Wow, Utang Indonesia Capai Rp1.700 Triliun


Posisi utang luar negeri yang dibukukan baik pemerintah maupun swasta terus menunjukkan tren meningkat dalam tiga tahun terakhir.

Data Ditjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebutkan, total utang pemerintah per 31 Mei 2011 mencapai US$201,07 miliar atau setara Rp1.716,56 triliun.

Utang tersebut terbagi atas dua sumber, yaitu pinjaman sebesar US$69,03 miliar (pinjaman luar negeri US$68,97 miliar) dan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar US$132,05 miliar.
Berdasarkan jenis mata uang, utang sebesar US$201,1 miliar tersebut terbagi atas Rp956 triliun, US$42,4 miliar, 2.679,5 miliar Yen dan 5,3 miliar Euro.

Posisi utang pemerintah terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2009, jumlah utang yang dibukukan pemerintah sebesar US$169,22 miliar (Rp1.590,66 triliun). Tahun 2010, jumlahnya kembali naik hingga mencapai US$186,50 miliar (Rp1.676,85 triliun).

Posisi utang pemerintah saat ini juga naik dari posisi per April 2011 yang sebesar US$197,97 miliar. Jika menggunakan PDB Indonesia yang sebesar Rp6.422,9 triliun, maka rasio utang Indonesia tercatat sebesar 26%.

Sementara untuk utang swasta, data Bank Indonesia (BI) menunjukkan jumlah nilai utang pihak swasta naik pesat dari US$73,606 miliar pada 2009 ke posisi US$84,722 miliar pada kuartal I 2011 atau setara 15,1%. Secara year on year (yoy) saja, pinjaman luar negeri swasta telah meningkat 12,6% atau naik dari US$75,207 pada kuartal I 2010.

Dari total utang pada tiga bulan pertama tahun ini, utang luar negeri swasta mayoritas disumbang oleh pihak non-bank sebesar US$71,667 miliar dan pihak bank sebesar US$13,055 miliar.

Pengamat ekonomi Aviliani mengatakan, pada dasarnya penambahan utang atau pinjaman oleh pemerintah tidak menjadi sebuah masalah. Syaratnya, utang itu benar-benar harus digunakan untuk kebutuhan perputaran ekonomi nasional lewat pembiayaan proyek-proyek yang terdapat dalam APBN.

“Kalau perlu utang tidak apa-apa asal jelas untuk peruntukan dan penggunaannya. Jangan tambah utang hanya untuk tutup defisit seperti yang berlangsung saat ini,” kata dia ketika dihubungi Media Indonesia, Senin (13/6).

Meski demikian, dia mengingatkan agar pemerintah tidak lupa mengendalikan penerbitan surat utang negara (SUN) sehingga penerbitan tahun berjalan tidak lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.

Bahkan, ia mengimbau agar BI memperbanyak kepemilikannya di SUN sehingga tidak perlu menerbitkan SBI (Sertifikat Bank Indonesia) lebih besar. Hal ini, kata dia, dinilai akan menambah aset dalam negeri BI disamping mengurangi kepemilikan asing di instrumen utang pemerintah tersebut. “Jadi BI hanya keluarkan SBI untuk beli SUN pemerintah,” katanya.

Sementara untuk swasta, dirinya berpendapat sama sepanjang pinjaman yang dilakukan digunakan untuk investasi demi menumbuhkan peranan swasta dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Ia mencontohkan, penambahan untuk untuk membiayai proyek infrastruktur.

Menurut dia, penambahan tersebut tidak menjadi masalah karena pada dasarnya Indonesia masih memerlukan pendanaan pembangunan infrastruktur yang sangat besar untuk menopang pertumbuhan ekonomi.

“Anggaran pemerintah sekarang ini habis untuk bayar utang dan bunga. Juga kebutuhan reguler gaji pegawai dan lainnya. Padahal pembangunan infrastruktur akan menjadi daya tarik investor luar negeri dan swasta nasional,” ujar dia.

Meski demikian, menurut Aviliani, swasta harus menyadari resiko dari pergerakan rupiah yang cukup fluktuatif. Apalagi, pinjaman luar negeri kebanyakan menggunakan mata uang dollar AS.

“Jangan sampai seperti tahun 1998, swasta berbondong-bondong pinjam keluar negeri. Namun ketika terjadi krisis dan nilai tukar dollar AS naik dari Rp2000-an ke Rp9000-an, utang mereka jadi melonjak berkali-kali lipat dan mereka tidak mampu bayar. Akhirnya negara juga yang terbebani,” tegasnya.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *