Rumah Sakit Luar Negeri Dilarang Beriklan di Indonesia


Palmerah,

Larangan beriklan juga diterapkan Kementerian Kesehatan terhadap rumah sakit (RS) atau fasilitas kesehatan dari luar negeri atau yang berlokasi di luar Indonesia.

“Iklan layanan kesehatan hanya boleh untuk yang lokasinya di Indonesia, kalau lokasinya di luar negeri, tidak boleh,” Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Supriyantoro dalam temu media di Jakarta, Jumat (6/5).

Tapi larangan ini, menurut dia,  tidak bersifat permanen dalam arti dapat dibuka pada masa yang akan datang jika ada kesepakatan lebih lanjut.

“Kalau nanti ada kesepakatan lewat WTO misalnya, baru akan kami buka (larangannya), tapi untuk sementara hanya untuk yang lokasinya di Indonesia,” katanya.

Kebijakan itu diambil, menurut Supriyantoro, karena intervensi asing dalam bidang kesehatan dinilai sudah terlalu besar dan dikhawatirkan menimbulkan persepsi yang keliru kepada masyarakat.

“Biar saja mereka protes, kamijuga patut protes, intervensi mereka terlalu besar,” katanya.

 

Tenaga Kesehatan Dilarang Tampil di Iklan

Tenaga kesehatan dilarang menjadi model iklan obat, alat kesehatan, dan fasilitas kesehatan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1787/2010.

“Tenaga kesehatan masih dapat melakukan publikasi atas pelayanan kesehatan dan penelitian kesehatan dalam majalah kesehatan atau forum ilmiah untuk lingkungan profesi,” ujar Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Supriyantoro dalam temu media di Jakarta, Jumat.

Permenkes yang diundangkan di Jakarta pada 28 Desember 2010 itu juga melarang iklan dan publikasi pelayanan kesehatan yang bersifat merendahkan kehormatan dan derajat profesi tenaga kesehatan, memberikan informasi yang tidak benar dan bersifat menipu dan membandingkan mutu pelayanan kesehatan itu dengan fasilitas lainnya atau mencela mutu pelayanan kesehatan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

Penggunaan kata “satu-satunya” atau sejenisnya misal “terbaik” dalam iklan juga dilarang karena dianggap cenderung menyesatkan seperti yang dinyatakan dalam Pasal 5 Permenkes tersebut.

Tidak boleh iklan ’Kami yang terbaik’, harus ada bukti karena pada dasarnya alat tidak ada yang terbaik, sangat tergantung pada kasusnya. Kalau sudah dapat disembuhkan dengan alat sederhana tapi digunakan alat canggih itu akan jadi biaya tinggi,” paparnya.

Permenkes No.1787/2010 itu juga menegaskan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan dalam menyelenggarakan iklan dan publikasinya harus memenuhi syarat antara lain memuat informasi dengan data yang akurat, berbasis bukti, informatif, edukatif dan bertanggungjawab.

Kementerian Kesehatan, kata Supriyantoro, sedang menyiapkan tim penilai dan pengawasan iklan dan publikasi pelayanan kesehatan, dan akan melakukan pemantauan terhadap iklan dan publikasi terkait layanan kesehatan.

“Tim penilai ini sudah ada SK (surat keputusan)nya dan sedang berkoordinasi dengan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) dan Dewan Pers,” ujarnya

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *