Ruyati Dipancung di Arab Saudi . Ruyati Dipancung, 26 TKI Lain di Ambang Ajal


Eksekusi mati terhadap PRT Migran Indonesia Ruyati binti Sapubi di Saudi Arabia, adalah bentuk keteledoran pemerintah melakukan diplomasi. Eksekusi mati ini, bukti pidato Presiden SBY pada sidang ILO ke 100 pada 14 Juni 2011 mengenai perlindungan PRT migran di Indonesia, hanya buaian saja.

“Dalam pidato itu, Presiden SBY menyatakan di Indonesia mekanisme perlindungan terhadap PRT migran Indonesia sudah berjalan, tersedia institusi dan regulasinya. Tentu saja pidato ini menyejukkan dan menjanjikan. Namun buaian pidato tersebut tiba-tiba lenyap ketika hari Sabtu, 18 Juni 2011 muncul berita di berbagai media asing. Mengenai pelaksanaan eksekusi hukuman mati dengan cara dipancung terhadap Ruyati binti Sapubi, PRT migran Indonesia yang bekerja di Saudi Arabia,” tulis Migrant CARE, dalam rilisnya, Minggu (19/6/2011).

Peristiwa ini, menurut Migrant CARE, jelas memperlihatkan apa yang dipidatokan Presiden SBY di ILO tidak sesuai dengan realitas. Dalam soal hukuman mati terhadap PRT migran dan warga negara Indonesia di luar negeri, diplomasi luar negeri Indonesia terlihat sangat tumpul.

“Di Saudi Arabia, ada sekitar 23 warga negara Indonesia (mayoritas PRT migran) menghadapi ancaman hukuman mati. Kasus terakhir yang muncul ke permukaan adalah ancaman hukuman mati terhadap Darsem. Dalam kasus ini pemerintah Indonesia lebih berkonsentrasi dalam pembayaran diyat (uang darah) ketimbang melakukan advokasi litigasi di peradilan maupun diplomasi secara maksimal,” kecam Migrant CARE.

Eksekusi mati terhadap Ruyati binti Sapubi, menurut Migrant CARE, merupakan bentuk keteledoran diplomasi perlindungan PRT migran Indonesia. Dalam kasus ini, publik tidak pernah mengetahui proses hukum dan upaya diplomasi apa yang pernah dilakukan oleh pemerintah Indonesia.

“Keteledoran ini juga pernah terjadi pada kasus eksekusi mati terhadap Yanti Iriyanti, PRT migran Indonesia asal Cianjur yang juga tidak pernah diketahui oleh publik sebelumnya. Bahkan hingga kini jenasah Yanti Iriyanti belum bisa dipulangkan ke tanah air atas permintaan keluarganya,” papar Migran CARE.

Dijelaskan, dalam kasus Ruyati binti Sapubi, sebenarnya Migrant CARE telah menyampaikan perkembangan kasus ini ke pemerintah Indonesia sejak bulan Maret. Namun ternyata tidak pernah ada tindak lanjutnya.

Migrant CARE menyatakan duka sedalam-dalamnya atas eksekusi mati terhadap almarhumah Ruyati binti Sapubi. Atas kasus ini pula Migrant CARE mendesak Presiden SBY untuk mengusut tuntas keteledoran diplomasi perlindungan PRT migran Indonesia.

“Migrant CARE juga mendesak agar dilakukan evaluasi kinerja (dan jika perlu pencopotan) terhadap para pejabat yang terkait dengan keteledoran kasus ini seperti Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Luar Negeri, Kepala BNP2TKI dan Duta Besar RI untuk Saudi Arabia,” demikian Migrant CARE.

 

Ruyati Dipancung, 26 TKI Lain di Ambang Ajal

“Saya yakin ibu saya tidak bersalah. Dia hanya membela diri,” ucap Een, anaknya.

Lagi, satu tenaga kerja Indonesia dihukum mati di Arab Saudi pada Sabtu, 18 Juni 2011. Hukum pancung terhadap perempuan bernama Ruyati binti Satubi (54 tahun) menambah panjang daftar pekerja asal Indonesia yang harus mengakhiri hidupnya di negara tempat mereka mencari nafkah.

Pemancungan Ruyati betul-betul membuat kaget berbagai pihak. Keluarga korban yang tinggal di Bekasi, Jawa Barat, baru mendapat kabar setelah hukuman dieksekusi.

Keluarga almarhumah, selama ini, dengan susah payah mencari kabar tentang nasibnya di negeri orang. “Kalau saya tidak kasak-kusuk sendiri, mana mungkin saya bisa tahu perkembangan ibu saya yang diadili di sana,” kata puteri Ruyati, Een Nuraeni, kepada VIVAnews.com, Minggu, 19 Juni 2011.

Ruyati pertama kali menjadi TKI sekitar tahun 1999. Pada keberangkatan pertama itu, nenek dengan tujuh orang cucu dari tiga anak ini sempat bekerja di Madinah, Arab Saudi, selama lima tahun. Setelah pulang, dia kembali mengadu nasib ke Arab Saudi dan bekerja selama enam tahun. Terakhir, dia bekerja di negeri kaya minyak tersebut selama satu tahun empat bulan, sebelum pedang algojo memisahkan kepala dari tubuhnya.

Ruyati menjadi TKI pada awalnya didorong oleh tekadnya untuk membiayai salah satu anaknya sekolah perawat. Dia lalu berangkat lagi yang kedua kali dengan niat mencari uang untuk membelikan angkot bagi Iwan Setiawan, anaknya yang lain.

Saat akan berangkat lagi yang ketiga kali, pihak keluarga sebenarnya sudah meminta Ruyati–yang sudah bercerai dengan suaminya–untuk mengurungkan niatnya. Namun, dengan alasan tidak mau menyusahkan anak-anaknya di masa tua, dia kukuh terbang kembali ke Tanah Arab. Kisah Ruyati selengkapnya, baca di sini.

Membela diri

Namun, takdir berkata lain. Keberangkatan Ruyati yang ketiga kali, untuk mengais nafkah, berakhir dengan maut. Dia didakwa membunuh majikannya bernama Khairiyah Majlad.

Dari informasi yang diterima keluarga, sejak awal bekerja pada majikannya, Ruyati kerap disiksa. “Bahkan, waktu tiga bulan pertama kaki ibu saya patah. Tapi dia tidak dibawa ke rumah sakit dan hanya dirawat oleh anak majikannya yang juga seorang dokter,” ungkap Een.

Berdasarkan kabar dari teman sesama TKI, kaki Ruyati patah tak lain akibat penganiayaan sang majikan. “Saya yakin ibu saya tidak bersalah. Dia hanya membela diri,” ucap Een sambil mengusap air matanya.

Pembelaan yang sama disampaikan oleh Direktur Advokasi Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat (Migrant Care), Nining Johar. Menurutnya, tuduhan terhadap Ruyati tidak bisa diterima begitu saja. Bahkan, Migrant Care yakin, Ruyati merupakan salah satu korban kekerasan oleh majikan.

“Sebenarnya yang jahat itu pihak mertuanya. Mertuanya (Khairiyah Majlad) yang diberitakan lumpuh sebenarnya tidak lumpuh, karena dia sebenarnya yang jahat,” ujar Nining.

Dia menceritakan, selama bekerja di rumah majikannya tersebut, kekerasan kerap dialami Ruyati, di antaranya tidak memperoleh makan dan minum ketika berbuka puasa. Ruyati pernah masuk rumah sakit karena terluka di kakinya.

Hal serupa diutarakan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat. Lembaga pemerintah ini menduga, Ruyati nekat membunuh karena selama ini kerap dianiaya.

“Dalam persidangan Ruyati sempat mengaku sering dianiaya secara fisik, sehingga pada akhirnya dia melawan, yang berujung jatuhnya korban pada majikan perempuannya,” kata Jumhur.

Akibat perbuatannya, TKI asal Bekasi ini pun divonis hukuman pancung di Arab Saudi. Dia dinyatakan terbukti membunuh majikannya pada 12 Januari 2010 dengan kejam, yakni menusukkan pedang berkali-kali ke tubuh korban. Di depan pengadilan, Ruyati mengakui perbuatannya.

Pemerintah teledor?

Kontan saja, eksekusi hukuman mati atas Ruyati membuat banyak pihak meradang. Migrant Care dengan lantang menilai pemerintah telah teledor melindungi warganya. Alasannya, Migrant Care pernah memperingatkan pemerintah mengenai proses hukum Ruyati sejak Maret 2011.

Menanggapi tudingan tersebut, Jumhur membantah pemerintah lamban bergerak untuk mencegah eksekusi hukum pancung. Menurut dia, pemerintah melalui Konsulat Jenderal RI di Jeddah telah berupaya keras agar Ruyati tidak dihukum mati, dengan meminta agar lembaga pengampunan (lajnatul afwu) membebaskannya. Namun, keluarga korban bersikeras tidak mau memaafkannya.

“Hukum di Saudi Arabia memang demikian adanya, bila seseorang membunuh maka pengadilan akan menjatuhkan hukuman mati sampai keluarga korban memberi maaf untuk tidak dihukum mati. Kami sudah berusaha, tapi belum mampu menembus rigiditas sistem hukuman mati di Saudi Arabia,” jelas Jumhur.

Apapun alasannya, pemancungan Ruyati kembali membunyikan alarm tentang perlindungan hukum bagi TKI di luar negeri. Apalagi, Migrant Care mencatat masih ada 26 TKI lain di Arab Saudi yang juga telah divonis mati pengadilan setempat.

Saat ini jumlah TKI di Arab Saudi mencapai sekitar 1,5 juta orang. Sekitar 90 persen adalah TKI yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga atau sopir pribadi yang bekerja pada majikan perorangan. Kelompok inilah yang rentan penganiayaan.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *