restrukturisasi Bulog, PT Dirgantara Indonesia (PT DI), dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), pemisahan manajemen PT Telkom dan PT Indosat, serta penanganan Bank Internasional Indonesia (BII). Selain itu, kebijakan di sektor properti, Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Usaha Tani.

Menurutnya, Bulog yang dikenal sangat korup diubah menjadi lembaga yang transparan, profesional, dan akuntabel dengan cara melakukan mutasi besar-besaran yang mencakup 5 pejabat eselon satu (Deputi) dan 54 pejabat eselon dua (Kepala Biro dan Kepala Dolog).

Rizal mengatakan dari 26 Kepala Dolog, 24 di antaranya dipensiunkan atau dimutasi. Total sekitar 80 karyawan di bawahnya dipensiunkan secara dini.

Langkah selanjutnya adalah memangkas rekening Bulog dari 117 rekening menjadi hanya 9 rekening.

Sistem pembukuan di Bulog yang tidak jelas standarnya diubah menjadi General Accepted Accounting Principles, sehingga dapat diaudit dan dipertanggungjawabkan. Ketika selesai dibenahi, Bulog akhirnya surplus Rp5 triliun dan akhirnya dibelikan pesawat Sukhoi pada era setelah Gus Dur.

Bulog di era pemerintahan Gus Dur, kata Rizal, juga meningkatkan pembelian gabah, bukan beras, dari para petani.

Tujuannnya adalah untuk memotong kecurangan para tengkulak yang sebelumnya selalu membeli gabah petani, mengoplosnya dengan beras impor, baru menjualnya ke Bulog. Langkah ini efektif karena gabah lebih tahan lama disimpan di gudang-gudang Bulog ketimbang beras.

Cara seperti itu, menurutnya, sangat menguntungkan para petani karena selama musim panen ketika harga gabah turun Bulog terjun untuk menyerap dengan patokan harga dasar yang optimal.

Sedangkan ketika masa paceklik gabah stok Bulog dilepas dan digiling di desa-desa untuk mencegah kenaikan harga beras.

Pada periode itu, Bulog juga dilarang impor beras, hanya swasta yang boleh impor beras dengan dikenakan sedikit tarif atau tanpa sistem kuota. Akibat dari kebijakan ini, selama masa pemerintahan Gus Dur harga beras menjadi sangat rendah dan stabil.

Rizal mengungkap pula tim ekonomi Gus Dur juga sukses menyelamatkan PLN dari kebangkrutan dengan cara renegosiasi harga beli listrik dari swasta yang ketinggian dari USD cents 7-9/kWh ke harga normalnya sekitar USD cents 3,5/kWh, sehingga beban utang pemerintah dan PLN turun dari USD 80 miliar ke USD 35 miliar.

Selain itu, revaluasi aset sehingga aset PLN meningkat 4 kali lipat dari Rp 52 triliun ke Rp 202 triliun dan modal PLN yang awalnya minus Rp 9,1 triliun bertambah menjadi Rp 119,4 triliun.

 

Sewaktu masih bernama Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) di tahun 1998, perusahaan itu masih merugi Rp 75 miliar dan hanya mencatatkan penjualan sebesar Rp 508 miliar.

Setelah masuk era Gus Dur, IPTN diubah namanya menjadi PT Dirgantara Indonesia (PT DI) seiring juga diubahnya paradigma dari industri yang bersifat biaya tinggi menjadi industri penerbangan yang kompetitif.

PT DI tidak hanya memproduksi pesawat terbang atau helikopter, tetapi juga memproduksi suku cadang dan komponen untuk memasok kebutuhan industri pesawat terbang terkemuka di dunia, seperti Boeing, Airbus, British Aerospace.

Akibat dari kebijakan ini pada tahun 2001, PT DI berhasil mencatatkan penjualan sebesar Rp 1,4 triliun atau nyaris 3 kali lipat dibandingkan dengan tahun 1998 dan keuntungan sebesar Rp 11 miliar.

“Setelah era Gus Dur kondisi PT DI kembali memburuk karena kesalahan strategi pemerintahan setelah Gus Dur, sehingga dampaknya harus memecat 6.600 karyawannya,” kata Rizal.

 

Sektor properti adalah entitas bisnis yang terkait dengan lebih dari 100 jenis industri (seperti semen, genteng, besi baja, keramik, furnitur, kayu, cat, alat kelistrikan, dan sebagainya) dan menyerap sangat banyak tenaga kerja.

Karena itu, demi kembali membangkitkan kembali sektor properti yang terpuruk pasca krisis, pada April 2001 tim ekonomi Gus Dur meluncurkan kebijakan restrukturisasi utang bagi para pengembang properti. Kemudahan ini lebih diutamakan kepada para pengembang Rumah Sangat Sederhana (RSH).

Akibat kebijakan ini, kata Rizal, nilai kapitalisasi bisnis sektor properti naik dari Rp 9,88 triliun (2001) menjadi Rp 12,99 triliun (2002) dan Rp 26,95 triliun (2003). Dan akhirnya menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di era pasca Gus Dur.

 

Rizal menyebut pada era Gus Dur, jumlah UKM yang terbelit kredit macet di perbankan mencapai 14 ribu unit usaha. Tim ekonomi pada tahun 2000 meluncurkan kebijakan memotong utang pokok UKM dan bunganya sebesar 50 persen asalkan dibayar dengan tunai.

Menurutnya, kebijakan restrukturisasi utang UKM ini berkontribusi menambah keuntungan Bank Mandiri sebesar Rp 1 triliun pada tahun 2001. Restrukturisasi utang juga diperoleh pelaku usaha tani di era Gus Dur.

Bila luas lahan yang dimiliki petani kurang dari 0,5 Ha, petani mendapatkan potongan utang pokok sebesar 50 persen. Bila luas lahan 0,5-1 Ha, potongan utang pokok sebesar 35 persen. Bila luasa lahan lebih besar dari 1Ha, potongan utang pokok sebesar 25 persen.

 

Pada era Gus Dur terjadi pemisahan manajemen silang (cross management) dan kepemilikan silang (cross ownership) di tubuh PT Indosat dan PT Telkom.

Tim ekonomi Gus Dur, sambungnya, ingin kedua perusahaan ini berkompetisi secara fair dan meninggalkan kerjasama terselubung yang selama ini dipraktekan keduanya. Kebijakan ini menyebabkan negara mendapatkan Rp 5 triliun tanpa menjual selembar saham.

Bank Internasional Indonesia (BII)

Awal Juli 2001, terjadi rush di Bank Internasional Indonesia (BII) yang awalnya hanya puluhan miliar rupiah kemudian mencapai Rp 500 miliar.

Kondisi ini membahayakan sistem perbankan nasional. Saat itu IMF mengusulkan dua opsi, yaitu membail-out BII sebesar Rp 4,2 triliun; dan melikuidasi BII yang memakan biaya Rp 5 triliun.

Tim ekonomi Gus Dur tidak menuruti nasehat IMF namun memilih opsi sendiri.

Rizal kala itu segera menggelar konferensi pers mengumumkan bahwa pemerintah melalui Bank Mandiri ‘seolah-olah’ mengakuisisi BII sebesar 80 persen.

Keesokan harinya pers release ditempel di seluruh cabang BII.

Mengetahui bahwa pemerintah dan bank terbesar ‘berencana’ mengakuisisi, para nasabah BII pun merasa aman dan mulai kembali menyimpan dananya. Kemudian tim ekonomi mengganti direksi BII dengan bankir-bankir didikan Bank Mandiri.

“Setelah itu kondisi BII pun kembali normal. Pertama kali dalam sejarah Indonesia, sebuah bank diselamatkan dari rush tanpa melakukan bail-out dan likuidasi,” katanya.

Soroti Ekonomi Indonesia 

Sebelumnya Rizal Ramli memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia, tahun depan, adalah hanya 4 persen.

Hal ini terjadi adalah apabila tim ekonomi pemerintah tidak mengubah langkah ekonomi secara signifikan.

“Jika tidak ada perubahan ekonomi makro, hingga Desember 2019, diperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah akan anjlok ke 4 persen, yang akan semakin menurunkan daya beli masyarakat dan meningkatkan jumlah perusahaan yang mengalami gagal minus bayar (default).”

“Tidak ada juga tanda-tanda indikator ekonomi makro adalah seperti defisit perdagangan, defisit curent account akan membaik 2020,” kata mantan Menko Ekuin era pemerintahan, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur itu, Jumat (8/11/2019).

Angka yang diprediksi Rizal Ramli itu lebih rendah daripada pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,05 persen.

Padahal, pada 2019, target pertumbuhan ekonomi dipatok di angka 5,1 persen.

Terlebih lagi, kata Rizal Ramli, peningkatan kegiatan ekonomi dan korporasi Tiongkok di Indonesia yang semakin massif adalah juga menjadi dampak perekonomian di Tanah Air adalah menjadi semakin memburuk.

“Nilai tambah mereka (Tiongkok) terhadap ekonomi rakyat Indonesia adalah sangat minimum karena model bisnisnya menyedot nilai tambah dari hulu ke hilir adalah sangat berbeda dengan investasi asing lainnya di masa lalu, yang biasanya hanya membawa 10 tenaga kerjanya,” kata Rizal Ramli.

Belum lagi, kata Rizal Ramli, pemerintah masih menggunakan strategi berutang untuk mengatasi persoalan ekonomi.

Ironisya, bunga utangnya pun sangat besar bila dibanding negara yang ratingnya rendah dari Indonesia.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Rizal Ramli Berbagi Strategi untuk Bangkit dari Keterpurukan Ekonomi,  Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya ( WK / IM )

 

 

 

 

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

2 thoughts on “Ekonomi Indonesia Masih Berpeluang Bangkit Kembali dari Dampak Corona, Ini Kata Ekonom Rizal Ramli

  1. pengamat
    April 18, 2020 at 4:00 am

    Awal mula RI terjangkit wabah korona sebenarnya dibawa oleh turis asing dari negara terjangkit yang berlibur ke bali. Virus ini kemudian menyebar keseluruh wilayah. Makanya jangan lagi ada kebijakan turis bebas bayar biaya visa. Turis harus dicek dulu kesehatannya sebelum dtg kesini. Hewan dan tumbuhan dari Luar negri saja tidak bebas masuk kesini harus diperiksa di karantina bandara. Manusia juga harusnya sama, sebab bisa menularkan virus. Jangan sampai karena mau mengejar devisa turis $ 20 miliar setahun negara malah rugi $ 50 miliar / tahun untuk biaya kesehatan warganya.

  2. Perselingkuhan+Intelek
    April 19, 2020 at 12:04 am

    Dalam hal ini memang kenyataan Pemerintah Indonesia tidak berani menanggung resiko rugi dikarenakan berkurangnya Turis, maka tidak terjadi Larangan Turis memasuki Indonesia, hingga saat ini saja masih terus mengalir Turis asing maupun TKA, kan ini mengandung resiko besar, sedangkan Negara lain sudah menutup rapat pintu masuknya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *