ALASAN Nadiem Makarim Rombak Sistem Zonasi: Banyak Ibu-ibu yang Komplain Anaknya Sudah Belajar Keras


Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia Nadiem Makarim menjelaskan alasannya mengubah komposisi sistem zonasi sekolah di Indonesia.

Nadiem mengatakan alasannya didasari untuk menyeimbangkan kepentingan antara kepentingan murid berprestasi dan murid tidak mampu.

Dikutip TribunWow.com dari video unggahan kanal Youtube Kompastv, Rabu (11/12/2019), mulanya Nadiem menjelaskan sistem zonasi yang baru dan yang lama.

Sistem Zonasi Lama:

80 persen zonasi
5 persen perpindahan
15 persen prestasi

Sistem Zonasi Nadiem Makarim:

50 persen zonasi
15 persen afirmasi (Kartu Indonesia Pintar)
5 persen perpindahan
30 persen prestasi

Nadiem kemudian menjelaskan dua tujuan dirubahnya sistem zonasi sekolah.

Pertama adalah untuk mengakomodasi kebutuhan murid-murid yang berasal dari keluarga kurang mampu.

“Ini dampak ujungnya, dua perubahan, satu adalah afirmasi,” kata Nadiem.

“Itu ada di situ untuk siswa-siswa dari keluarga pemegang Kartu Indonesia Pintar, yaitu keluarga yang sosio ekonominya masih rendah,” tambahnya.

Kedua Nadiem menjelaskan hal tersebut didasari oleh aspirasi orangtua yang mengeluhkan anaknya telah belajar dengan keras namun tidak bisa memilih sekolah impian.

Berdasarkan masukan tersebut, Nadiem memutuskan untuk memberikan ruang lebih besar bagi murid-murid yang memiliki prestasi baik akademik maupun non akademik untuk lebih leluasa memilih sekolah.

“Kedua bagi yang menginginkan meningkatkan jalur prestasi sampai maksimal 30 persen itu diperbolehkan,” ujar Nadiem.

“Sehingga banyak ibu-ibu yang komplain anaknya sudah belajar bekerja keras, tapi tidak bisa mencapai sekolah yang diinginkan, itu masih ada kelonggaran,” imbuhnya.

Nadiem mengatakan kesimpulan dari perubahan yang ia lakukan pada sistem zonasi adalah mencari titik temu antara kebutuhan siswa berprestasi dan siswa kurang mampu.

Ia ingin semua murid terlepas dari latar belakang ekonomi dan kemampuannya, mampu merasakan hal yang adil dalam sistem pendidikan di Indonesia.

“Jadi ini kompromi di antara kebutuhan pemerataan pendidikan biar adil bagi semua jenis jenjang ekonomi kita bisa mengakses sekolah yang baik,” ucap Nadiem.

“Dan juga kompromi bagi orangtua-orangtua dan murid-murid yang sudah kerja keras untuk mencapai prestasi baik angka di kelas maupun memenangkan lomba-lomba di luar,” tambahnya.

Ujian Sekolah Ala Nadiem Makarim

Sebelumnya Nadiem mengatakan agar potensi siswa dapat dinilai secara maksimal, ia menyerahkan sekolah untuk memberikan hak penilaian sesuai parameternya masing-masing dan dengan tipe ujian yang telah ditentukan oleh Nadiem.

Dikutip TribunWow.com dari video unggahan kanal Youtube Kompastv, Rabu (11/12/2019), mulanya Nadiem mengatakan evaluasi kelulusan siswa akan sepenuhnya menjadi hak sekolah.

“Secara jelas kebetulan bahwa evaluasi atau penilaian terhadap siswa, terhadap murid itu dilakukan guru, dan asesmen untuk kelulusan ditentukan oleh sekolah,” ujar Nadiem.

 

Nadiem menegaskan negara tidak akan lagi membuat soal ujian dan menentukan kelulusan para siswa di Indonesia.

“Hal-hal, soal-soal yang tadinya datang dari Kemendikbud, soal-soal yang dari pusat dan lain-lain yang tadinya lewat dinas dilaksanakan di dalam sekolah itu sudah, berarti tidak ada paksaan lagi,” kata Nadiem.

Nadiem ingin dengan adanya langkah ini, sekolah dapat lebih menilai murid-muridnya secara mendalam.

“Jadi sekolah itu seperti banyak sekolah sekarang, punya sistem penilaiannya sendiri yang lebih holisitk,” tutur Nadiem.

Nantinya Nadiem tidak ingin ujian hanya diukur melalui soal pilihan ganda saja.

Ia mengatakan sistem pengujian murid akan dilakukan melalui berbagai cara yang dapat memperlihatkan potensi murid.

Cara tersebut di antaranya adalah hasil karya, proyek akademik, dan esai.

“Bukan pilihan ganda saja, tapi bagaimana kita mau mengases komptetensi kalau tidak mengerjakan project (proyek), hasil karya, esai, dan lain-lain,” tegas Nadiem.

Nadiem menerangkan inti dari dirinya mengeluarkan kebijakan tersebut, ia mengatakan hal tersebut agar sekolah dapat memiliki kebebasan untuk menilai kompetensi murid-muridnya.

Hal tersebut dilakukan Nadiem lantaran setiap sekolah di tiap daerah yang berbeda memiliki kapasitas dan cara yang berbeda dalam menilai muridnya.

Nadiem merasa ujian negara yang dibuat satu tipe dan harus diaplikasikan ke sekolah-sekolah di berbagai daerah yang berbeda adalah hal yang tidak cocok.

“Itu sebenarnya konsepnya adalah mengembalikan kepada esensi undang-undang kita untuk memberikan kemerdekaan sekolah untuk menginterpretasi kompetensi-kompetensi dasar kurikulum kita,” jelas Nadiem.

“Menjadi penilaian mereka sendiri yang lebih cocok untuk murid-murid mereka, yang lebih cocok untuk daerah mereka, yang lebih cocok untuk kebutuhan pembelajaran murid mereka,” tambahnya.

Program Merdeka Belajar Nadiem Makarim

Selain penghapusan UN, Mendikbud juga paparkan tiga program pembelajaran nasional lain.

Program-program tersebut masuk dalam kebijakan “Merdeka Belajar”.

“Program tersebut meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional ( UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi,” ujar Nadiem.

Nadiem mengatakan sejumlah program tersebut sesuai dengan arahan dari presiden dan wakil presiden.

Untuk USBN, hanya akan diselenggarakan sendiri oleh sekolahan.

Bentuk ujian dapat dilakukan dengan berbagai macam seperti tes tertulis atau bentuk penilaian lain yang lebih komprehensif seperti portofolio yang dilakukan secara kelompok atau individu.

“Dengan itu, guru dan sekolah lebih merdeka dalam penilaian hasil belajar siswa,” ucap Nadiem.

“Anggaran USBN sendiri dapat dialihkan untuk mengembangkan kapasitas guru dan sekolah, guna meningkatkan kualitas pembelajaran,” imbuhnya.

Sementara untuk UN sendiri akan dilaksanakan pada siswa yang berada di tengah jenjang sekolah seperti kelas 4 SD, kelas 8 SMP, dan kelas 2 SMA.

Hal tersebut dilakukan agar dapat membantu guru untuk memperbaiki mutu pembelajaran.

Hasil ujian ini juga tidak digunakan untuk seleksi siswa masuk jenjang berikutnya.

“Arah kebijakan ini juga mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti PISA dan TIMSS,” kata Nadiem.

Untuk program RPP, Kemendikbud memangkas menajdi beberapa komponen.

Pada kebijakan baru nanti, guru dapat bebas memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP.

“Penulisan RPP dilakukan dengan efisien dan efektif sehingga guru memiliki lebih banyak waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri. Satu halaman saja cukup,” kata Nadiem.

Mengenai program penerimaan peserta didik baru (PPDB), Mendikbud tetap mencanangkan zonasi.

Nadiem berujar melalui zonasi, sekolah dapat menerima siswa maksimal 50 persen.

Komposisi lain berasal melalui jalur prestasi 30 persen, melalui jalur afirmasi 15 persen, dan sisanya adalah perpindahan.

“Daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi,” ujar Mendikbud.

Melalui kebijakan ini, Nadiem berharap pemerintah dapat memeratakan akses dan kualitas pendidikan untuk anak Indonesia.

“Pemerataan akses dan kualitas pendidikan perlu diiringi dengan inisiatif lainnya oleh pemerintah daerah, seperti redistribusi guru ke sekolah yang kekurangan guru,” tuturnya. ( Trb / IM )

 

 

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *