Anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK Imam B Prasodjo mengakui, dokumen laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) dari delapan calon pimpinan KPK adalah kesalahan Panitia Seleksi karena belum sempat diklarifikasi.
“Kesalahan tersebut adalah kesalahan teknis sehingga tidak perlu dibesar-besarkan,” kata Imam B Prasodjo di sela-sela rapat kerja Komisi III DPR RI dengan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin serta Panitia Seleksi Calon Pimpinan (Pansel Capim) KPK di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa.
Menurut Imam, ada tiga kekeliruan dari Pansel Capim KPK yakni pertama, Pansel meminta stafnya untuk mengunggah formulir LHKPN dari website Kementerian Keuangan yang ternyata nama pimpinan KPK pada formulir “online” tersebut belum diperbarui, yakni pimpinan KPK periode pertama. Padahal pimpinan KPK saat ini adalah peridoe kedua.
Kedua, kata dia, formulir yang telah diunggah tersebut langsung dikopi dan dibagikan kepada delapan orang calon pimpinan KPK serta ketiga calon pimpinan KPK menuliskan harta kekayaannya pada formulir yang diberikan dari staf Pansel Capim KPK.
Imam menambahkan, dokumen LHKPN itu belum final dan hal itu adalah persoalan teknis karena akan diklarifikasi oleh DPR RI pada uji kelayakan dan kepatutan.
“Dokumen final LHKPN baru disampaikan setelah pimpinan KPK terpilih. Saat ini pimpinan KPK belum terpilih. Uji kelayakan dan kepatutan saja baru akan dilakukan sehingga belum terlambat,” katanya.
Jika Komisi III DPR RI menilai dokumen LHKPN itu masih keliru, menurut Imam, itu memang tugas DPR RI melakukan verifikasi administrasi dan waktunya masih ada sampai terpilihnya pimpinan KPK.
Pakar sosiologi ini mengusulkan agar DPR RI tidak membesar-besarkan persoalan ini tapi meminta kepada delapan calon pimpinan KPK untuk segera memperbaikinya dengan mengisi kembali formulir yang telah diperbaiki.
Menurut dia, persoalan pengisian formulir LHKPN itu adalah persoalan teknis, persoalan substansinya apakah harta kekayaan yang diisi oleh calon pimpinan KPK itu sudah benar dan sesuai.
“Soal harta kekayaannya yang seharusnya diverifikasi lebih cermat,” katanya.
Anggota Komisi III DPR RI, Syarifuddin Sudding mencurigai, dokumen LHKPN dari delapan calon pimpinan KPK bukan sekadar kesalahan teknis.
Realitasnya, kata dia, Pansel Capim KPK juga melakukan sistem peringkat dan direkomendasikan kepada DPR RI.
“Padahal DPR RI, akan memilih pimpinan KPK berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan dengan menetapkan persyaratan tertentu, seperti kompetensi, kapasitas, integritas, serta komitmennya dalam pemberantasan korupsi,” katanya.
Komisi III DPR menemukan kejanggalan dalam berkas dokumen administrasi dari delapan capim KPK, yakni surat kuasa tentang laporan harta kekayaan yang diisi oleh Abraham Samad, Abdullah Hehamahua, dan Zulkarnaen.
Ketiga calon pimpinan KPK tersebut dalam dokumennya memberikan kuasa kepada pimpinan KPK atas laporan harta kekayaan mereka tapi yang tercantum pimpinan KPK pada periode pertama.
Calon Pimpinan KPK Aryanto Sutadi melampirkan surat kuasa, tetapi dengan mencoret nama-nama pimpinan KPK Periode pertama, sedangkan Bambang Widjojanto, Adnan Pandu Praja, Yunus Husein, dan Handoyo Sudrajat tidak melampirkan surat kuasa itu.