Antara Nasionalis dan Akal Budi


Melihat dari kerusuhan demi kerusuhan yang terjadi akhir-akhir ini di Indonesia , dari Tanjung Priok dan sekarang Batam , PT Drydocks Word Graha di Tanjung Uncang, akibat ucapan “bodoh” dari manager orang India kepada pekerjanya.  Alhasil 3 bangunan disulut api dan belasan kendaraan di bakar.

PT Dry Dock World

Ada benang merah yang perlu kita cermati, mengapa rakyat Indonesia menjadi semakin peka terhadap isu isu solidaritas dan perlawanan , kalau bukan mengusung alasan Kesukuan atau Nasionalis lalu menggunakan pasal agama.

Dengan runtuhnya represif Orde Baru menjadikan para satuan keamanan bertindak semakin berhati-hati karena dihantui oleh tudingan pelanggaran HAM, dan pada gilirannya terbentuk budaya pembenaran tindak anarkis dari rakyat. Ini sangat berbahaya, ada defisiensi dalam budi pekerti dan akal budi rakyat.

Mengapa bisa begitu ? – Seiring bergulirnya reformasi, maka banyak

Kerusuhan Tanjung Priok

rakyat yang merasakan dirinya berhak berpikir kritis, dan peka terhadap permasalahan. Maka ketika bendungan potensi tenaga rakyat dibuka, tidak ada lagi mekanisme pengaman yang bisa membendung api dalam sekam yang telah ditungkupi selama 4 dekade. Ditambah lagi hilangnya pendidikan Budi Pekerti yang pernah diajarkan di sekolah sampai dengan 4 dekade yang lalu. Bukan hanya itu, tapi juga mutu pendidikan di sekolah ikut menurun sehingga menurunkan Akal Budi dari rakyat, kombinasi dari segala inilah yang memicu kerusuhan pembakaran kendaraan dan gedung di Batam hari ini.

Sewaktu mata pelajaran Budi Pekerti di cabut dari kurikulum sekolah selepas G-30-S , latar belakangnya hanya karena Budi Pekerti itu banyak bertaut pada ajaran KonFuChu yang nota bene berasal dari Tiongkok. Pokoknya semua yang berbau Tiongkok di cap habis sebagai Komunis. Padahal buku-buku dan prasasti KongFuChu diganyang di negaranya saat Revolusi Besar Ke-Budayaan pada tahun 1967. Herannya sampai sekarang juga P dan K masih saja enggan menjabarkan kurikulum Budi Pekerti sebagai mata pelajaran wajib, padahal hal ini sudah tembus di Komisi II DPR bertahun-tahun yang lalu. Kadang terkesan memang sengaja ada upaya pembodohan rakyat oleh para oportunis, sehingga mereka bisa dengan mudah menggunakan amok rakyat untuk membuat manuver-manuver politik mereka.

Gedung MPR - DPR

Guru adalah abdi yang paling mulia, pendidikan bukan hanya pada pengetahuan akademis saja , tapi pembangunan achlak juga tidak kalah pentingnya. Jaman sekarang guru dituntut untuk mengembangkan pelajaran yang bersifat penanaman Budi Pekerti dalam jiwa anak, sehingga nanti suatu hari Bangsa Indonesia bisa mempunyai banyak pemimpin dan wakil rakyat yang bisa mencurahkan perhatiannya bagi kemajuan dan kesejahteraan rakyat, bukannya hanya mikirin aji mumpung saja.

Agaknya rakyat juga harus swasembada belajar sendiri agar tidak merugikan dirinya sendiri. Karena dengan mudahnya api kemarahan berkobar bukan berarti mereka peka dan kritis, tapi semata karena tidak adanya inhibitor berupa tenggang rasa atau toleransi. Tanpa akal budi mereka tidak sadar kalau nantinya akan kehilangan pekerjaan, belum lagi dampak ketakutan dari para investor dan calon investor. Rakyat sendiri harus bisa melihat situasi dan menyadari kondisi dan kemampuan kita yang masih memerlukan perbaikan disana sini.

Jadi singkat kata rakyat harus lebih mengenal dan memahami Situasi – Kondisi dan Toleransi. (tolong jangan disingkat). (Indonesia media)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *