Untuk siapakah Merauke Integrated food Estate itu?


Sebagai bagian dari masyarakat kita perlu mengetahui beberapa hal yang terkait dengan pelaksanaan proyek Food Estate. Proyek ini bisa dikatakan predator karena ‘memakan’ tanah yang sangat luas. Sebagai contoh, dalam pembangunan Merauke Integrated Food Estate, menurut data, tanah yang dibagi-bagikan pemerintah-bak sinterklas- ada seluas 1.616.234,56 Ha dengan alokasi sbb: kelapa sawit (316.347 Ha), Perkebunan Tebu (156.812), perkebunan Jagung (97.000 Ha), Areal HTI (973.057,56 Ha), areal tanaman pangan (69.000 Ha), pengolahan kayu serpih (2.818 Ha) dan Areal Pembangunan Dermaga (1.200 Ha). Pihak swasta yang mendapat ‘anugerah’ besar ini antara lain adalah Medco, Sinar Mas, Wilmar, dan lain-lain termasuk dari luar/asing.

Yang pertama perlu kita ketahui adalah bagaimana distribusi tanah itu. Mengapa yang mendapatkan akses terhadap tanah itu adalah orang-orang ini? Tanah yang akan mereka kuasai luas sekali. Disebutkan di dalam PP bahwa izin tanah yang diberikan kepada satu investor maksimal adalah 10.000 hektare. Namun untuk wilayah tertentu, seperti Papua, izin bisa diberikan dua kali lipat atau sampai 20 ribu hektare. Apakah distribusi ini memenuhi aspek ‘equity’? Bagaimana dengan tanah untuk masyarakat lokal, dan kaum perempuan juga anak-anak di tempat itu? Apakah mereka ikut dipertimbangkan ketika pemerintah membagi-bagi tanah ini? Kemudian, apakah distribusinya itu efisien, dalam arti apakah para ‘pendosa yang mendapat anugerah besar’ itu mampu mengolah tanah seluas itu dengan baik?

Yang kedua, terkait dengan utilisasinya. Bagaimana utilisasinya dibangun secara ekonomis dan sosial. Apakah betul bahwa dengan pembangunan skala besar bisa lebih efisien daripada dikelola secara kecil-kecilan oleh masyarakat? Sepertinya sudah banyak kajian dan sudah banyak juga yang mengamini bahwa pola pembangunan seperti ini hampir tidak ada yang menetes kepada masyarakat sekitar. Efek ‘trickle down’ nya mampet.

Bagaimana dengan pengambilan tanah itu, apakah ada konsensus dengan masyarakat atau diambil dengan pemaksaan dan apakah bebas dari diskriminasi? Tanah yang luas itu rencananya akan ditanami tanaman pangan untuk kepentingan ekspor bukan untuk pasar lokal. Jadi, bagaimana dengan kebutuhan pangan masyarakat lokal?

Ketiga, bagaimana hak tanahnya. Hak apa saja yang diberikan kepada pihak swasta? Apakah mereka diberi hak sepenuhnya untuk mengotori udara di tempat itu? Merusak sistem pengairan sehingga masyarakat kesusahan air? Diberi hak mengambil mineral yang terkandung dalam tanah? Hak membatasi akses masyarakat, sehingga masyarakat tidak boleh lagi berburu di tanah itu atau mengambil hasil pertanian dan perkebunan dan hutan yang selama ini mereka lakukan (livelihoods)?

Kiranya hal ini boleh menjadi bahan pertanyaan kita kepada pemerintah kita.

Hendra

pernah bekerja sebagai land advisor di beberapa organisasi

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *