Benarkah anggota DPR Itet Tridjajati Sumarijanto memecat staf ahlinya yang lagi hamil?
Nurely Yudha Sinaningrum, staf ahli anggota Dewan Perwakilan Rakyat Itet Tridjajati Sumarijanto, mengeluhkan perlakuan atasannya yang mengancam memecatnya. Naning, begitu panggilannya, menyebut dia diancam dipecat oleh politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu karena kondisi hamil tua yang dialaminya.
“Niatan untuk mem-PHK aku, sudah dia sampaikan sekitar bulan April, saat kandunganku 4 bulan. Alasan beliau, kalau melahirkan nanti aku akan sibuk mengurusi bayi,” kata Naning dalam surat diterima VIVAnews, Rabu 17 Agustus 2011.
Ketika memasuki bulan Juli 2011, Ibu Itet memanggil Naning lagi. “Ketika beliau mengetahui usia kandunganku sudah mencapai tujuh bulan, dia langsung menyatakan tinggal dua bulan lagi aku bekerja. Tragisnya lagi gajiku dipotong 50 persen,” kata Naning.
“Kebijakan Ibu Itet ini sungguh tidak adil. Di tengah kehamilan aku yang sudah tua (sekitar tujuh bulan lebih dua minggu), aku tetap disuruh bekerja, ditambah gajiku dipotong setengahnya. Dan juga, jam kerja dan beban kerjanya tidak berubah. Sungguh tindakan yang melecehkan hak buruh perempuan yang sedang hamil,” kata Naning.
Namun Naning terus bekerja. Menjelang kehamilan 8 bulan, Naning mengajukan cuti melahirkan selama tiga bulan. “Sesuai dengan UU Tenaga Kerja No 13 tahun 2003, pasal 82, ayat 1, justru aku berhak mendapat cuti 3 bulan, dibayar penuh. Menurut ketentuan tersebut aku berhak cuti satu setengah bulan sebelum melahirkan, dan satu setengah bulan sesudah melahirkan. Ketentuan itu menyatakan pemberi kerja tidak memenuhi cuti melahirkan adalah tindak pidana dengan ancaman hukuman maksimal empat tahun,” kata Naning.
Permohonan cuti itu diajukan tertanggal 1 Agustus 2011. “Walau akan memenuhi tetapi Ibu Itet mengatakannya dengan marah-marah, dan menunjukkan rasa tidak suka kepada aku. Ibu Itet mengatakan bahwa berapa yang harus dia bayar, setelah ini aku tidak bisa lagi bekerja sebagai stafnya,” kata Naning.
Tanggal 3 Agustus, Naning dipanggil Itet yang duduk di Komisi Perburuhan Dewan Perwakilan Rakyat itu. “Harapanku menerima gaji dan permohonan cutiku dikabulkan (tapi) yang terjadi, justru lebih memprihatinkan. Aku hanya ditemui staf Ibu Itet dan disodori Surat Pernyataan pengunduran diri atau PHK. Berarti permohonan cutiku ditolak tetapi justru di-PHK lebih cepat dari rencana semula,” kata Naning.
Naning mengaku ditawari uang Rp10 juta yang terdiri dari 50% gaji Juli, tunjangan hari raya Rp1 juta, uang melahirkan Rp2 juta dan uang kemanusiaan Rp5 juta. Naning menolak menandatangani surat itu.
“Sampai tanggal 15 Agustus 2011 ini Ibu Itet tidak mau berunding langsung. Hanya stafnya mengirim SMS yang berisi bahwa Ibu Itet memberi kuasa kepada stafnya untuk melakukan perundingan kepadaku,” kata Naning.
Itet kecewa dan sedih
Sementara itu, Itet yang ditemui VIVAnews di ruang kerjanya menyayangkan tindakan Naning yang menyudutkannya. Bersama asisten pribadinya, Markus Sitompul, Itet menjelaskan bahwa Naning belum dipecat.
“Orang yang sudah saya kasih pekerjaan dengan gaji cukup tapi ini balasan yang dia berikan pada saya seperti ini,” kata Itet yang terpilih dari daerah pemilihan Lampung II itu.
Itet menjelaskan, tidak ada perjanjian kerja hitam di atas putih dengan Naning. “Waktu itu Naning langsung melamar jadi staf ahli pada saat saya lagi sidang,” kata Itet. Itet kemudian menerima surat lamarannya yang disertai ijazahnya.
Namun kekhawatiran Itet terbukti. Itet mengaku hampir setiap hari marah-marah pada Naning. Dia mengatakan Naning nyaris tak mumpuni. “Habis bagaimana, bikin surat tak bisa, bikin rangkuman tidak bisa, bikin apa-apa tak bisa. Memang tidak produktif,” katanya.
Kemudian, Naning juga sering minta izin ini, dan itu sehingga kadang mengganggu pekerjaannya sebagai staf ahlinya. “Saya mau berhentikan anak ini, lagipula juga tidak produktif. Soalnya, dia cuma kayak entry data. Itu pun saya ajari caranya. Memang sudah tidak produktif, tidak berpengetahuan,” kata Itet.
Tapi tiba-tiba Naning hamil. “Karena kasihan, ya sudah nanti sajalah diberhentikan. Apalagi, Naning pernah mengeluh gaji suaminya lebih sedikit dari dia,” kata Itet.
Itet pun menawarkan pada Naning setelah melahirkan nanti fokus saja di rumah. Itet yang pernah menjadi Kepala Bagian Medical Record Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo itu tahu perawatan anak lebih baik dilakukan sendiri oleh orang tuanya.
Dan Itet mengaku, kepadanya Naning menyatakan, “Ya, Bu. Saya hanya mau bekerja sampai hari H saja.”
Dan ketika kehamilan Naning beranjak besar, dia menawarkan Naning cukup bekerja dari rumahnya saja. “Ya sudah, kamu kerja di rumah saya saja. Daripada bolak-balik di gedung DPR capek, tapi dengan gaji saya potong,” kata Itet.
Namun tiba-tiba, pada 3 Agustus 2011, Naning menemuinya, membawa surat permohonan cuti yang dilampiri sejumlah dokumen. “Di suratnya itu mengajukan cuti hamil selama tiga bulan sesuai UU 13 tahun 2003,” kata Markus Sitompul, Asisten Pribadi Itet yang telah diberi surat kuasa mengurus soal Naning ini.
“Anehnya, bersamaan dengan surat cuti, dia melampirkan rincian yang harus dibayarkan,” kata Markus. Dalam surat Naning itu, ada lampiran berisi rincian gaji bulan Juli Rp4 juta, cuti hamil 3 bulan Rp12 juta, THR karena sudah bekerja 12 bulan lebih Rp4 juta sehingga total mencapai Rp28 juta.
“Nah, ada rincian tentang pesangon 14 bulan. Jadi total, dia minta rincian yang dibayarkan Rp28 juta,” kata Markus. “Nah, ini mengapa ada item tentang pesangon? Jadi yang minta dikeluarkan siapa?”
Karena melihat itu, Itet pun kecewa. Dia meminta berpikir dan kemudian mengusulkan format yang total hanya Rp10 juta seperti dilansir pula oleh Naning. Berikut di dalamnya ada isi pernyataan berhenti bekerja.
Namun Naning tak mau menandatangani surat itu dan justru membeberkannya kepada media bahwa Itet telah menganiaya perempuan hamil. “Sekarang saya merasa terganggu sekali dengan kecaman yang masuk melalui SMS. Saya kecewa sekali, orang yang sudah saya perhatikan sebesar itu, ternyata bisa menyakitkan,” katanya.