Revaluasi Aset Melejitkan Pemulihan Ekonomi dan Korporasi


Revaluasi Aset Melejitkan Pemulihan Ekonomi dan Korporasi

Oleh Edy Mulyadi*

Ada greget yang beda pada paket kebijakan ekonomi jilid lima yang dirilis pemerintah pada

19 Oktober silam. Tanpa bermaksud menafikan berbagai insentif pada paket-paket

kebijakan ekonomi sebelumnya, tawaran relaksasi perpajakan bagi perusahaan yang

melakukan revaluasi aset benar-benar ‘nendang’. Betapa tidak, ketentuan perpajakan yang

selama ini menjadi sandungan serius revaluasi aset, pada paket kelima ini diamputasi

dengan signifikan.

Pada aturan sebelumnya, bila perusahaan merevaluasi asetnya, maka dikenai pajak selisih

aset paska revaluasi 10%. Misalnya, sebelum revaluasi aset PT XYZ adalah Rp1 triliun.

Setelah revaluasi, nialinya naik menjadi Rp2 triliun. Konsekwensinya, perusahaan wajib

membayar pajak sebesar 10% dari selisihnya. Artinya, 10% dari Rp1 triliun adalah Rp100

milyar. Nah, setoran 10% inilah yang sering jadi penyebab maju-mundurnya perusahaan

melakukan revaluasi aset.

Nah, batu sandungan pajak inilah yang kini kena pangkas. Berdasarkan kebijakan baru,

besarnya relaksasi berlaku sesuai dengan waktu dilakukannya revaluasi. Buat perusahaan

yang merevaluasi asetnya di semester II 2015¸kena tarif 3%. Bila dilakukan di semester I

2016 pajaknya 4%. Nah, jika dilakukan pada semester II 2016, pajaknya sebesar 6%. Setelah

periode itu kembali ke tarif normal.

Tumbuh 6% lebih

Sebetulnya ada beberapa ‘jagoan’ lain pada paket kebijakan ekonomi jilid 5. Yaitu,

penghapusan pajak berganda terkait kontrak investasi kolektif Dana Investasi Real Estate,

dan relaksasi aturan perbankan syariah. Dengan seabrek insentif itu, paket kebijakan kali ini

diyakini bakal mampu mem-booster pertumbuhan ekonomi.

Paling tidak, begitulah keyakinan Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal

Ramli. Menurut dia, revaluasi aset perusahaan, relaksasi pajak revaluasi aset, dan

penghapusan pajak berganda akan memberi dampak luar bisa. Laju pertumbuhan ekonomi

bakal terdongkrak hingga di atas 6% tahun depan. Maklum, sekarang ekonomi hanya

tumbuh 5,02%, di bawah target yang 5,5%.

Keyakinan Menko Rizal Ramli didasarkan pada berbagai benefit dari revaluasi. Dengan

revaluasi, nilai aset perusahaan naik hingga berkali lipat. Jika (sebagian dari) selisih aset

paska revaluasi disuntikkan ke modal, maka modal perusahaan melonjak. Bonafiditas

perusahaan terkerek. Kemampuan perusahaan untuk menutup risiko juga

bertambah. Kinerja keuangan yang mencorong ini akan memberi leverage perusahaan

dalam menjaring dana secara massif dan, yang lebih penting lagi, murah.

Berbekal modal yang kuat, perusahaan bisa meraup dana segar lewat initial public of fering

(IPO) saham, secondary public offering (SPO) saham, rights issue, penerbitan obligasi, juga

pinjaman bank.

Sukses revaluasi aset PLN

Rizal Ramli tidak sedang berteori. Pasalnya, dia sendiri pernah melakukan, dan mendulang

sukses besar. Pada 2000an, ketika menjabat Menko Perekonomian, pria yang terbukti tetap

kritis kendati berada di dalam lingkaran kekuasaan ini pernah menyelamatkan PLN yang

secara teknis sudah bangkrut. Saat itu modalnya minus Rp 9,1 triliun. Sementara itu, aset

BUMN produsen setrum itu cuma Rp52 triliun.

“Direksi PLN datang ke kantor saya. Mereka minta suntikan modal Rp26,9 trilliun. Tentu saja

saya tolak. Saya minta mereka merevaluasi aset. Hasilnya, aset PLN meningkat menjadi

Rp202 triliun lebih. Selisih dari hasil revaluasi aset dimasukkan ke modal, sehingga naik

menjadi Rp119,4 triliun. PLN jadi sehat kembali. Sedangkan kewajiban perpajakan selisih

aset setelah revaluasi dibagi dalam tujuh tahun. Dampaknya luar biasa. Kemampuan PLN

dalam menarik kredit naik, sehingga meningkatkan operasi PLN dan menggerakkan ekonomi

nasional,” kata Rizal Ramli di sela konferensi pers peluncuran Paket Kebijakan Ekonomi

Tahap V di Istana Negara, Jakarta, Kamis (22/10).

Paket kebijakan ekonomi tahap V ini memang benar-benar gurih. Buktinya, PTPLN (Persero)

buru-buru akan menubruk, khususnya terkait insentif pajak untuk revaluasi aset. Saat ini,

aset PLN sekitar Rp600 triliun. Paska revaluasi, nilainya bisa melonjak jadi Rp800an triliun.

“Saya berharap insentif pajak yang didapat dari revaluasi aset ini bisa menjadi tambahan

modal bagi PLN dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN). Pajaknya kami akan ajukan

menjadi PMN,” ujar Sofyan Basyir, Dirut PLN.

BUMN lain yang juga bersemangat adalah Bank Mandiri. Bank hasil merger empat bank

pelat merah itu sudah memastikan ikut program revaluasi aset. Memang ada konsekwensi

akibat naiknya nilai aset, yaitu naik pula iuran/premi ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Asal

tahu saja, mulai tahun ini industri keuangan harus membayar penuh (full) iuran tahunan

dengan tarif sebesar 0,045% dari total aset. Itu artinya, berdasarkan data laporan keuangan

Juni 2015, Bank Mandiri harus menambah iuran OJK sekitar Rp20 miliar menjadi Rp430 lebih

usai merevaluasi asetnya.

Nilai aset naik berkali-kali lipat

Revaluasi aset memang pasti menaikkan nilainya. Aset berupa tanah, misalnya. Di neraca

perusahaan, nilai tanah biasanya tetap sebesar harga saat dibeli. Padahal kenyataannya

harga tanah naik gila-gilaan. Sama juga untuk gedung, dalam kenyataannya nilai ekonomis

suatu gedung, apalagi yang berlokasi strategis dan secara fisik masih kokoh, makin lama

makin mahal. Makanya objek utama yang perlu direvaluasi biasanya tanah dan gedung atau

bangunan lainnya. Itulah yang menjelaskan mengapa Sofyan berani menaksir bakal

memperoleh tambahan nilai sekitar Rp200 triliun.

Masih bicara soal tanah, bisa dibayangkan berapa kenaikan lahan milik PT Jasa Marga

(Persero) dan PT Kereta Api Indonesia (KAI). Tanah-tanah kedua BUMN itu ada yang

diperoleh sejak 40-50 tahun lalu. Tentu harganya kini sudah naik belasan bahkan puluhan

kali lipat.

Seperti dikatakan Rizal Ramli, relaksasi perpajakan terkait revaluasi aset ini bakal memacu

pertumbuhan ekonomi. Paling tidak, pada tahap awal akan ada banyak profesi yang ketiban

rejeki. Yang sudah pasti para appraisal alias penilai aset. Lalu, akuntan publik, notaris, dan

konsultan pajak juga dipastikan ikut kecipratan rejeki.

Promosi gratis plus plus

Dengan menggelembungnya aset dan melonjaknya modal, perusahaan punya leverage

untuk mengail dana segar. Di sini sejumlah provesi lain juga ikut menikmati. Mereka di

antaranya para underwriter, manajer investasi, bahkan Public Relations dalam upayanya

menikkan citra positif perusahaan.

Hebatnya lagi, mereka akan rajin jualan ke dalam dan luar negeri tentang perusahaan yang

bersangkutan khususnya, dan Indonesia pada umumnya. Nyanyian yang mereka

senandungkan pastilah bernada indah dan merdu.

Sampai di sini, Indonesia memperoleh promosi ‘gratis plus-plus’. Sudah gratis, pakai plus-

plus pula. Maksud saya, kalau yang berceloteh tentang potensi dan iming-iming investasi

adalah para pejabat, belum tentu calon investor percaya. Sebabnya Anda tahulah… Tapi

karena yang berpromosi adalah sesama swasta, tingkat kepercayaan calon investor bisa

dipastikan lebih tinggi. Inilah yang dimaksud dengan plus-plus tadi.

So, sebaiknya perusahaan swasta maupun BUMN kita benar-benar memanfaatkan relaksasi

pajak terkait revaluasi aset ini. Makin cepat dilakukan, makin kecil pajak yang harus dibayar.

Makin besar insentifnya. Pemerintah sendiri berharap bisa meraup pajak sekitar Rp10 triliun

dari sini.

Itulah sebabnya tidak mengherankan bila sejumlah perusahaan besar segera melakukan

persiapan ini itu untuk merevaluasi aset-asetnya. Mereka mulai berburu appraisal, akuntan,

notaris, konsultan pajak, dan sederet profesi terkait lainnya. Jika revaluasi bisa dikebut

selesai sebelum 2015 berakhir, mereka cukup membayar pajak 3% saja.

Dengan begitu banyak manfaat revaluasi aset, Rizal Ramli berharap perusahaan kecil dan

menengah juga ikut menikmati. Revaluasi aset juga bisa menjadi jawaban dari

tergerogotinya modal akibat melunglainya rupiah atas dolar beberapa waktu silam. Dengan

revaluasi, perusahaan kecil dan menengah pun bisa meningkatkan nilai aset dan

mendongkrak permodalan. Kalau sudah begitu, mereka pun bisa lebih mudah menggaet

dana untuk menggelindingkan usaha agar lebih kencang.

Ayo, tunggu apa lagi? (*) ( EM / IM )

Jakarta, 28 Oktober 2015

Edy Mulyadi, Direktur Program Centre for Economic and Democracy Studies (CEDeS)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *