Bambang DH Tolak Tandatangani Surat Eksekusi PN


SURABAYA – Sengketa pengelolaan Kebun Bibit Bratang kian memanas. Rencana Pengadilan Negeri (PN) Surabaya melakukan eksekusi pada 29 Juni terus mendapat perlawanan dari pemkot. Wali Kota Bambang D.H. bahkan menolak menandatangani surat eksekusi yang dikirim oleh PN.

Bambang mengatakan, kemarin pagi dirinya menerima surat dari PN Surabaya. Surat itu berisi permintaan bantuan untuk pengamanan eksekusi Kebun Bibit pada 29 Juni. ”Ini lucu. Pemkot ingin mempertahankan Kebun Bibit, kok malah dimintai bantuan mengamankan eksekusi. Ya, langsung saya tolak,” ujar Bambang di kantornya kemarin (24/6).

Dia mengatakan, berbagai langkah sudah ditempuh pemkot untuk mempertahankan Kebun Bibit. Jika pada 29 Juni nanti PT Surya Inti Permata (SIP, pemenang sengketa pengelolaan), nekat masuk Kebun Bibit, menurut Bambang, perbuatan itu termasuk pidana. ”Karena itu masuk halaman orang, mana IPT (izin pemakaian tanah, Red)-nya,” ujar pejabat nomor satu di lingkungan pemkot itu.

Bambang menjelaskan, pemkot sejatinya tidak bermaksud melawan hukum. Namun, membiarkan PT SIP mengelola Kebun Bibit juga melanggar hukum. Sebab, mengelola Kebun Bibit harus memiliki IPT. Syarat itu merupakan paket perjanjian yang diteken PT SIP bersama pemkot pada 1998 silam.

Menurut dia, pemkot tidak ingin terkesan membabi buta melawan upaya eksekusi itu. ”Tapi, jika ada anggapan demikian, ya silakan saja. Pemkot tidak bermaksud melawan hukum. Tapi, saya memiliki tanggung jawab moral untuk menyelamatkan aset pemkot,” ujarnya.

Karena itu, wali kota juga tidak khawatir terhadap risiko yang bakal dihadapi. Bambang mencontohkan sengketa Kolam Renang Brantas (KRB) yang juga dimenangkan pihak ketiga. Meski aset itu lepas, pihak swasta tetap tidak bisa mengelola KRB. Sebab, hingga kini pemkot tidak bersedia mengeluarkan izin mendirikan bangunan (IMB). Terkait hal itu, wali kota telah diadukan ke pengadilan, Komnas HAM, hingga Mahkamah Agung (MA). ”Nggak masalah, saya hadapi itu. Selama saya jadi wali kota, tidak akan saya berikan IMB. Termasuk melepas Kebun Bibit,” ucap suami Dyah Katarina tersebut.

Sikap tegas itu disampaikan karena Bambang meragukan komitmen PT SIP untuk tidak mengubah peruntukan Kebun Bibit sebagai ruang terbuka hijau (RTH). Bambang menilai PT SIP bukan lembaga swasta yang memiliki konsep green atau peduli lingkungan. ”Lihat saja bidang yang mereka tekuni,” ujarnya.

Karena itu, meski amar putusan MA mengatakan bahwa Kebun Bibit harus tetap menjadi RTH, wali kota menegaskan bahwa dirinya tidak mau terjebak dengan keputusan itu. Menurut dia, selama ini pemkot sudah berupaya bernegosiasi dengan PT SIP. Termasuk mengganti biaya sewa pengelolaan lahan yang telanjur dibayar sebesar Rp 160 juta. ”Tapi, mereka menolak. Sebab, ya mereka niatnya memang ingin mengambil alih,” ujar pria yang kini menjadi wakil wali kota terpilih tersebut.

Bambang mengakui, pemkot sering kalah ketika beperkara hukum dalam mempertahankan asetnya. Ini disebabkan pemkot tidak memiliki pengacara andal. ”Tidak mungkin menyewa pengacara luar. Ada yang mengatakan boleh, tapi masih debatable. Belum ada aturannya,” terangnya.

Pemerintah pusat belum mengeluarkan aturan tertulis yang mengatur hal itu. Pihaknya juga optimistis seluruh elemen masyarakat, mulai aktivis dan kelompok peduli lingkungan, akan menggelar aksi besar-besaran menentang eksekusi itu. ”Situasi Surabaya sudah kondusif. Jangan sampai eksekusi itu membuat ramai,” ungkapnya.

Sementara itu, Juru Bicara Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Ade Komarudin tidak mempermasalahkan sikap Bambang yang enggan meneken surat dari PN. “Kalau nggak mau teken, itu hak beliau (wali kota). Yang pasti, secara institusional surat itu sudah kami sampaikan,” jelasnya.

PN, lanjut Ade, juga tak akan mundur selangkah pun untuk melaksanakan putusan hukum yang berkekuatan tetap itu. “Eksekusi ini tetap jalan sesuai waktunya,” ungkapnya.

Kuasa hukum PT SIP Muara Harianja mengatakan, eksekusi pada 29 Juni nanti tidak melibatkan PT SIP secara langsung. Sebab, yang masuk ke lokasi Kebun Bibit adalah petugas pengadilan dan petugas keamanan lain.

Dia mengatakan, saat ini PT SIP menyerahkan sepenuhnya masalah tersebut kepada pengadilan. “Kami ini ibarat pengantinnya sekarang,” katanya.

Muara menambahkan, tidak tepat jika pemkot masih mengajak berpolemik soal posisi hukum. “Kalau mau berdebat, ada wadahnya. Yakni, saat kasus itu masih di tingkat pengadilan dulu, ketika kasus itu masih disidangkan dulu,” jelasnya.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *