311/113 Anggota DPR Tidak Taat Hukum


Jakarta, Indonesia Media – Salah satu tugas utama DPR adalah melakukan kontrol terhadap pemerintah. Apakah pemerintah sudah berada di jalur yangbenar dalam menjalankan pemerintahannya, ataukah tidak. Apabila tidak, DPR bisa dengan menggunakan hak angketnya memanggil orang-orang pemerintah yang terkait untuk diminta keterangan; direksi BUMN, ketua lembaga-lembaga negara/pemerintah, menteri-menteri, wakil presiden, termasuk presiden.

Gedung DPR Senayan Jakarta

Saat ini yang sedang berlangsung adalah dengan Pansus Bank Century. Dari sini kita lihat bahwa betapa galaknya anggota-anggota DPR di sana dalam menjalankan tugasnya mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan gaya seperti seorang hakim di ruang pengadilan. Pesakitannya adalah Menteri Keuangan dan Wakil Presiden.

Sejatinya, pihak yang memeriksa pihak lain yang bisa diduga terlibat, atau melakukan sesuatu penyimpangan/pelanggaran hukum adalah pihak yang bersih, tidak melakukan hal yang sama. Minimal adalah mereka merupakan pihak yang taat hukum. Normalnya pihak taat hukumlah yang patut memriksa pihak yang diduga tidak taat hukum; melanggar hukum, melakukan tindakan penyelewengan kekuasaan, dan seterusnya.

Tetapi bagaimana dengan anggota DPR itu sendiri? Sampai hari ini dari 560 anggota DPR, ada 331 orang anggota  ternyata belum menjalankan kewajibannya untuk sebagai pejabat negara untuk melakukan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) kepada KPK. Dan ada 113 anggota DPR yang ternyata belum mempunyai NPWP! Jadi 331 belum melaporkan harta kekayaannya, dan 113 belum punya NPWP sampai saat ini. Tentu saja ini suatu bentuk ketidaktaatan hukum yang memprihatinkan. Kontradiksi  dengan hak dan wewenang mereka sebagai pengontrol pemerintah supaya pemerintah berjalan bersih. Bagaimana bisa membersihkan kotoran dengan sapu yang kotor?

Batas waktu menyampaikan LHKPN kepada KPK sudah lewat lama, yakni 01 Desember 2009 lalu. KPK mengaku telah kehabisan cara untuk memaksa para anggota DPR itu untuk melaksanakan kewajibannya. Antara lain bahkan sampai membuka gerai LHKPN khusus di gedung DPR  untuk mempermudah pelaporan itu dilaksanakan, tapi ternyata tidak mempan. Para anggota DPR itu seolah-olah pura-pura tidak melihatnya. Surat per masing-masing anggota juga sepertinya tidak dibaca, atau mendadak buta huruf.

Permohonan kepada Ketua DPR untuk mendesak anggotanya menjalankan kewajibannya, juga

Ruang Sidang DPR

sama tidak berhasilnya. Banyak pihak sudah berteriak kepada mereka untuk segera mematuhi hukum itu, tetapi ternyata telinganya juga pura-pura ditulikan. Begitulah kalau peraturan membuat kewajiban tanpa sanksi hukum bagi pelanggarnya. Sama saja dengan bohong. Seharusnya disertai sanksi, misalnya, tidak melapor sampai batas waktu tertentu otomatis jabatannya gugur, atau dikenakan denda yang besar.

Kira-kira kenapa sampai mereka enggan melapor harta kekayaannya itu? Jangan-jangan harta kekayaan yang didapat sebelum menjabat, atau sekarang ini tidak wajar, ya? Atau jangan-jangan memang ada rencana untuk korupsi, nih? Soalnya pelaporan harta kekayaan itu meliputi pelaporan harta yang diperoleh sebelum menjabat, selama menjabat, dan sesudah menjabat. Jadi, khawatir ketahuan, sebelum menjabat kekayaannya cuma sekian juta rupiah, setelah menjabat kok mendadak menjadi puluhan miliran rupiah, setelah menjabat menjadi ratusan miliaran rupiah, atau bahkan lebih? Padahal penghasilan anggota DPR itu “hanya” sekitar Rp 50 juta.

Formulir SPT

Kalau harta kekayaannya diperoleh dengan cara yang benar, atau tidak punya planning korupsi, kenapa harus takut lapor? Dengan penghasilan yang Rp 50 jutaan itu jelas mereka sudah lebih dari wajib untuk mempunyai NPWP. Ketentuan Perpajakan yang undang-undangnya mereka juga yang sahkan, menentukan, semua orang dan badan yang berpenghasilan melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) wajib memiliki NPWP disertai dengan pelaporan periodiknya (pengisian SPT, dll).

PTKP yang sekarang berlaku adalah sbb:

Belum menikah = Rp. 1.320.000,-

Menikah tanpa anak = Rp.1.430.000,-

Menikah dengan satu anak = Rp. 1.540.000,-

Menikah dengan dua anak atau lebih = Rp.1.650.000,-

Jelas penghasilan anggota DPR berlipat-lipat dari PTKP tersebut. Kenapa sampai hari ini belum juga memiliki NPWP? 311 dan 113 ini tidak mentaati hukum. Bukannya sanksi yang mereka peroleh, tetapi termasuk akan mendapat  “hadiah” di tahun 2010 ini. Setelah mendapat fasilitas rumah, mobil, tunjangan jabatan lainnya, sebentar lagi mereka termasuk dari para pejabat tinggi negara yang dinaikkan gajinya sampai 20%. Sementara rakyat banyak bergulat dalam kemiskinan, dan para PNS rendahan berjuang keras mencukupi kebutuhan sehari-harinya dengan gaji yang minimalis, parapejabat tinggi kita dengan cerah sebentar lagi akan menerima kenaikan gaji yang lumayan besar. Asyik, bukan? ***

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *