DPR Wajib Waspadai Calon Kapolri


DPR harus bersikap kritis, jangan hanya menjadi tukang stempel.

Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) didesak bersikap kritis terhadap pencalonan Kepala Badan Resersi Kriminal Mabes Polri, Komisaris Jenderal (Pol) Sutarman, sebagai calon tunggal Kapolri. Sikap Komisi III DPR yang buru-buru memberikan persetujuan kepada Komjen Sutarman menunjukkan para wakil rakyat tidak memainkan peran pengawasan secara efektif.

“Patut dipertanyakan motivasi para anggota DPR Komisi III yang buru-buru memberikan persetujuan pada calon tunggal yang diajukan Presiden SBY. DPR harus bersikap kritis, jangan hanya menjadi tukang stempel,” kata Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane di Jakarta, Senin (30/9). Apalagi, pergantian Kapolri ini dilakukan menjelang pemilu legislatif dan pemilihan presiden sehingga sarat nuansa politik.
“DPR wajib waspada dan bersikap kritis, apakah Sutarman mampu menjaga netralitas dan independensi Polri,” Neta menegaskan.
Jumat (27/9) lalu, pemimpin DPR menerima surat dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengusulkan Komjen (Pol) Sutarman sebagai calon tunggal Kapolri. Ia akan menggantikan Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo yang akan pensiun bulan Januari 2014.
Sutarman yang lahir di Sukohardjo, Jawa Tengah pada 5 Oktober 1957, masuk Akademi Kepolisian pada 1981. Sepanjang kariernya, Sutarman pernah menjadi ajudan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada 2000, Kapolda Kepulauan Riau pada 2005, Kapolda Jawa Barat pada 2010, Kapolda Metro Jaya pada 2010, dan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri tahun 2011. Harta kekayaan Sutarman pada 2012 tercatat Rp 5,34 miliar.
Sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, nama usulan calon Kapolri dari Presiden disampaikan kepada DPR untuk diminta persetujuan. Surat Presiden tersebut akan dibacakan secara resmi pada sidang paripurna DPR, Selasa (1/10). Kemudian Bamus akan meminta Komisi III untuk mengagendakan jadwal uji kelayakan dan kepatutan calon Kapolri yang baru.
Neta menyatakan penilaian yang berkembang di masyarakat terkait pergantian Kapolri ini dimaksudkan melindungi kepentingan partai politik tertentu, yang hampir dipastikan kalah dalam pemilu karena rakyat sudah tidak percaya lagi. “Adanya Daftar Pemilih Tetap (DPT) bermasalah sebanyak 65 juta orang ini, merupakan indikasi kuat Polri akan dipaksa mengamankan kepentingan politik tertentu yang merancang kecurangan pemilu 2014,” kata Neta. Ia menambahkan, jika polisi ditarik-tarik untuk kepentingan politik, amat berbahaya dan berpotensi menciptakan konflik terbuka dengan masyarakat.
Dalam tiga tahun terakhir, imbuh Neta, tingkat ketidakpuasan masyarakat terhadap polisi semakin besar. Hal ini dibuktikan dengan pembakaran dan perusakan pos-pos polisi yang semakin meningkat. Di samping itu, banyak kejadian polisi ditembaki orang-orang tak dikenal.
Menurutnya, jika Kapolri bermain politik dan mengamankan kepentingan politik tertentu serta melawan keinginan rakyat, profesionalisme Polri sulit terwujud. “DPR harusnya menyuarakan kepentingan rakyat yang menghendaki Polri profesional dan tidak diseret kepada kepentingan politik praktis. Kapolri yang membela kepentingan partai politik penguasa yang kemungkinan besar kalah dalam pemilu, akan bisa meningkatkan kebencian masyarakat.Bisa Berdaptasi
Anggota DPR, Bambang Soesatyo, meminta Calon Kapolri Sutarman bisa beradaptasi dengan tantangan terkini. Kesigapan merespons semua tantangan amat diperlukan untuk memulihkan rasa aman yang dibutuhkan seluruh komponen masyarakat.

“Menjelang momentum pergantian Kapolri, saya merasa perlu mengingatkan hal ini kepada calon Kapolri Komjen (Pol) Sutarman, agar segera mengajak seluruh jajaran Polri memahami apa saja yang menjadi tantangan polisi dewasa ini,” kata Bambang.
Ia menuturkan mengacu pada fakta-fakta kejahatan, berikut kualitas tindak kriminal yang berkembang hingga saat ini, muncul kesan di benak publik bahwa Polri relatif terlambat beradaptasi, bahkan cukup kedodoran.
“Tidak hanya ancaman terorisme yang menggelisahkan. Maraknya perdagangan dan peredaran narkoba, serta senjata api (Senpi) ilegal dan bom rakitan di beberapa pelosok daerah sudah merongrong keamanan dan ketertiban umum. Kinerja Polri menanggapi dua kejahatan ini dirasakan belum maksimal,” ia berujar.
Bambang mencontohkan, masyarakat bisa melihat dan merasakan peredaran narkoba cukup leluasa. Pasar gelap yang memperdagangkan senpi ilegal juga terus berlangsung.
“Demi melindungi masa depan anak-anak dan generasi muda kita, tugas Polri memerangi jaringan perdagangan narkoba jangan lagi melulu difokuskan di dalam negeri, karena Indonesia sudah dijadikan target pasar oleh sindikat internasional. Sudah waktunya Polri mengerahkan intelijen untuk melakukan pengintaian di luar negeri, agar pencegahan di bandara atau pelabuhan di dalam negeri menjadi lebih efektif,” ia menuturkan.
Jika penyelundupan, perdagangan, dan penguasaan senpi ilegal di tangan warga sipil tidak diperangi, akan sangat berbahaya. Bila semakin banyak orang merasa terancam akibat maraknya penguasaan senpi ilegal, imbuh Bambang, akan semakin banyak orang yang terdorong memiliki senpil ilegal untuk melindungi diri.
Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *