Ribuan Dokter Unjukrasa Tolak Kriminalisasi Profesi


Sedikitnya 2.000 orang dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Jawa Tengah, Rabu (27/11), berunjukrasa menolak kriminalisasi profesi dokter. Aksi ini merupakan solidaritas menyikapi keputusan kasasi Mahkamah Agung dalam kasus yang dialami dr Dewa Ayu Sasiary Prawani SpOG, dr Hendry Simanjuntak SpOG, dan dr Hendy Siagian SpOG.

Ketiga dokter itu terpidana kasus dugaan malpraktek yang menyebabkan Julia Fransiska Makatey meninggal dunia, April 2010 lalu.

Mereka divonis 10 bulan penjara oleh MA karena dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 359 KUHP, Pasal 361 KUHP, Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, atau subsidair Pasal 359 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Mereka memulai aksinya dengan berjalan kaki dari RSUP dr Kariadi menuju Mapolda Jateng di Jalan Pahlawan. Dengan mengenakan pita hitam di lengan kanan dan mengenakan jas putih, ribuan dokter itu menyanyikan lagu “Maju Tak Gentar”.

Mereka membawa spanduk dan poster-poster bertuliskan antara lain “Stop Kriminalisasi Profesi Dokter”, “Dokter Mengabdi untuk Rakyat, Stop Kriminalisasi Dokter”, “Gerakan Satu Hari Tanpa Dokter”, dan “Dokter Bukan Pembunuh”, dll. Puas berunjukrasa di depan Mapolda, mereka kemudian melanjutkan aksinya ke depan Kantor Gubernur dan DPRD Jateng.

Ketua IDI Jateng, dr Joko Widiyarto yang memimpin aksi unjukrasa menyatakan, dalam menjalankan profesinya, dokter semaksimal mungkin menolong, bukan menjamin hasilnya pasti sembuh.

Setiap dokter diikat oleh kode etik keprofesian dalam menjalankan tanggung jawab kedokteran, yakni menolong pasien dengan upaya semaksimal mungkin sesuai standar prosedur yang telah ditetapkan.

Dokter seringkali dihadapkan pada keadaan ketidakpastian dan kegawatdaruratan kondisi pasien yang secara medis sangat kecil harapannya tertolong, tetapi dokter tetap berkewajiban menolong semaksimal mungkin.

Meski dokter sudah berupaya dengan segala kemampuan dan keahlian yang dimilikinya, terkadang pertolongan yang diberikan tidak berhasil menyelamatkan jiwa pasien atau meninggalkan kecacatan pada pasien.

“Dokter kemudian dituding melakukan kesalahan karena tidak berhasil menyelamatkan jiwa pasien atau karena tidak berhasil menyembuhkan,” tegasnya.

Dia menjamin gerakan satu hari tanpa dokter ini tidak mengabaikan hak-hak pasien. Kendati para dokter berunjukrasa, namun pelayanan kegawatdaruratan di rumah sakit dan puskesmas tetap berjalan normal. Para dokter hanya meliburkan praktiknya selama satu hari sebagai wujud solidaritas sesama dokter.

Ketua Biro Hukum, Pembelaan, dan Pembinaan Anggota (BHP2A) IDI Jateng dr Darwito menambahkan, selama dokter menjalankan profesi kedokterannya diikat oleh UU Kesehatan dan UU Praktik Kedokteran.

“Jadi, sengketa yang timbul ketika dokter menjalankan profesian dikenakan keperdataan, bukan pidana. Bukan dokter tidak bisa dipidana, tetapi dilihat dulu apakah saat itu dia menjalankan profesinya atau tidak,” katanya.

Seharusnya, ranah etik profesi yang menyelesaikan persoalan selama dokter menjalankan tugas profesinya, kecuali dokter sedang berada di luar tugas profesinya.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *