Bea Cukai Rawan, KPK Harus Masuk


Satu persatu pejabat negara tertangkap tangan karena kasus suap. Setelah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, kini giliran seorang pejabat di Direktorat Bea Cukai juga tertangkap tangan oleh polisi.

Penangkapan dilakukan Selasa (29/10) dini hari di dua tempat terpisah. Dua orang pelaku diketahui bernama Heru Sulistyono (46) dan Yusran Arif (47). Heru ditangkap sekitar pukul 01.00 WIB di kediamannya di Alam Sutra, Tangerang Kota. Sementara Yusron yang juga seorang pengusaha ditangkap pada pukul 05.00 WIB di Jl Aselih, Ciganjur, Jakarta Selatan.

Apa komentar masyarakat terhadap kasus ini? Uchok Sky Khadafi, aktivis yang juga Koordinator Peneliti Forum Investigas untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menyatakan tidak heran, sementara yang terasa agak lucu adalah pernyatan dari Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan yang menyebut, Heru Sulastiyono, yang ditangkap Bareskrim Mabes Polri sedang dalam proses penyidikan internal, dan masuk tahap finalisasi.

Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa tersangka suap oknum pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Heru Sulastiyono, yang ditangkap Bareskrim Mabes Polri sedang dalam proses penyidikan internal. “Kami lagi buat laporannya, buat penetapan hukuman tapi sama Bareskrim sudah ditangkap,” ujarnya Irjen Kementerian Keuangan, Sonny Loho

Sonny menuturkan, kecurigaan terkait penyelewengan yang dilakukan Heru sudah dipantau sejak lama. Transaksi keuangannya yang dilaporkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan kejanggalan.

Menurut Uchok, sudah menjadi rahasia umum jika banyak pejabat Bea Cukai hidupnya bergelimang harta. “Coba saja lihat hampir semua pejabat di Bea Cukai itu kaya raya… jika dilihat dari pendapatan gajinya, sama dengan pegawai negeri sipil lainnya. Tapi kekayaan mereka sungguh luar biasa,” kata Uchok kepada Harian Terbit Kamis pagi.

Dia mengungkapkan, modus yang kerap dilakukan para pegawai Bea Cukai untuk mendapatkan keuntungan adalah pertama, melakukan korupsi dengan membebaskan tarif preferensi bea masuk. Seolah-olah masuk daftar ACFTA, tapi ternyata bukan anggota ACFTA.

Misalnya, terdapat tujuh PIB (Pemberitahuan Import Barang), tak ditagih karena termasuk dalam kategori bebas tarif ACFTA (perjanjian perdagangan antara ASEAN dan China mencakup penurunan dan atau penghapusan tarif ). Dengan bebas tarif ACTA ini maka negara mengalami kerugian sebesar Rp26.918.222.267. Padahal setelah diperiksa, ternyata 7 PIB bukan berasal dari China dan negara muat bukan dari negara yang termasuk skema ACFTA.

Kedua, kata Uchok, korupsi dilakukan dengan cara membebaskan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) kepada 136 PIB dan 42 PIB. Hal ini merugikan keuangaan negara sebesar Rp9.276.738.387.

‘’Jadi, dari persoalan di atas, seolah-olah pejabat bea dan cukai tidak mengetahui peraturan yang berlaku dan seenak saja membebaskan pajak dan bea masuk untuk kemungkinan mengambil keuntungaan sendiri bukan untuk kepentingaan negara. Disini, harus diselidiki aparat hukum, karena, ada main mata antara pejabat bea dan cukai dengan pengusaha yang sangat merugikan negara.’’

Karena itu, kata dia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus membongkar kasus yang sudah lama ada di Bea Cukai. Sebab instansi ini adalah instansi yang rawan terhadap korupsi dan suap. “KPK harus membongkar kasus di tubuh ditjen bea cukai. Sebab hampir semua pejabatnya memperkaya diri sendiri,” kata dia.

MENDEKAM

Kedua tersangka saat ini mendekam di tahanan Bareskrim Polri. Penyidik menjerat keduanya dengan pasal 3, 5 UU 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) serta pasal 5 ayat 2 dan pasal 12 huruf (a) (b) UU 31/1999 tentang Tipikor sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 junto pasal 55 dan 56 KUHP.

Dari tangan tersangka, penyidik menyita beberapa buku cek, beberapa polis asuransi, serta rekening-rekening para tersangka. Penyidik Bareskrim Polri bakal mengembangkan penyidikan terhadap tersangka kasus penyuapan atas nama Kepala Sub Direktorat Ekspor Impor Direktorat Bea dan Cukai Heru Sulistyono ke arah tindak pidana pencucian uang.

Arief mengungkapkan, penyidik pun sudah menyita beberapa aset yang diduga hasil pencucian uang seperti dua mobil mewah dan rumah. Dari hasil penangkapan dan penggeledahan HS di rumahnya di Perumahan Sutra Renata Alba Utama Nomor 3 Alam Sutera, Serpong Tangerang Selatan, Banten, Arief menyebutkan, HS yang baru satu bulan menempati kediamannya ini membeli rumah tersebut seharga Rp 8 miliar.

Atas kejahatan yang diduga kuat sudah dilakukan oleh HS, proses TPPU yang sudah menyita dua mobil dan sejumlah barang ini juga bisa sampai ke perampasan rumah. Langkah tersebut tidak menutup akan dilakukan oleh kepolisian bertolak dari kasus yang menjerat HS. “Untuk itu kami akan selidiki lebih dalam. Seperti apa cara HS membelinya,” tegas perwira yang baru saja pulang menunaikan ibadah haji ini.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *