Terorisme Indonesia, Antara Ada dan Tiada


Jakarta – Direktur REFORM Institute, Yudi Latief menilai maraknya aksi terorisme belakangan ini menimbulkan banyak praduga. Bahkan, Yudi yang juga pengamat politik ini menilai, sederet aksi teror adalah antara nyata dan rekayasa.

“Terorisme ada di antara bayangan real-unreal, antara nyata dan rekayasa,” ujar Yudi Latief setelah menyaksikan film dokumenter berjudul Inside Indonesia’s War on Terror di Taman Ismail Marzuki (TIM), Senin (18/4/2011).

Dia mengatakan, setelah menyaksikan film tersebut, memang aksi terorisme perlu untuk dikutuk. Dalam perspektif apapun. “Setelah nonton film ini nampak bahwa di satu sisi kita harus mengutuk tindak kekerasan atas nama apapun,” ujar Yudi.

Namun, dari perspektif lain, Yudi melihat bahwa ada semacam dendam masa lalu. Dimana aparat keamanan juga menjadi target sasaran dari rangkaian aksi ini. Dan itu memiliki kaitan antara yang satu dengan yang lain. “Di sisi lain kita melihat terorisme itu selalu ada kaitannya dengan korban-korban kekerasan di masa lalu dan dalam sejarah Indonesia ada tali temalinya dengan skenario aparatur keamanan untuk target-target tertentu dalam tujuan-tujuan politik,” jelasnya.

Dalam analisanya setelah menyaksikan film dokumenter ini, aparat keamanan bermain-main dengan kekerasan. Tetapi, memiliki tujuan jangka pendek. “Film ini juga menunjukkan bagaimana aparat keamanan bermain-main dengan kekerasan. Ada tujuan-tujuan politik jangka pendek yang lain,” jelas Yudi.

Liputan6.com, Jakarta: “Aksi terorisme berada di antara nyata dan rekayasa. Dalam sejarah Indonesia, ada skenario aparatur keamanan dalam sejumlah aksi teror untuk target-target tertentu,” ujar Direktur Eksekutif Reform Institute Yudhi Latief usai menyaksikan film Inside Indonesia’s War on Terror di Kine Forum, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Senin (18/4).

Film dokumenter produksi SBS tersebut menyimpulkan bahwa mayoritas aksi teror dan kerusuhan antaragama di Indonesia adalah proyek negara. “Di satu sisi kita harus mengutuk tindak kekerasan atas nama apapun. Tapi di sisi lain kita melihat terorisme itu selalu ada kaitannya dengan korban-korban kekerasan di masa lalu,” kata Yudhi lagi.

Menurutnya, film ini menunjukkan bagaimana aparat memanfaatkan momentum aksi teror tujuan-tujuan politik jangka pendek. “Terorisme memang ada di sana, jaringannya ada di sana. Tapi cara-cara aparatur keamanan kapan menangkap teroris, kapan teroris itu dipancing untuk melakukan kekerasan tertentu itu sering terkait dengan situasi politik,” jelas Yudhi.

Yudhi beranggapan jika bertolak dari film ini, bukan tidak mungkin ada permainan dari aparat keamanan. “Ini (aksi-aksi teror) bukan kasus yang berdiri sendiri. Sering juga penangkapan teroris momentumnya dipaksakan dengan momentum panggung politik yang lain,” ungkap Yudhi.

Film “Inside Indonesia’s War and Teror” Dokumentasikan Keterlibatan Negara Dalam Teror di Indonesia

Terkait dengan aksi bom bunuh diri dan sejumlah teror bom buku yang marak belakangan ini di Indonesia maka sejumlah aktivis kemanusiaan dan HAM menggelar aksi nonon bareng di Taman Ismail Marzuki Jakarta, Senin 18 April 2011. Salah satu film yang mereka saksikan adalah dilm berjudul “DALANG DIBALIK TEROR DI INDONESIA” atau dalam versi aslinya berjudul “Inside Indonesia’s War and Teror”.

Film ini merupakan sebuah film dokumenter yang diproduksi oleh Dateline SBS (Special Broadcasting Service), stasiun televisi terkenal di Australia.  Sesudah ditayangkan pada 12 Oktober 2005, SBS mendapat tekanan dan sempat menghilangkan transkrip film tersebut dari situs mereka. Dikhabarkan reporter SBS David O’Shea kemudian dicekal masuk ke Indonesia.

Film ini dibuat oleh reporter kawakan dari sebuah stasiun TV terpercaya  Proses pembuatannya bahkan memakan waktu tahunan. Isinya bercerita mengenai hal yang cukup kontroversial, yaitu tudingan keterlibatan TNI, Polri dan intelejen dalam sejumlah aksi teror di Indonesia.

Pada tahun 2006 seperti dikutip dari situs milik Ungkap (http://ungkap.atspace.com/dalang.html disebutkan bahwa film yang sempat dimuat di Youtube dalam beberapa potongan klip akhirnya di buat versi DVD dan diberi subtitle Indonesia.

Beberapa cuplikan wawancara dalam film ini:

“Peristiwa tragis tersebut tidak merenggangkan, justru sebaliknya mendekatkan Australia dengan Indonesia” (PM. John Howard)

“Untuk meyakinkan asing maka bom meledak”. (John Mempi)

“…500 juta euro untuk polisi”. (Dai Bachtiar)

“Dari MILF juga hadir… Dari Pattani…dari Sulawesi dari Jawa Barat hadir dalam pertemuan itu…. Pimpinan rapat itu Hambali”. (Lamkaruna Putra)

“Tidak satu pun kelompok politik Islam yang tidak dikooptasi intelijen” (Umar Abduh)

“Kita yang tidak pernah berpikir pakai nama itu (Komando Jihad, ed.), tapi kami disuruh menerima bahwa itulah nama organisasi kami”. (Timsar Zubil)

“Ini kotak amunisi milik Departemen Pertahanan RI”. (Pdt. Damanik)

“Laskar Jihad berperan dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan”. (Soesilo Bambang Yudhoyono)

“Setiap aparat keamanan mau mengakhiri masa tugasnya, bom meledak”. (H. Adnan Arsan)

“Terorisme didanai dari hasil korupsi” (GJ. Aditjondro)

“Kalau ada oknum kita ambil tindakan”. (Syamsir Siregar)

“Semua bom itu milik pemerintah!”
“Polisi atau tentara…. Gak taulah!” (Gus Dur)

Ratna Sarumpaet : Tudingan Kepada Baasyir Untungkan Pelaku Teror Sebenarnya

Jakarta, Seruu.com – Seniman yang juga aktivis kemanusiaan Ratna Sarumpaet menyatakan bahwa tudingan terhadap Abu Bakar Baasyir akan menguntungkan pelaku teror sebenarnya di Indonesia. Hal ini dikatakan dalam kesempatan nonton bareng film dokumenter “Inside Indonesia’s War on Teror”  bersama sejumlah aktivis HAM dari Kontras dan wartawan di Taman Ismail Marzuki, Senin, 18 April 2011.

Menurutnya meski ia tidak sepakat dengan langkah-langkah Baasyir dalam banyak hal namun tudingan sebagai otak terorisme Indonesia kepada Ustadz Abu menurutnya hanya akan menguntungkan gerakan intelejen yang merupakan pelaku sebenarnya dari teror di Indonesia. “Saya tidak sepakat dengan Baasyir, tapi dengan menuduh dia (sebagai pelaku terorisme) mkaka hanya akan meguntungkan sejumlah pihak yang menjadi pelaku teror sebenarnya,” paparnya disela acara tersebut.

Ia juga mengungkapkan data dan film dokumenter ini hanya satu dari sekian banyak bukti dimana Polisi, TNI dan intelejen negara telah ‘bermain’ dan berada di belakang sejumlah aksi teror di Indonesia. “Ini hanya satu dari sekian banyak bukti yang ada, belum lagi kesaksian korban dan saksi mata peristiwa, ada grand desain dalam teror di negeri ini,” ungkapnya.

“Inside Indonesia’s War on Teror” atau jika di Indonesiaken menjadi kurang lebih “DALANG DIBALIK TEROR DI INDONESIA” adalah film dokumenter yang diproduksi oleh Dateline SBS (Special Broadcasting Service), stasiun televisi terkenal di Australia.  Sesudah ditayangkan pada 12 Oktober 2005, SBS mendapat tekanan dan sempat menghilangkan transkrip film tersebut dari situs mereka. Dikhabarkan reporter SBS David O’Shea kemudian dicekal masuk ke Indonesia.

 

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *