Tito Karnavian Jelaskan Alasan Mengapa KPK Butuh Polri untuk Berantas Korupsi di Tanah Air


KAPOLRI Jenderal Tito Karnavian mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membutuhkan bantuan lembaga lain, untuk menunaikan tugas pemberantasan serta pencegahan korupsi di Tanah Air.

Sebab, menurut Tito Karnavian, persoalan korupsi di Indonesia sangat meluas serta terjadi pada instansi yang beragam.

“KPK menurut saya akan sulit untuk menangani semua persoalan kasus korupsi yang ada di seluruh Indonesia yang sangat luas ini,” ujar Tito Karnavian di Mabes Polri, Selasa (25/6/2019).

“Dari Sabang sampai Merauke, di 34 provinsi. Lebih dari 500 kepala daerah kabupaten/kota. Birokrasi tingkat pusat yang menjadi bidang tugas KPK.”

“KPK perlu menggandeng instansi lain dalam pemberantasan korupsi,” sambungnya.

Menurut Tito Karnavian, lembaga yang dapat menjadi mitra strategis KPK dalam pemberantasan korupsi adalah Polri.

Tito Karnavian menilai Polri memiliki banyak kemampuan untuk membantu KPK dalam pemberantasan korupsi.

“Yang potensial bagi KPK bekerja sama mencegah korupsi itu adalah Polri,” kata Tito Karnavian.

Tito Karnavian membeberkan beberapa kemampuan Polri yang dapat membantu KPK.

Mantan Kapolda Metro Jaya ini menyebut Polri memiliki jaringan sampai ke daerah.

Polri juga memiliki penyidik yang telah berpengalaman dalam penyidikan, dan mampu melakukan investigasi berbasis IT.

“Karena Polri memiliki jaringan sampai ke daerah-daerah. Kedua, memiliki kemampuan karena ada anggota yang terlatih di bidang penyidikan korupsi,” papar Tito Karnavian.

Dirinya juga mengingatkan bahwa pendirian KPK juga tidak terlepas dari andil Polri.

Bahkan, beberapa kali pimpinan KPK berasal dari lingkungan Polri, seperti Taufiequrachman Ruki, Bibit Waluyo, dan Basaria Panjaitan.

Sumber daya penyidik di KPK juga banyak yang berasal dari Polri.

Tito Karnavian menyebut banyak penyidik yang dilatih di Polri dapat berkiprah di KPK.

“Jangan lupa sejarah di awal membesarkan KPK itu juga melibatkan Polri,” cetus Tito Karnavian.

Sebelumnya Wartakotalive memberitakan, sejumlah perwira tinggi (Pati) Polri turut mengikuti seleksi calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Aturan itu menjelaskan bahwa KPK adalah satu dari 11 lembaga yang menjadi tujuan penugasan khusus anggota kepolisian.

Sehingga, para anggota pun dapat merangkap status sebagai anggota kepolisian dan KPK.

“Di situ (aturan) ada 11 kementerian dan lembaga, salah satunya adalah KPK,” ujar Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jala Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (24/6/2019).

“Ketika anggota polisi aktif, dia sifatnya tidak alih status,” sambungnya.

Akan tetapi, hal itu bukan tanpa konsekuensi.

Dedi Prasetyo menyebut anggota kepolisian yang menjadi pimpinan KPK tidak diperbolehkan menjabat jabatan struktural di internal kepolisian.

Selain itu, hak-hak yang didapat selaku anggota kepolisian juga akan dicabut seperti tunjangan dan sebagainya.

Nantinya, apabila anggota tersebut kembali lagi ke kepolisian pasca-purna tugas di lembaga lain, maka karier dan hak yang bersangkutan di kepolisian akan dikembalikan.

“Kalau dia kembali lagi ke Polri, berarti hak-hak keprajuritannya kembali lagi. Dan dia bisa berkarier lagi. Kalau memang masih ada waktu untuk berkarir lagi di Polri,” jelasnya.

Di sisi lain, Wakapolda Kalimantan Tengah itu mengatakan, apabila ada anggota Capim KPK yang memilih untuk mengundurkan diri pun tak dipermasalahkan.

Sebab, selama ini banyak pula anggota Korps Bhayangkara yang mengundurkan diri saat bertugas ke lembaga lain.

Nantinya, kata dia, yang bersangkutan akan diberhentikan dengan hormat.

“Seperti jadi Dirjen Imigrasi, kan ada beberapa anggota Polri yang mengajukan untuk mengundurkan diri. Ya itu akan diproses,” ucapnya.

Sebelumnya Wartakotalive memberitakan, sembilan nama perwira tinggi Polri untuk calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK), beredar ke publik.

Daftar nama tersebut terdapat pada lampiran Surat Kapolri Nomor B/722/VI/KEP/2019/SSDM bertanggal 19 Juni 2019.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, sembilan nama tersebut belum final.

Dirinya menyebut masih ada tahapan yang harus dilalui dalam seleksi internal Polri.

“Nama-nama tersebut belum final. Dalam pemeriksaan internal, masih ada tahapan pemeriksaan administrasi tentang kompetensi, rekam jejak,” ujar Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kamis (20/6/2019).

Menurut Dedi Prasetyo, jika telah ada calon tetap, pihaknya akan menyerahkan kandidat ke Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK.

Dedi Prasetyo menyebut, pihaknya akan melakukan pemeriksaan internal sampai batas pendaftaran pada 4 Juli 2019.

“Karena tahapan pendaftaran sampai 4 Juli, masih banyak waktu, jadi kami periksa secara internal terlebih dahulu,” jelas Dedi Prasetyo.

Berikut ini nama pejabat Polri berdasarkan lampiran surat tersebut:

1.Wakabareskrim Polri Irjen Antam Novambar;

2. Pati Bareskrim Polri Irjen Dharma Pongrekom;

3. Widyaiswara Utama Sespim Lemdiklat Polri Irjen Coki Manurung;

4. Analis Kebijakan Utama Bidang Polair Baharkam Polri Irjen Abdul Gofur;

5. Pati Bareskrim Polri Brigjen Muhammad Iswandi Hari;

6. Widyaiswara Madya Sespim Lemdiklat Polri Brigjen Bambang Sri Herwanto;

7. Karosunluhkum Divkum Polri Brigjen Agung Makbul;

8. Analis Kebijakan Utama Bidang Bindiklat Lemdiklat Polri Brigjen Juansih;

9. Wakapolda Kalimantan Barat Brigjen Sri Handayani.

Sebelumnya Wartakotalive memberitakan, masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jilid IV segera berakhir pada Desember 2019.

Presiden Jokowi pun sudah menunjuk panitia seleksi yang terdiri dari sembilan orang, untuk mengajukan orang-orang terbaik.

Nantinya, 10 calon pimpinan KPK yang lulus proses seleksi hingga di tahap akhir, akan mengikuti proses uji kepatutan dan kelayakan di DPR.

Namun, banyak yang menduga terjadi transaksi dan kesepakatan tertentu apabila sudah ada di tahap seleksi di DPR.

Hal tersebut tidak dibantah oleh Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.

“Ya, kalau sudah di DPR biasanya memang ada perhitungan-perhitungan tersendiri,” kata Saut Situmorang kepada wartawan, Jumat (14/6/2019).

Dia pun kemudian mengusulkan agar Presiden saja yang menunjuk pimpinan KPK.

Sehingga, publik nantinya bisa memprotes langsung ke Presiden, apabila pimpinan komisi anti-rasuah tersebut tidak bekerja secara maksimal.

“Ditentukan saja oleh Presiden siapa yang duduk di KPK. Jadi, kalau kerjanya enggak bener tinggal nyalahin Presidennya,” tuturnya.

“Di negara lain juga begitu kok, tengok aja di Malaysia. Tapi, itu kalau mau lebih aman,” ujar Saut Situmorang.

Tetapi, betulkah proses seleksi capim KPK diliputi praktik yang tak transparan?

Saut Situmorang menjamin dari proses seleksi administratif hingga tembus 48 besar, hanya mengandalkan kemampuan dari capim yang melamar.

Apalagi, dimulai dari tahapan psikotes bukan sesuatu yang mudah.

“Paling enggak sampai di angka 48 besar itu murni otak yang bersangkutan dari hasil psikotes,” jelasnya.

“Jadi, menurut pengalaman saya lho, itu hasil kemampuan mereka sendiri,” tambah Saut Situmorang mengenang kembali proses tahapan untuk menjadi capim KPK yang telah ia lalui pada 2015 silam.

Selain itu, para capim juga nantinya akan diminta untuk membuat makalah dan mempresentasikannya langsung di hadapan pansel.

Kendati urusan membuat slide power point terkesan remeh, namun biasanya bagi para pejabat, hal tersebut dikerjakan oleh orang lain.

“Bayangin, yang biasanya enggak bikin power point sendiri, akhirnya otak Anda harus mikir dan bikin sendiri,” beber pria yang pernah menjadi Staf Ahli di Badan Intelijen Negara (BIN) itu.

Setelah melalui proses seleksi, maka akan terus menciut hingga ke-10 besar.

Nama-nama di 10 besar ini lah yang nantinya akan mengikuti uji kepatutan dan kelayakan di DPR.( WK / IM )

 

 

 

 

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

One thought on “Tito Karnavian Jelaskan Alasan Mengapa KPK Butuh Polri untuk Berantas Korupsi di Tanah Air

  1. Perselingkuhan Intelek
    June 25, 2019 at 11:43 pm

    bukan butuh PolRi saja akan tetapi Butuh yang Berani Berantas jika ada Jenderal yang terlibat Korupsi karena selama ini bebas saja jika melibatkan Petinggi, ingat perkara Freddy Budiman yang melibatkan Jenderal ? beku kan ? jadi bagaimana Korupsi bisa diberantas di Indonesia ?

Leave a Reply to Perselingkuhan Intelek Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *