Dalam tempo kurang dari dua tahun kelompok separatis Free West Papua pimpinan Benny Wenda membuka kantor di beberapa negara, termasuk Belanda dan Australia menyusul pembukaan kantor pertama di kota Oxford Inggris pada April tahun 2013.
Misi kantor-kantor itu setidaknya ada dua.
“Kantor ini dibuka untuk mendidik dunia untuk mengerti dan di sini menampung suara rakyat Papua. Setelah itu kita menyampaikan kepada dunia,” kata Benny Wenda dalam wawancara khusus dengan BBC di Oxford.
Di kota tersebut, Benny Wendamenetap sejak kabur dari tahanan di Papua pada 2002. Salah satu kasus yang dihadapi saat itu adalah pengerahan massa untuk membakar kantor polisi.
“Mendidik dunia” adalah istilah yang kerap ia gunakan untuk mendiskripsikan bahwa dunia sudah “dibohongi” tentang penentuan status Papua, atau dulu Irian Barat, lewat Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada tahun 1969.
Tak ada unsur baru
Pria kelahiran Lembah Baliem, Papua 40 tahun lalu itu menyebut hasil Pepera, yang mendukung integrasi Irian Barat ke dalam wilayah Indonesia dan hasilnya diterima PBB, tidak dapat diterima karena tidak ditempuh dengan cara satu orang satu suara.
Dalam analoginya, hal itu bisa dijadikan landasan untuk mengatakan bahwa Indonesia adalah “penjajah” di Papua. Dan analogi itu menjadi salah satu amunisi Benny Wenda untuk memaparkan kepada publik mengapa Papua harus berpisah dari Indonesia. Ini antara lain dilakukannya ketika mengadakan tur dunia pertamanya yang meliputi negara-negara Pasifik, Australia, Selandia dan Amerika Serikat setelah namanya dicabut dari daftar Interpol pada Agustus 2012.
Lobi-lobi dilakukan di tingkat pemerintah, parlemen, organisasi maupun individu. Benny mengklaim dukungan terus mengalir setelah diadakan pendekatan-pendekatan.
“Sekarang ini dunia mulai. Kenapa harus kita berjuang karena dunia sekarang mengerti kenapa rakyat ingin berjuang, akar masalahnya apa.”
Namun pemerintah Indonesia menganggap kampanye yang diadakan di luar negeri untuk memisahkan Papua dari Indonesia tidak mengandung unsur baru.
“Apa yang dilakukan mereka adalah apa yang biasa mereka lakukan. Kadang-kadang apa yang mereka lakukan misalnya seperti sesuatu yang sangat besar, tapi sebenarnya tidak,” kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
“Sementara itu apa yang dilakukan pemerintah Indonesia lebih terfokus pada pembangunan di Papua. Papua adalah bagian dari Indonesia. Orang Papua adalah bagian dari bangsa Indonesia,” tambahnya.
Retno Marsudi menuturkan berdasarkan hasil pemantauan gerakan kelompok separatis Papua di Belanda ketika ia masih menjabat sebagai Dubes RI, aktivis Papua merdeka menampilkan sesuatu yang sudah tidak sahih.
Pembangunan
Kita semua punya dasarnya dan saya kira suatu kasus yang mungkin terjadi dulu sekali, bertahun-tahun yang lalu kemudian diungkapkan lagi, diungkapkan lagi seolah-olah Indonesia tidak pernah maju. Dan itu bukan sesuatu yang sebenarnya terjadi di Papua.
Oleh karena itu kita juga memberikan informasi-informasi mengenai pembangunan di Papua yang lebih valid, yang lebih terkini,” jelas Retno Marsudi.
Pandangan menteri luar negeri didukung oleh mantan aktivis Papua merdeka, Nicholas Messet. Setelah memperjuangkan pemisahan diri selama 40 tahun dari pengasingannya di Swedia, tokoh masyarakat Papua itu memutuskan pulang ke Provinsi Papua.
“Silakan saja mereka mau berjuang sampai akhir dunia kiamat. Silakan saja. Itu hak-hak mereka. Tapi saya pikir kalau berjuang dari sana dan orang Papua dalam negeri pikir bahwa sudah baik tinggal dengan Indonesia, apa guna mereka berjuang di sana,” kata Nicholas Messet kepada Rohmatin Bonasir.
Kekerasan yang diduga terkait tuntutan pemisahan Papua dari Indonesia, muncul kembali yang mengakibatkan korban jatuh di pihak aparat keamanan dan warga sipil.
Agustus lalu digelar demonstrasi di Jayapura untuk mendukung pembukaan cabang kantor OPM di Belanda.
Meskipun organisasi tersebut telah membuka beberapa kantor cabang, pendiri Free West Papua, Benny Wenda, tidak mengizinkan BBC melakukan wawancara di kantornya di kawasan Oxford Timur maupun mengambil gambar kantor dengan alasan keamanan.
ini tetap saja Kesalahan berada di pihak Pemerintah Indonesia sejak Papua di Merdekakan dari Belanda, tetapi Pemerintah Indonesia Tidak Serius untuk Membangun Tanah Papua malah lebih banyak di Korupsi Hasil Kekayaan tanahnya sehingga Warga Papua Tidak Pernah Menikmatinya sama sekali, maka akibat dari Kepanjangn di Terlantarkannya Papua maka Warga Papua Tidak Pernah Berhenti Berjuang Demi Tanah Mereka sendiri yang selalu di Kuras Habis oleh Pemerintah Pusat Indonesia, maka dari itu sekarang dan tidak tahu sampai kapan akan terus menjadi Beban Konflik yang Tidak Berkesudahan bagi Indonesia terutama dari sudut Pandangan Mata International, mata International itu Tidak Buta dengan perkara Papua ini
Akar permasalahan Papua bukan sekedar pembangunan atopun kesenjangan kesejahteraan, tapi semua itu bersumber pada elit2 papua yg menginginkan jabatan tertinggi di wilayah mereka. Mereka seakan menutup mata, telinga bahkan pada hatinya sendiri akan sejarah papua sblm direngkuh menjadi NKRI. Andai saja dahulu Pemerintah RI membiarkan penjajahan Belanda terhadap papua, mungkinkah mereka saat ini bisa bersekolah dan bisa mengenyam pendidikan tinggi?? Krn dengan tidak mengurangi rasa hormat dan maaf bahwa penduduk Papua saat itu hanyalah orang tradisional sekali yg tdk memungkinkan berpikir untuk melawan penjajahan Belanda. Dan mungkin andai Belanda masih menjajah hingga saat ini tdklah mungkin penduduk papua bisa bersekolah tinggi atopun bisa hidup tenang seperti saat ini. Krn kita tahu bagaimana penjajahan belanda yg sebenarnya, aplg sangatlah mudah mengambil bumi papua dari penduduknya. Dengan bukti tiada pahlawan kemerdekaan yg melawan penjajahan belanda telah membuktikan kemampuan dan daya pikir penduduk papua saat itu. Dan setelah mendapat efek kemerdekaan dari RI dan mendapat ketenangan2 dlm beraktifitas mereka melupakan sejarah kelamya pendudukan belanda dengan meminta MERDEKA. Inilah merupakan bukti elit2 papua tdk tahu diri akan kemampuannya mengusir belanda dari tanah airnya. Elit2 dan para pelajar papua hanya bisa menuntut2 hak mereka, tetapi tdk bisa mengingat budi baik Indonesia terhadapnya. Bagai kacang lupa kulitnya pepatah buat elit2 dan terpelajar papua yg menuntut2 kemerdekaan dari Indonesia. Trus kemanakah mereka saat itu saat2 belanda menjajah negerinya dahulu. Sdh enak diperjuangkan Indonesia skrg malah mau memusuhi Indonesia. Ini merupakan ketidaktahuan diri dan tdk mau tahu elit2 dan terpelajar papua akan sejarah kelamnya papua masa pendudukan Belanda.
cuma ambisi pribadi beny wenda biar bisa jadi raja di papua.
mana ada Raja di Papua ?