Kemitraan Asputaben dengan Poktan untuk Penuhi Permintaan Pasar Ekspor 


Kemitraan Asputaben dengan Poktan untuk Penuhi Permintaan Pasar Ekspor 

dilaporkan: Setiawan Liu

Pandeglang, 23 Mei 2021/Indonesia Media – Asosiasi Pelaku Usaha Talas Beneng (Asputaben) kabupaten Pandeglang, Banten melihat perlunya peningkatan skema kemitraan dengan berbagai kelompok tani dari berbagai daerah untuk penangkaran bibit sampai bisa memenuhi permintaan umbi dan makanan dan minuman olahan. “Mereka (kelompok tani/poktan) beli bibit dari kami. Hasil panen dibeli kami, terutama CV Putra Petani Gunung Karang di Pandeglang untuk memenuhi pasar ekspor,” ketua Asputaben Ardi Permana mengatakan kepada Redaksi.

Serapan pasar terutama dari luar negeri semakin terbuka. Selain perusahaan Belanda yang memanfaatkan umbi talas untuk bahan baku daging nabati, Taiwan juga akan melakukan hal yang sama. Daging nabati banyak dikonsumsi untuk para vegetarian termasuk di Taiwan. Sementara taro chips (chip talas) CV Putra Petani diproduksi di Bogor, diolah menjadi tepung. “Kemarin, orang Taiwan minta sample (talas). Rencananya, mereka akan buka pabrik pengolahan talas. Kalau sample sudah masuk (diterima), permintaan pasar Taiwan bisa mencapai 100 ton per bulan,” kata Ardi melalui sambungan telpon.

Tentunya, CV Putra baru bisa memenuhi permintaan enam bulan ke depan. Karena talas baru akan ditanam dan bisa dipanen setelah enam bulan ke depan. Sehingga kebutuhan umbi semakin meningkat, dan kebutuhan bibit juga lebih banyak lagi. CV Putra dan Asputaben sangat butuh pasokan umbi talas dari luar daerah, termasuk kabupaten Karo, Medan (PT Pandawa Agro, Yendi Sembiring), Subang, Sukabumi, Purwakarta, Lampung. “Untuk ekspor ke Belanda, kami butuh produksi sampai 90 ton/bulan. Kami masih kewalahan. Kalau dulu, sekitar dua tahun yang lalu, (budidaya talas) gampang karena bibitnya liar. Sekarang, kondisinya agak susah. Umbi basah yang frozen untuk pasar Belanda semakin dicari,” kata Ardi.

Di sisi lain, persaingan antara Asputaben dengan Perkumpulan Petani Talas Beneng Indonesia (Pertabenindo) diharapkan tidak menjadi kontraproduktif. Hal yang paling penting, yakni bagaimana serapan hasil panen petani talas. Setelah itu, baik Asputaben maupun Pertabenindo harus bisa mencari buyer (negara importir) talas. Hal ini bukan perkara mudah, tetapi perlu kerja keras dan trust. “inisiatif peluang agribusiness awalnya dari CV Putra Petani sampai akhirnya dibentuk Asputaben.  Lalu, berbagai pihak dari berbagai organisasi tahu sepak terjang CV Putra Petani, terutama pemasukan (hasil penjualan) dari bibit, umbi, daun, mereka (pihak-pihak lain) berdatangan, tapi tidak commit. Mereka rebutan dan tanpa tahu bagaimana caranya. Akhirnya mereka menciptakan asosiasi baru, yakni Pertabenindo. Mereka hanya mengandalkan program bantuan dari pemerintah. Kami kami mandiri, ibaratnya bekerja dari A – Z, tidak pernah mengandalkan bantuan dari pemerintah. Ada program CSR (corporate social responsibility) dari PT Telkom Indonesia (BUMN),” kata Ardi. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *