Cerita Sapta Ronggo, Cendana dengan kegiatan kemanusiaan tahun 1980 an
dilaporkan: Setiawan Liu

Petojo VIJ, sebuah jalan kecil yang belum beraspal pada saat Sapta Ronggo mulai dibangun Yu Sheng-zhong. Sekitar tahun 1960, dengan arahan spiritual, beliau mulai bangun sebuah bangunan dengan dinding bilik. Tengah malam, beliau selalu melakukan persembahyangan sampai beberapa jam lamanya. Tempat tersebut tidak terlalu jauh dari perkampungan penduduk, mudah dikunjungi umat. Pada siang hari sampai malam hari, lalu lintas juga tidak berisik. Bahkan, penerangan mengandalkan lampu petromak minyak tanah. Pintu Wihara diapit oleh pohon Bodhi dan pohon beringin. “Pada saat itu, semasa pergolakan politik Gerakan 30 September (Gestapu) pada tahun 1965, beliau sempat ditembak. Tapi tentaranya yang jatuh. (kesaktian Yu Sheng-zhong) terdengar oleh pak Harto yang waktu itu menjabat Pangkostrad. Beliau dilirik setelah santer kabarnya bahwa Suhu Acong sakti karena manifestasi Eyang Djoego Gunung Kawi (yang menjadi tempat ziarah spiritual hingga ke manca negara). Beliau dilindungi Eyang Djoego. Dari tahun ke tahun, Sapta Ronggo semakin ramai dikunjungi. Dulu, kalau (pengunjung) bisa bertahan 30 menit saja, hebat. (kondisinya) pada saat itu, (Wihara) penuh asap dari hio persembahyangan,” kata Ali. Para menteri di cabinet Soeharto juga tahu mengenai kesaktian dan sikap welas asih beliau. Konon, Soeharto sempat mengunjungi Sapta Ronggo, tetapi tidak boleh dipublikasi dan tidak terdokumentasi. Kecuali waktu kunjungan beliau ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta Timur.
TMII mulai dibangun pada 1972 dan diresmikan pada 20 April 1975, dan kunjungan beliau disambut oleh Ibu Tien (istri Presiden ke-2 RI, Soeharto). Dari kunjungan tersebut tercetus pembangunan rumah ibadah agama Buddha, yakni Cetiya Arya Dwipa Arama untuk melengkapi empat rumah ibadah lainnya (Masjid, gereja, pura). “(kunjungan Suhu ke TMII) berlanjut sampai pendirian Wihara Arya Dwipa Arama bersanding dengan Masjid, Gereja, Pura. Era tahun 1980 an, Indonesia baru memiliki 27 provinsi. Sehingga jumlah semua anjungan juga 27 buah. Waktu itu, Soedharmono selaku menteri sekretaris negara (1970 – 1988). Kebetulan ibu Tien kan (penganut kepercayaan) Kejawen, sehingga dia tahu mengenai Eyang Djoego. Selain, orang-orang keraton seperti ibu Tien pasti tahu,” kata Ali. (sl/IM)















