SEJARAH BENANG MERAH PAPUA DAN INDONESIA


Wacana kemerdekaan Papua muncul ke permukaan setelah adanya

perdebatan bahwa secara historis Papua bukan merupakan bagian dari Nusantara

(NKRI). Namun menurut penelusuran secara historis menyatakan Papua bagian

sah dari NKRI, yang mutlak dan tidak terbantahkan. Wilayah Papua atau Irian Jaya

menjadi bagian Hindia Belanda Timur sejak tahun 1828 yang kemudian dikenal

dengan nama Irian Barat. Wilayah ini tetap dijajah Belanda setelah Indonesia

memproklamasikan kemerdekaannya pada tahun 1945 dan pengakuan kedaulatan

penuh oleh Belanda 1949. Setelah perjuangan panjang akhirnya provinsi ini akhirnya

kembali ke pangkuan Indonesia tahun 1969.

Jika kita mendalami sejarah Papua, maka kita akan menemukan bahwa

melalui Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia mewarisi wilayah

Hindia Belanda. Dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)

pada 18 Agustus 1945 ditegaskan bahwa Indonesia mewarisi wilayah Hindia

Belanda. Wilayah yang dimaksud meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi,

Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku (pada masa itu Papua

masih merupakan bagian dari Provinsi Maluku).

Setelah itu sebagai konsekuensi dari hasil KMB yang berlangsung pada 27

Desember 1949, Papua akan diserahkan kepada pemerintahan Indonesia setahun

sesudah konferensi melalui negosiasi. Dengan demikian, penyerahan kedaulatan

mencakup seluruh bekas jajahan Hindia Belanda tanpa Papua. (hal 143)

Memanfaatkan momentum tersebut, J.P.K van Eechoud yang sejak

ditunjuk sebagai pejabat residen tahun 1945 telah menumbuhkan kesadaran

nasionalisme kepapuaan, mengeluarkan proklamasi yang menyatakan bahwa

warga bekas Keresidenan Nederlands Nieuw Guinea alias Papua telah menjadi

penduduk Gubernemen Nederland Nieuw Guinea, “yang pemerintahannya akan

dijalankan oleh gubernur atas nama ratu kita semua“. Dengan proklamasi ini, secara

administratif Papua tidak mempunyai hubungan dengan pemerintahan pusat di

Jakarta. Resident J. P. K. Van Eechoud yang terkenal dengan nama “Vader der

Papoea’s” (Bapak Orang Papua) mempunyai misi khusus untuk menanamkam

Nasionalisme Papua dan membuat orang Papua setia kepada Pemerintah

Belanda.

Hal tersebut menunjukkan bahwa sejak dulu Belanda memang tidak ada

itikad baik untuk menyerahkan Papua ketangan pemerintahan Indonesia. Justru

sebaliknya, Belanda berupaya untuk menghalangi dukungan rakyat di Papua kepada

pemerintahan Indonesia, terbukti sejak 1950 Belanda menindak tegas kegiatan yang

dilakukan rakyat, baik yang asli Papua maupun non-Papua dengan menangkap

dan menahan para aktivis pro-Indonesia serta merekrut beberapa orang Indonesia

sebagai pegawai pemerintah, di antaranya Soegoro Atmoprasodjo dan ditunjuk

sebagai pengajar dan direktur asrama pada Kursus Singkat Pamong Praja di Kota

Nica yang kemudian tidak diduga oleh Belanda mengambil kesempatan untuk

meyakinkan para siswanya untuk berpikir bahwa mereka adalah bagian dari bangsa

Indonesia. Beberapa orang yang menempuh pendidikan Eechoud dan kemudian

menjadi terkemuka dalam aktivitas politik antara lain: Markus dan Frans Kaisepo,

Nicolaas Jouwe, Herman Wajoi, Silas Papare, Albert Karubuy, Moses Rumainum,

Baldus Mofu, Eliezer Jan Bonay, Likas Rumkorem, Martin Indey, Johan Ariks,

Herman Womsiwor dan Abdulah Arfan..

Selama periode 1945 – 1962 Indonesia tidak memiliki wewenang untuk

mengindonesiakan orang Papua secara terbuka. Bahkan dapat dikatakan proses

pengindonesiaan orang Papua yang dilakukan tidak tuntas, baru tahap awal,

dan tidak menjangkau sebagian besar masyarakat Papua di pedalaman karena

manuver pencegahan yang dilakukan Belanda. Belanda sengaja memperlambat

perkembangan di Papua/Nieuw Guinea sesuai dengan permintaan dan kebutuhan

orang-orang Papua yang menyebabkan orang-orang Papua tidak merasa bahwa

mereka sedang dijajah sebab mereka hidup dalam suatu keadaan perekonomian

yang baik dan tidak merasakan adanya penderitaan dan tekanan dari Belanda.

Sampai di sinilah masyarakat Papua terbelah menjadi dua: yang pro-
Indonesia dan Belanda. Babak selanjutnya adalah “perebutan” Papua oleh

Indonesia dan Belanda yang berakhir secara resmi melalui Penentuan Pendapat

Rakyat (Pepera) tahun 1969 yang menggambarkan sebagian besar masyarakat

Papua ingin berintegrasi dengan Indonesia. Pihak yang pro Belanda itulah yang

kemudian sampai sekarang masih dimanfaatkan dan digalakkan oleh Belanda

untuk menimbulkan kekacauan dan pemutar balikan fakta agar Papua lepad dari

Indonesia.

Pada tahun 1969, diadakanlah PEPERA yang dilakukan oleh Pantia 9 yang

telah dilantik oleh DPRD setempat. Panitia ini segera menghubungi para tokoh

masyarakat Papua untuk segera bergabung dalam DMP (Dewan Musyawarah

PEPERA). PEPERA diikuti oleh 1.026 anggota DMP yang menjadi wakil dari

rakyat Papua Barat dari 8 kabupaten. PEPERA dimulai dari Merauke, ujung timur

Indonesia, tanggal 14 Juli 1969 hingga terakhir diadakan di Jayapura pada tanggal

4 Agustus 1969. Sebagian besar wakil yang hadir memilih bersatu dengan NKRI.

Pelaksanaan PEPERA turut disaksikan utusan dari PBB, utusan dari Australia, serta

utusan dari Belanda.

Pemerintah Indonesia dengan PBB telah sepakat untuk menggunakan sistem

perwakilan bukan sistem one man one vote saat PEPERA mengingat kondisi saat

itu yang masih terkendala secara geografis dan demografis. Sistem perwakilan

itu sendiri juga merupakan wujud dari demokrasi. Dalam budaya Papua sendiri,

apabila tokoh adat setempat memilih pilihannya maka pilihan ketua adat akan diikuti

oleh masyarakatnya. Sebagai bangsa Indonesia kita menghargai kearifan lokal

serta budaya yang ada dan dipedomani oleh setiap suku dan daerah di Indonesia

yang mencerminkan dasar negara Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika. Jadi yang

tidak mengerti dasar negara tersebut dengan mengatakan PEPERA tidak sah atau

mengatakan Papua adalah ras yang berbeda dengan Indonesia berarti bukan

orang Indonesia karena tidak mengerti hal yang paling mendasar dari pilar negara

Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *