RUU Pemerintahan Papua Menjiplak dari Aceh


Anggaran punyusunan mencapai miliaran rupiah.

Ketua Kaukus Papua DPR, Pacalis Kosay, menyatakan pembuatan Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Papua harus dilakukan dengan evaluasi yang mendalam dan melibatkan seluruh masyarakat Papua.

Dia mengatakan, adanya naskah akademik yang diduga menjiplak dari RUU Pemerintahan Aceh merupakan penghinaan dan pembodohan terhadap masyarakat Papua.

“Naskah itu belum sampai ke DPR, tetapi saya mau katakan, seluruh upaya untuk menyusun UU yang menyangkut masyarakat Papua harus disusun dengan melibatkan masyarakat Papua, jangan sampai memaksakan kepentingan-kepentingan lain di luar Papua,” tuturnya kepada SH, Jakarta, Jumat (23/8).

Dia mempertanyakan asal-usul naskah akademik RUU Pemerintahan Papua yang aneh dan diduga hanya menjiplak dari RUU Aceh. Jelas sekali bahwa selama ini masyarakat Papua sama sekali belum dilibatkan dalam penyusunan RUU tersebut. Jika masyarakat sudah dilibatkan maka isinya tidak mungkin berupa jiplakan dan terdapat banyak kesalahan.

“Itu (naskah akademik) usulan dari mana, jelas tidak merekonstruksi seluruh kepentingan masyarakat Papua,” katanya.

Seperti diketahui, naskah akademik Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemerintahan Papua diduga menjiplak dari RUU Pemerintahan Aceh. Sejumlah keganjilan terdapat dalam naskah tersebut, misalnya yang menyebutkan bahwa penyiaran di Papua harus berdasarkan nilai-nilai islami.

Ketua Sinode Gereja Baptis Papua, Socratez Sofyan Yoman mengaku kecewa setelah melihat sendiri naskah akademik tersebut. “Isinya aneh, tapi nyata,” kata Socratez, kepadaSH, Kamis (22/8). Dia mencontohkan salah satu yang membingungkan ada pada Pasal 89 Ayat 1 yang menyebutkan penyiaran di Papua berdasarkan nilai-nilai Islam. Di sejumlah pasal lain juga tertulis kata-kata “Aceh” dan bukan “Papua”.

“Jadi pertanyaan saya, naskah ini apakah sungguh-sungghuh dibuat untuk Papua atau hanya sekadar hasil menjiplak dari Aceh?” tuturnya.

Menurutnya, jika hanya merupakan hasil jiplakan maka hal ini sungguh sangat mengecewakan, sebab, antara Aceh dan Papua memiliki perbedaan dan kekhususan masing-masing. “Di mana kekhususanya kalau Aceh dan Papua disamakan dan RUU hanya hasil jiplakan,” paparnya.

Dia juga mempertanyakan anggaran penyusunan naskah akademik mencapai miliaran rupiah. Tetapi hasilnya justru sangat mengecewakan. Sangat tidak pantas membiayai penyusunan naskah akademik dengan biaya milyaran, namun ternyata hasilnya hanya berupa salinan dari RUU di Provinsi lain.

“Naskah yang dibiayai milyaran rupiah tersebut sebaiknya dibuang saja ke tong sampah,” paparnya.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *